tag:blogger.com,1999:blog-2251701240720843892024-03-19T16:07:59.015-07:00"ALAM MEMANGGIL KITA"betapa indahnya bumi ini bila masih banyak lahan yang hijau, menyejukkan mata, menenangkan jiwa, sembari bersyukur pada-Nya, betapa besar ciptaan_Nya, marilah bersama kita membangun kawasan hijau, dari lingkungan kita, dari diri kita, dan dari saat ini....
hal yang kecil akan menjadi besar bila kita melakukannya bersama....
salam rimba....harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.comBlogger19125tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-28849272605178238842010-06-03T17:51:00.000-07:002010-06-03T17:54:20.091-07:00PENGUKURAN POTENSI TEGAKAN DENGAN METODE CSSNama : Harry Kurniawan<br />NIM : 071201001<br />Prodi : Manajemen Hutan<br /><br />PENGUKURAN POTENSI TEGAKAN DENGAN METODE CSS<br /><br />Sample merupakan faktor penting dalam penelitian karena sangat diminimalkan untuk menghasilkan sample yang tingkat akurasi, validitas dan rehabilitasnya tinggi. Pemenuhan kriteria sample sangat dipengaruhi oleh pilihan teknik penentuan sample yang prosedurnya merujuk pada sampling frame, ukuran, dan tipe sample penelitian. Penentuan sample bisa menjadi masalah bila peneliti tidak tepat dalam memahami aspek-aspek penting yang terkait dengan penentuan sample, yaitu tingkat kompleksitas permasalahan, keragaman populasi penelitian, rumusan tujuan serta berbagai kendala dan batasan yang ada. Penelitian di bidang perumahan dan pemukiman yang multidimensi dan mencakup wilayah yang luas memerlukan strategi optimasi dalam penentuan sample agar diperoleh hasil penelitian yang berkualitas.<br />Untuk menghitung setiap individu untuk menghitung setiap individu yang terdapat dalam populasi ataupun komunitas biasanya dilakukan dengan cara mengambil sampel (contoh) atau sebagian kecil individu dari populasi atau komunitas tersebut. Kemudian dari sampel itu, akan dapat ditarik suatu kesimpulan tentang populasi atau komunitas yang sedang dipelajari .<br />Kesulitan dalam penentuan sample pada umumnya terkait dengan upaya pemenuhan kriteria sample yang baik, yaitu memenuhi syarat akurasi dan dapat menghasilkan data yang validitas dan reliabilitasnya memadai. Validitas data dapat dilihat dari ketaatan peneliti menggunakan prosedur untuk mengambil data (sample), sedangkan reabilitas data diindikasikan dengan tingkat keterwakilannya terhadap populasi penelitian. Namun demikian, sample yang beik tidak mudah diperoleh mengingat masih banyaknya kendala seperti keterbatasan biaya dan waktu penelitian serta kesalahan-kesalahan penentuan sample yang tidak disadari oleh peneliti .<br />Pengidentifikasian populasi penelitian secara hati-hati merupakan hal pertama yang harus dilakukan dalam penarikan sample. Untuk itu perlu dijelaskan target populasi yang akan dipelajari, dengan membuat daftar panjang tentang semua atribut yang diyakini dapat trercermin secara tepat dalam sampelnya. Daftar tersebut dapat berupa karakter demografi, gaya hidup, tipe rumah atau atribut yang sesuai dengan kepentingan penelitian dan dapat digunakan untuk memperkirakan populasi secara lebih rinci berdasarkan unit/satuan sample, lokasi geografis, serta batas sementara populasinya .<br />Penarikan contoh (sampling) harus menggunakan metode sampling yang <br />tepat, karena jika tidak hasil yang diperoleh akan bias. Salah satu metode sampling yang biasa dipelajari, yaitu Metode Plot (Berpetak) yang merupakan suatu metode yang berbentuk segi empat atau persegi (kuadrat) ataupun lingkaran. Biasanya digunakan untuk sampling tumbuhan darat, hewan sessile (menetap) atau bergerak lambat seperti hewan tanah dan hewan yang meliang .<br />Untuk sampling tegakan terdapat dua cara penerapan metode plot, yaitu<br />- Metode Petak Tunggal, yaitu metode yang hanya satu petak sampling yang mewakili suatu areal hutan. Biasanya luas minimum ini ditetapkan dengan dari penambahan luas petak tidak menyebabkan kenaikan jumlah spesies lebih 5 % atau 10 %.<br />- Metode Petak Ganda, yaitu pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata (sebaiknya secara sistematik). Ukuran berbeda-beda berdasarkan kelompok tumbuhan yang akan dianalisis. Perbandingan panjang dan lebar petak 2 : 1 merupakan alternatif terbaik daripada bentuk lain<br />Metode transek (jalur) salah satu metode yang lebih baik dari metode plot (berpetak). Salah satu caranya yaitu Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmennya .<br />Strip Sensus merupakan metode yang meliputi berjalan sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan) .<br />Secara umum ada 2 tipe data yaitu: <br />- Variable Data: disebut juga measurement atau continuous data. Seperti namanya data ini adalah biasanya hasil pengukuran/perhitungan, merupakan data yang kontinyu dari suatu range tertentu.<br />- Attribute Data: ciri khas dari data jenis ini adalah tidak dilakukan pengukuran dan bersifat tidak kontinyu<br />Sample merupakan sebagian (kecil) dari populasi dimana kita benar-benar melakukan pengukuran; dari hasil ini kita mengambil kesimpulan terhadap keseluruhan populasi. Sampling dilakukan karena faktor-faktor biaya, waktu dan kepraktisan; rata-rata populasi berjumlah sangat besar sehingga sangat mahal dan butuh waktu lama serta tidak praktis untuk mengukur keseluruhan populasi .<br />Sistem Pengambilan Contoh, sistem yang digunakan adalah sistem sampling plot data jalur sistematis dengan menggunakan plot ukur gabungan (Combined Sample Plot). Sistem penyebaran jalur plot secara sistematis dengan pemilihan awal jalur secara acak (System Strip Sampling With Random Start), dengan jalur selebar 20 meter atau 10 meter kanan-kiri jalur ukur .<br />Ada banyak karakteristik tegakan hutan yang bermanfaat untuk diketahui guna kepentingan pengelolaannya dan bahwa inventore ditujukan pada penaksiran. Karakteristik yang paling lazim dan pada umumnya paling penting adalah yang berkaitan dengan volume hutan kasar atau bersih atau volume hutan kasar atau bersih atau volume yang dapat dipungut, menurut spesies, kelompok kelas diameter tertentu, kelompok kelas diameter, menurut kelas kualita, turun sampai diameter minimum, ditaksir pada waktu inventore atau sesudahnya, dan seterusnya. Tetapi sering kali karekter lain justru sama, kalau tidak lebih penting. Jumlah pohon menurut satuan luas, menurut spesies dan kelas diameter adalah parameter dasar inventore dan perlu dalam pengelolaan hutan. Parameter lain berkaitan dengan volume hutan mungkin lebih menarik untuk diketahui dari pada volumenya itu sendiri.<br />Garis induk (base line) untuk peletakan jalur survei dapat berupa sungai atau jalan yang merupakan garis terpanjang sejajar dengan kountour, sehingga arah jalur survei tegak lurus dengan sungai atau jalan dan kountour. Peletakan jalur survei pertama dilakukan secara acak sedangkan jalur kedua dan seterusnya secara sistematik dengan intensitas sampling (IS) sebesar 1% maka jarak antar jalur survei adalah + 2 km (100% x 20 m) .<br />Jumlah plot/unit contoh yang diperlukan dihitung dengan mempertimbangkan kualitas data yang diperlukan, jumlah plot ditentukan berdasarkan panjang jalur survei yang harus dibuat didasarkan pada intensitas sampling sebesar 1%, untuk menghitung panjang jalur survei dan jumlah plot adalah sebagai berikut : <br />1. Panjang jalur survei = Luas areal x IS Lebar jalur survei <br />2. Jumlah plot yang dibuat = Panjang jalur survey<br />Jarak antar plot dalam satu jalur. Misalnya luas areal yang disurvei adalah 30.000 Ha, maka jalur survei yang dibuat adalah 150 km dan jumlah plotnya adalah 300 buah, tiap plot mewakili seluas + 100 hektar .<br />Pemindahan plot ukur hanya dilakukan bila : <br />1. Plot terpotong oleh sungai besar (lebar lebih atau sama dengan 3 meter), jalan utama atau Tpn. <br />2. Sub-plot tingkat pohon kecil (20 m x 20 m), sub-plot tingkat tiang (10 m x 10 m) atau sub-plot tingkat pancang terpotong oleh sungai dengan lebar lebih dari 1 meter dan kurang dari 3 meter atau jalan cabang. <br />3. Sub-plot tingkat pancang (5 m x 5 m) terpotong oleh sungai atau jalan<br />Kelemahan utama pencuplikan sistematik adalah bahwa cara yang tidak didasarkan kepada hukum-hukum peluang itu tidak memberi kesempatan perhitungan eror cuplikan yang sah. Pada kenyataan praktikum ini, banyak cuplikan sistematis dianalisis melalui penggunaan rumus pencuplikan random. Hal ini dapat diperkenankan selama pendekatan kondisi improvisasi selalu diingat. Suatu kenyataan ialah apabila pencuplikan sistematik diterapkan secara benar perhitungannya akan membuahkan pendekatan eror cuplikan paling besar (bukan eror cuplikan rata-rata seperti halnya pada pencuplikan random). Cuplikan sistematik seperti ini biasanya akan menghasilkan taksiran rata-rata yang lebih baik daripada cuplikan random sebandingharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-20816925744974222012010-06-03T17:44:00.000-07:002010-06-03T17:45:39.875-07:00LINEAR PROGRAMMINGOLEH : HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br />PENDAHULUAN<br /><br />Latar Belakang<br />Masalah keputusan yang biasa dihadapi para analis adalah alokasi optimum sumber daya yang langka. Sumber daya dapat berupa modal, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Rugas analis adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran seperti profit, penjualan dan kesejahteraan, atau minimasi seperti biaya, waktu dan jarak.<br />Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan diterapkan, langkah selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap : <br />1. Menentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan menyatakan dalam symbol matematik <br />2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier (bukan perkalian) dari variabel keputusan <br />3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam persamaan dan pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumberdaya masalah itu <br /> Linear programming (program linier) merupakan salah satu teknik penyelesaian riset operasi dalam hal ini adalah khusus menyelesaikan masalah-masalah optimasi (memaksimalkan atau meminimumkan) tetapi hanya terbatas pada masalah-masalah yang dapat diubah menjadi fungsi linier. Demikian pula kendala-kendala yang ada juga berbentuk linier. <br />Persoalan program linier adalah suatu persoalan untuk menentukan besarnya masing-masing nilai variabel (variable pengambilan keputusan) sedemikian rupa sehingga nilai funsi tujuan atau objektif (objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan (kendala-kendala) yang ada yaitu pembatasan ini harus dinyatakan dengan ketidaksamaan yang linier (linear inequalities). <br />Suatu persoalan disebut persoalan program linier apabila memenuhi hal-hal sebagai berikut :<br />1. Tujuan (objective) <br />Apa yang menjadi tujuan permasalahan yang dihadapi yang ingin dipecahkan dan dicari jalan keluarnya. Tujuan ini harus jelas dan tegas yang disebut fungsi tujuan (objective function). Fungsi tujuan tersebut dapat berupa dampak positip, manfaat-manfaat, atau dampak negatif.<br />2. Alternatif perbandingan. <br />Harus ada sesuatu atau alternatif yang ingin diperbandingkan, misalnya antara kombinasi waktu tercepat dan biaya tertinggi dengan waktu terlambat dan biaya terendah.<br />3. Sumber Daya <br />Sumber daya yang dianalisis harus berada dalam keadaan terbatas. Misalnya keterbatasan tenaga, bahanmentah terbatas, modal terbatas, ruangan untuk menyimpan barang terbatas, dan lain-lain.<br />4. Perumusan Kuantitatif. <br />Fungsi tujuan dan kendala tersebut harus dapat dirumuskan secara kuantitatif dalam model matematika. <br /><br />5. Keterikatan Perubah. <br />Perubah-perubah yang membentuk fungsi tujuan dan fungsi kendala tersebut harus memiliki hubungan keterikatan hubungan keterikatan atau hubungan fungsional.<br /><br />Tujuan<br />- Mahasiswa mengetahui teknik pengambilan keputusan dalam rangka kegiatan perencanaan hutan dengan menggunakan Linear Programming<br />- Mahasiswa dapat menghitung dengan menggunakan teknik Linear Programming, baik manual maupun dengan menggunakan software<br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Linear Programming merupakan model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal. Masalah tersebut timbul apabila seseorang diharuskan untuk memilih atau menentukan tingkat setiap kegiatan yang akan dilakukannya, di mana masing-masing kegiatan membutuhkan sumber yang sama sedangkan jumlahnya terbatas. Secara sederhana, dapat diambil contoh bagian produksi suatu perusahaan yang dihadapkan pada masalah penentuan tingkat produksi masingmasing jenis produk dengan memperhatikan batasan faktor-faktor produksi: mesin, tenaga kerja, bahan mentah, dan sebagainya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya yang minimal.<br />Pada masa modern sekarang, Linear Programming masih menjadi pilihan dalam upaya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal atau biaya yang minimal.<br />Dalam memecahkan masalah di atas, Linear Programming menggunakan model matematis. Sebutan “linear” berarti bahwa semua fungsi matematis yang disajikan dalam model ini haruslah fungsi-fungsi linier. Dalam Linear Programming dikenal dua macam fungsi, yaitu fungsi tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi batasan (constraint function). Fungsi tujuan adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran di dalam permasalahan Linear Programming yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya-sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal. Pada umumnya nilai yang akan dioptimalkan dinyatakan sebagai Z. Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.<br />Pada dasarnya, persoalan Linear Programming dapat dirumuskan sebagai berikut :<br />Cari x1,x2, …, xj, …, xn.<br /><br />sedemikian rupa sehingga<br />Z = c1×1 + c2×2 + … + cjxj + … + cnxn = Optimum (Maksimum atau Minimum)<br />Dengankendala:<br /> <br />Asumsi-asumsi Linear Programming<br />Asumsi-asumsi Linear Programming dapat dirinci sebagai berikut.<br />o Proportionality<br />Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai Z dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proporsional) dengan perubahan tingkat kegiatan.<br />Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + …..CnXn<br />Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan Z dengan C1. Setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan Z dengan C2, dan seterusnya.<br />a11X1 + a12X2 + a13X3 + ….. + anXn ≤ b1<br />Setiap penambahan 1 unit X1 akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a11. Setiap penambahan 1 unit X2 akan menaikkan penggunaan sumber/fasilitas 1 dengan a12, dan seterusnya. Asumsinya adalah, setiap ada kenaikan kapasitas riil tidak perlu ada biaya persiapan (set up cost).<br /> <br />o Additivity<br />Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam Linear Programming dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan (Z) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.<br />Z = 3X1 + 5X2 di mana X1 = 10; X2 = 2;<br />Sehingga Z = 30 + 10 = 40<br />Jika X1 bertambah 1 unit, maka sesuai dengan asumsi, maka nilai Z menjadi 40 + 3 = 43. Jadi, nilai 3 karena kenaikan X1 dapat langsung ditambahkan pada nilai Z mula-mula tanpa mengurangi bagian Z yang diperoleh dari kegiatan 2 (X2). Dengan kata lain, tidak ada korelasi antara X1 dan X2.<br /><br />o Divisibility<br />Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai Z yang dihasilkan.<br /><br />o Deterministic (certainty)<br />Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model Linear Programming (aij, bi, cj) dapat diperkirakan dengan pasti, meskipun jarang dengan tepat.<br />Apabila suatu masalah Linear Programming hanya mengandung dua kegiatan (variabel-variabel keputusan) saja, maka dapat diselesaikan dengan metode grafik. Bila terdapat lebih dari dua variabel maka metode grafik tidak dapat digunakan lagi, sehingga diperlukan metode simpleks. Metode ini lazim dipakai untuk menentukan kombinasi dari tiga variabel atau lebih.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />METODOLOGI<br /><br />Waktu dan Tempat<br /> Praktikum Perencanaan Hutan dengan judul Linear Programming ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Maret 2010 pukul 12.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang 203 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah contoh soal pada materi kuliah perencanaan hutan dan kertas milimeter. Beberapa alat yang digunakan, antara lain; kalkulator, laptop dan software QSB.<br /><br />Prosedur<br /> Prosedur dalam praktikum ini dibagi menjadi dua tahap, yakni;<br />I. Perumusan Masalah dalam Linear Programming<br /> Prosedur yang digunakan untuk merumuskan masalah ke dalam bentuk linear programming adalah sebagai berikut;<br />• Dimasukkan kriteria yang terdapat pada soal ke dalam bentuk tabel sebagai berikut;<br />Tabel 1. Format tabel perumusan masalah Linear Programming<br />Sumberdaya Model Ketersediaan Sumberdaya<br /> A B <br />kriteria A <br />kriteria B <br />fungsi tujuan (Z) <br />variabel keputusan <br />• Ditentukan variabel keputusan yang akan dipakai<br />• Ditentukan fungsi tujuan (Z) yang akan dipennuhi<br />• Ditentukan fungsi constrain yang akan dipakai<br />• Ditentukan fungsi non negatif constrain <br /><br />II. Menghitung Nilai Variabel Keputusan<br /> Dalam praktikum ini dipakai 5 metode berbeda untuk menghitung nilai variabel keputusan yang telah diketahui sebelumnya, yakni;<br />a. metode invers<br />• digunakan rumus invers sebagai berikut;<br /> A X = B X = B / A X = A-1 B<br /> A = (1 / | A |) c -b<br /> -d a<br /> | A | = (a . c) - (b . d)<br />• fungsi constrain diubah ke dalam bentuk matriks<br /> contoh: -2X1 + 3X2 = 5 Ket: Biru = Matriks A<br /> -3X1 + 4X2 = 8 Merah = Matriks B<br />• dihitung nilai variabel keputusan dengan menggunakan rumus di atas<br />b. Gaus-Jordan row reductions<br />• Lakukan transformasi matriks (A / B) ke (I / B)<br />• Kalikan baris ke-1 dengan -1<br />• Kalikan baris ke-1 dengan 3 dan tambahkan pada baris ke-2<br />• Bagilah baris ke-2 dengan -2<br />• Kalikan baris ke-2 dengan 2 dan tambahkan pada baris ke-1<br />• Apabila telah terbentuk matriks identitas (1) maka X1 dan X2 dapat ditentukan.<br />c. Crammer’s rule<br /> Metode Crammer ini menggunakan rumus sebagai berikut;<br /> <br />d. Metode grafik<br />Merupakan suatu cara sederhana yang dapat digunakan untuk menggambarkan masing-masing persamaan garis. Dilakukan dengan cara menetapkan salah satu variabel dalam suatu persamaan sama dengan nol dan kemudian mencari nilai variabel yang lain. Misalnya pada kendala pertama jika X1 = 0 maka 5X2 = 10 atau X2 = 5. Dengan cara yang sama X2 = 0 maka X1 = 10. Selanjutnya kedua titik ini (0 , 5) dan (10 , 0) dihubungkan hingga membentu suatu garis lurus yang akan memotong sumbu X dan Y.<br />e. Penggunaan software QSB<br />• Buka program QSB dengan menjalankan file ”PROG1”<br />• Pilih option 2 dengan fungsi Enter new problem lalu tekan enter<br />• Ketikkan nama problem, misalnya ketersediaan sumberdaya lalu tekan enter<br />• Pilih kriteria maximize (1) lalu tekan enter<br />• Isikan jumlah variabel, yakni 2 lalu tekan enter<br />• Isikan jumlah constrain yang dipakai, yakni 2 lalu tekan enter<br />• Pilih Yes (Y) tekan enter lalu space<br />• Isilah fungsi Z dengan menekan tombol enter<br />• Isilah fungsi constraint dengan menekan tombol enter<br />• Setelah selesai tekan tombol space lalu tekan sembarang tombol<br />• Pili option 5 (solve problem) lalu tekan tombol enter<br />• Pili option 2 (solve and display the final tableau) lalu tekan tombol enter<br />• Selanjutnya akan muncul tabel akhir linear programming serta nilai optimal pada fungsi tujuan (Z).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br />Hasil <br />I. Perumusan Masalah dalam Linear Programming<br />Tabel 2. Perumusan masalah Linear Programming pada soal 1<br />Sumberdaya Model Ketersediaan Sumberdaya<br /> A B <br />waktu 2 1 6<br />unit kayu 7 8 8<br />fungsi tujuan (Z) 120 80 <br />variabel keputusan X1 X2 <br />Berdasarkan soal di atas maka formulasi LP secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut;<br />Objektif fungsi max : Z = 120X1 + 80X2 dengan syarat<br />Fungsi constrain : 2X1 + X2 < 6<br /> 7X1 + 8X2 < 28<br />Non negatif constrain : X1 dan X2 > 0<br />Tabel 3. Perumusan masalah Linear Programming pada soal 2<br />Sumberdaya Model Ketersediaan Sumberdaya<br /> NPK Reguler NPK Terbaik <br />bahan aktif (%) 25 40 500<br />bahan lainnya (%) 75 60 1200<br />fungsi tujuan (Z) 250 300 <br />variabel keputusan X1 X2 <br />Berdasarkan soal di atas maka formulasi LP secara lengkap dapat ditulis sebagai berikut;<br />Objektif fungsi max : Z = 250X1 + 300X2 dengan syarat<br />Fungsi constrain : 0,25X1 + 0,4X2 < 6<br /> 0,75X1 + 0,6X2 < 28<br />Non negatif constrain : X1 dan X2 > 0<br /><br /><br /><br />II. Menghitung Nilai Variabel Keputusan<br /> Penghitungan nilai variabel keputusan pada kedua soal di atas dengan menggunakan 5 metode berbeda menghasilkan nilai sebagai berikut;<br />a. Metode invers<br /> 1. X1 = 1200 dan X2 = 500<br /> 2. X1 = 20/9 dan X2 = 14/9<br />b. Metode Gauss-Jordan<br /> 1. X1 dan X2 tidak dapat ditentukan<br /> 2. X1 dan X2 tidak dapat ditentukan<br />c. Metode Cramers<br /> 1. X1 = 1200 dan X2 = 500<br /> 2. X1 = 20/9 dan X2 = 14/9<br />d. Metode grafik<br /> Proses penghitungan nilai variabel keputusan dengan menggunakan metode grafik menghasilkan nilai Z optimum yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini;<br />Tabel 4. Variabel keputusan dengan fungsi z optimum pada soal no 1<br />Titik X1 X2 Total Z ($)<br />A 0 1200 375.000<br />B 1200 500 450.000<br />C 1200 0 300.000<br />D 0 0 0<br /><br />Tabel 5. Variabel keputusan dengan fungsi z optimum pada soal no 2<br />Titik X1 X2 Total Z ($)<br />A 0 3,5 280<br />B 0 0 0<br />C 2,3 0 276<br />D 2,3 1,5 296<br /><br />Tabel 6. Variabel keputusan dengan fungsi z optimum pada soal no 3<br />Titik X1 X2 Total Z<br />A 0 4 40<br />B 0,5 3,5 45<br />C 0,5 0 10<br />D 0 0 0<br />e. Penggunaan software QSB<br /> Dengan menggunakan bantuan software maka proses penghitungan nilai variabel keputusan pada fungsi Z optimum dapat dengan mudah ditentukan. Dalam praktikum ini digunakan software QSB sebagai alat bantu sehingga menghasilkan data sebagai berikut;<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 1. Hasil akhir soal no 1 menggunakan software QSB<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2. Hasil akhir soal no 2 menggunakan software QSB<br /><br />Pembahasan<br /> Pada soal nomor satu, diperoleh bahwa nilai “Z maks” dari perhitungan manual maupun perhitungan menggunakan software QSB adalah sama, yaitu memiliki nilai sebesar “391,11”. Begitu juga pada soal nomor dua, diperoleh bahwa nilai “Z maks” dari perhitungan manual maupun perhitungan menggunakan software QSB adalah sama, yaitu memiliki nilai sebesar “450000”. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan manual yang dilakukan adalah benar, karena memiliki nilai yang sama dengan perhitungan menggunakan software QSB.<br /> Dari software QSB diketahui bahwa “C(j)” adalah hasil dari koefesien “Z maks” yang digunakan sebagai fungsi dalam mencari nilai “Z maks”, sedangkan “B(i)” adalah hasil dari “X1 dan X2”, yang digunakan juga sebagai nilai “X” dalam mencari “Z maks”. Pengertian symbol di atas dapat diketahui dengan menyesuaikan antara hasil perhitungan manual dan perhitungan dengan software.<br /> Hasil dari X1 dan X2 pada soal nomor dua tidak sesuai antara perhitungan manual dengan perhitungan menggunkan software QSB, pada perhitungan manual diperoleh X1=1200 dan X2= 500, sedangkan pada perhitungan dengan software diperoleh X1=500 dan X2=1200. Akan tetapi memiliki nilai Z maks yang sama antara perhitungan manual dan perhitungan menggunakan software yaitu sebesar “450000”. Berbeda dengan soal nomor satu yang memiliki niali X1 , X2 dan Z maks yang sama antara perhitungan manual dengan perhitungan menggunakan software. Hal ini disebabkan oleh kesalahan memasukkan data pada prosedur penggunaan software QSB, kemungkinan kesalahan dalam mengatur option-option yang ada pada software QSB, karena software bekerja secara otomatis makanya hasil Z maks yang diperoleh adalah sama yaitu “450000”, walaupun nilai X1 dan X2 berbeda.<br /> Penggunaan software dalam menghitung Z maks pada Linear Programming dapat lebih efektif dengan hasil yang maksimal. Namun perhitungan secara manual juga diperlukan dala perhitungan Linear Programing, karena kesalahan perhitungan yang dijumpai adalah perhitungan nyata dan dapat diperbaiki secara manual dengan melihat kembali perhitungan rumus yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan bila menggunakan software, kesalahan yang dijumpai adalah perhitungan dalam sistem program computer, yang tidak dapat diketahui secara manual, kecuali kesalahan memasukkan data dan pelaksanaan prosedur. Kesalahan fatal yang dijumpai dalam penggunaan software dapat berupa kesalahan installer yang diperoleh secara bajakan, kerusakan software yang disebabkan oleh virus, kerusakan sotware yang disebabkan oleh adanaya sistem software yang terhapus secara tidak sengaja dan kesalahan sitematis lainnya. Maka dari itu perhitungan secara manual juga diperlukan sebagai perbandingan hasil dari perhitungan menggunakan software, bila perhitungan secara manual hasilnya sama dengan perhitungan menggunakan software maka dapat diambil kesimpulan hasil yang diperoleh adalah benar tanpa keraguan.<br /> Metode grafik yang dilakukan dalam perhitungan manual adalah metode sebagai penampakan secara visual. Tujuannya adalah agar lebih mudah melihat nilai-nilai yang diperoleh secara visual yang tidak hanya berbentuk angka, nmaun dapat diwujudkan ke dalam bentuk grafik. Dalam memasukkan data ke dalam grafik harus teliti, sebab bila niali koordinat berbeda sedikit saja, maka hasil yang diperoleh kemungkinan besar salah.<br /> Pada perhitungan manual yang dilakukan diketahui bahwa perhitungan dengan menggunakan metode “Gauss-Jordan” nilai X1 dan X2 tidak dapat diketahui baik pada soal nomor satu dan soal nomor dua. Hal ini dikarenakan oleh besarnya niali matriks dan banyaknya bilangan desimal yang tidak sesuai dengan matriks identitasnya bila dilakukan perhitungan, sehingga nilai X1 dan X2 tidak dapat diketahui. Untuk menangani permasalahan seperti ini dapat dilakukan dengan perhitungan menggunakan software atau perhitungan manual dengan menggunakan metode lain.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan<br /> Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah:<br />1. Perhitungan linear programming menggunakan software dan perhitungan secara manual masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan.<br />2. Perhitungan linear programming menggunakan software jauh lebih efektif dibandingkan dengan perhitungan manual<br />3. Dari praktikum yang dilakukan diperoleh hasil “Z maks” yang sama pada soal nomor satu, baik dengan software QSB atau dengan perhitungan manual yaitu sebesar “391,11”<br />4. Begitu juga hasil “Z maks” pada soal nomor dua memiliki nilai yang sama antara penggunaan software QSB dan dengan perhitungan manual yaitu sebesar 450000”<br />5. Metode “Gauss-Jordan” dalam perhitungan manual tidak dapat diketahui nilai “X1 dan X2” nya<br /><br />Saran<br /> Penggunaan komputer atau software dalam menganalisa linear programming dalam suatu masalah sangat efektif dan efisien dengan hasil yang optimal. Sebaiknya metode yang efektif dan efisien harus dikembangkan dalam pengaplikasiannya, karena selain memudahkan proses juga memberikan hasil yang terbaik dan dapat mencakup lebih dari dua variabel dalam linear programming.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTARA PUSTAKA<br /><br />Gilmore, P.C., & R.E. Gomory. 1961. A Linear Programming Approach to the Cutting-Stock Problem. Operations Research 9: 849-859.<br /><br />Manetsch, T.J. and J.F. G. L. Park. 1977. System Analysis and Simulation with Aplications to Economic and Social System. Part I. Third Edition. Departement of Electrical Engineering and System Science, MSU, East Lansing, Michigen.<br /><br />Pai, M.A., and Paranjothi, SR. 1975. ‘Optimal Power Flow with Security Constraints using Successive Linear Programming’, IEEE PES Summer meeting. <br /><br />Reveliotis, Spyros.1997. An Introduction to Linear Programming and the Simplex Algorithm. http://www.isye.gatech.edu/~spyros/LP/LP.html.(diakses pada tanggal 27 April 2010) .<br /><br />Stott, B, a.d Marinho, J.L. 1979. ‘Linear Programming for Power System Network <br />Security Applictions’, IEEE Trans, PAS-98, pp. 837-848.<br /><br />Taha, H. A. 1975. Integer Programming Theory : Appli-cation and Computation. New York: Academic Press.<br /><br />Van de Panne, C.1971. ‘Linear Programming and Related techniques’, North Holland Publising Company.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Praktikum Perencanaan Hutan Medan, 9 April 2010<br /><br />APLIKASI LINEAR PROGRAMMING DENGAN PERHITUNGAN MANUAL DAN PENGGUNAAN <br />SOFTWARE QSB<br /><br /><br />Dosen Pembimbing:<br />Rahmawati S.Hut., M.Si., Ph.D.<br /><br /><br />Oleh:<br /><br /> <br /> Harry Kurniawan 071201001<br /> Moehar Maraghiy Harahap 071201012<br /> <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN<br />DEPARTEMEN KEHUTANAN<br />FAKULTAS PERTANIAN<br />UNIVERSITAS SUMATERA UTARA<br />2010<br /><br /><br /><br /><br /><br />KATA PENGANTAR<br /><br /> Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.<br /> Adapun laporan dengan judul Aplikasi Linear Programming dengan Perhitungan Manual dan Penggunaan Software QSB ini merupakan salah satu tugas dalam Praktikum Perencanaan Hutan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Rahmawati, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku dosen pengasuh pada mata kuliah Perencanaan Hutan, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.<br /> Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermamfaat bagi pihak yang membutuhkan.<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /> <br /> halaman<br />KATA PENGANTAR ............................................................................... i <br />DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii<br />DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv <br />PENDAHULUAN <br />Latar Belakang ................................................................................. 1 <br />Tujuan ............................................................................................... 2<br /><br />TINJAUAN PUSTAKA ........ .................................................................... 3 <br /> <br />METODOLOGI <br />Waktu dan Tempat ........................................................................... 6 <br />Bahan dan Alat ................................................................................. 6 <br />Prosedur 6<br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN <br />Hasil .................................................................................................. 9 <br />Pembahasan ..................................................................................... 11<br /> <br />KESIMPULAN DAN SARAN <br />Kesimpulan ....................................................................................... 14 <br />Saran .................................................................................................. 14<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR GAMBAR<br /><br /> Halaman<br />Gambar 1. Hasil akhir soal no 1 menggunakan software QSB 11 <br />Gambar 2. Hasil akhir soal no 2 menggunakan software QSB 11<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR TABEL<br /> Halaman<br />Tabel 1. Format Tabel Perumusan Masalah Linear Programming 6 <br />Tabel 2. Perumusan Masalah Linear Programming pada soal 1 9<br />Tabel 3. Perumusan Masalah Linear Programming pada soal 2 9<br />Tabel 4. Variabel Keputusan dengan fungsi z Optimum pada Soal no 1 10 <br />Tabel 5. Variabel Keputusan dengan Fungsi z Optimum pada Soal no 2 10 <br />Tabel 6. Variabel Keputusan dengan Fungsi z Optimum pada Soal no 3 10harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-54727794132689599862010-06-03T17:42:00.000-07:002010-06-03T17:44:35.278-07:00ANALITICAL HIERARCHY PROCESSOLEH : HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br />AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk menyederhanakan pemikiran dalam memilih satu atau beberapa pilihan atau alternatif. Pertimbangan kualitatif dibutuhkan untuk memilih komponen yang lebih penting dan seberapa besar pentingnya dibandingkan komponenkomponen lainnya kali dikembangkan oleh Saaty (1994) seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat.<br />Pengertian AHP adalah mengabstraksikan struktur suatu sistem untuk mempelajari hubungan fungsional antara komponen dan akibatnya pada sistem secara keseluruhan. Namun, pada dasarnya sistem ini dirancang untuk menghimpun secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui suatu prosedur untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai alternatif. Analisis ini yang ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun situasi yang kompleks atau tidak terkerangka, pada situasi ketika data dan informasi statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali. Jadi sistem ini hanya bersifat kualitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman ataupun intuisi (Saaty, 1994). Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami, antara lain:<br />a. Dekomposisi. Setelah mendefinisikan permasalahan/persoalan, perlu dilakukan dekomposisi, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya, sampai yang sekecil-kecilnya.<br />b. Comparative Judgement. Prinsip ini membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua ele¬men pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Hasil penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. <br />c. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison, vektor cirinya (eigen) adalah untuk mendapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mengetahui prioritas global harus dilakukan sintesis di antara prioritas lokal. Prose¬dur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hierarki.<br />d. d. Logical Consistency, yakni konsistensi yang memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.<br /> Dalam AHP, penetapan prioritas kebijakan dilaku¬kan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, se¬hingga dapat dibandingkan.<br /> Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang di¬inginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.<br /> Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub¬tujuan, kriteria, dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. <br />Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat para responden yang dianggap sebagai keyperson. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan, 2) para pakar, dan 3), orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.<br /><br />Tujuan<br />Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam melakukan teknik pengambilan keputusan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process.<br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, member nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.<br /> Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. (Saaty, 1993). <br /> Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini maka proses analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy). Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat, tergantung dari pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap.<br /> RC adalah nilai yang berasal dari tabel acak seperti Tabel 2. Jika CR < 0,1 maka nilai per¬bandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan konsisten. Jika CR > 01, maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan baik dalam unsur kriteria maupun alternatif harus diulang. Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan jawaban yang sebenarnya.<br /> Metode AHP merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Dasar berpikirnya metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun struktur hirarki AHP ditampilkan pada gambar berikut;.<br /> <br />Gambar 1. Struktur Hirarki AHP<br />Jika CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang<br />diberikan konsisten. Jika CR > 01, maka maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan tidak konsisten. Sehingga jika tidak konsisten, maka pengisian nilai-nilai pada matriks berpasangan pada unsur kriteria maupun alternatif harus diulang.<br /> <br /><br /><br /><br /><br />METODOLOGI<br /><br />Waktu dan Tempat<br /> Praktikum Perencanaan Hutan dengan judul Teknik Pengambilan Keputusan dengan Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 10 April 2010 pukul 12.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang 203 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah contoh soal pada materi kuliah perencanaan hutan dan kertas milimeter. Beberapa alat yang digunakan, antara lain; kalkulator, laptop dan software Expert Choice 2000.<br /><br />Prosedur<br /> Prosedur yang digunakan dalam praktikum ini, yakni;<br />• Ditentukan suatu masalah yang akan dijadikan sebagai fokus utama<br />• Disusun suatu struktur hirarki untuk pengambilan keputusan (fokus utama, sasaran/kriteria dan alternatif)<br />• Disusun kuesioner komparasi berpasangan pada fokus utama dan kriteria (format terlampir). Kemudian dilakukan pengisian kuesioner oleh tenaga ahli (responden) yang dianggap berkompeten dalam masalah yang akan dibahas dengan menggunakan skala Saaty;<br />Tabel 1. Skala Saaty untuk Metode AHP<br />Tingkat Kepentingan Definisi<br />1 Sama penting<br />3 Sedikit lebih penting<br />5 Jelas lebih penting <br />7 Sangat jelas lebih Penting<br />9 Pasti/mutlak lebih penting (kepentingan yang ekstrim)<br />2,4,6,8 Jika ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan<br />1/(1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9<br /><br />• Data yang diperoleh diubah ke dalam bentuk matriks individu, dengan format sebagai berikut;<br />Tabel 2. Format Matriks Individu<br /> Faktor A B C<br />A 1 <br />B 1 <br />C 1<br />Total <br /><br />• Dihitung nilai bobot relatif. Bobot Relatif adalah bobot nilai relatif untuk setiap faktor pd setiap kolom, didapat dengan membagi nilai skala dengan jumlah kolomnya.<br />• Dihitung nilai Eigen Vektor Utama. Eigen Vektor Utama adalah bobot rasio dari setiap faktor, didapat dengan menjumlahkan bobot relatif dalam satu baris kemudian membaginya dengan banyaknya faktor. Rumus yang digunakan, yakni; EV UT = AA + AB + AC<br />• Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel sebagai berikut;<br />Tabel 3. Format Tabel Bobot Relatif dan Eigen Vektor Utama<br /> Bobot Relatif A B EVUT<br />A <br />B <br />TOTAL <br /> <br /><br />• Dihitung nilai A maks. A maks adalah nilai eigen terbesar dari matriks berordo n, didapat dengan mengalikan nilai jumlah kolom setiap faktor dengan nilai EV Utamanya.<br />• Dihitung nilai indeks konsistensi. Indeks konsistensi dari matriks berordo n didapat dengan rumus : CI = (a maks-n)/n-1. Bila CI bernilai nol (atau nol koma..) berarti matriks konsisten<br />• Ditentukan nilai random indeks (RI). Nilai RI adalah nilai pembangkit random, sesuai dengan ordo matriks n.<br />Tabel 4. Tabel Random Indeks<br /> <br />• Dihitung nilai rasio konsistensi (CR) dengan rumus; CR = CI/RI<br />• Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam bentuk matriks pendapat gabungan, contohnya sebagai berikut;<br />Tabel 5. Format Matriks Pendapat Gabungan<br /> ta 1 ta 2 RG VP<br />A <br />B <br />C <br />TOTAL <br /><br />• Nilai EV Utama setiap faktor dari setiap responden digabung dan dicari Rataan Geometris-nya dengan rumus = (EvUt1*EvUt2)^(1/jml responden)<br />• Vektor Prioritas (VP) adalah nilai bobot faktor yang sesungguhnya. Didapat dengan membagi rataan geometris suatu faktor dengan jumlah rataan geometris dalam kolom yg sama.<br />• Ditentukan alternatif akhir yang dipilih berdasarkan metode ini.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br />Hasil<br /> Tahap awal yang dilkukan pada praktikum ini adalah penentuan masalah. Berdasarkan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan, maka dapatlah diangkat suatu masalah sebagai berikut;<br />1. Masalah: Pemilihan bibit pohon untuk penelitian tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan pohon.<br />Selanjutnya masalah di atas digambarkan ke dalam bentuk diagram terstruktur sehingga membentuk gambar sebagai berikut;<br />2. Struktur:<br /> <br />Gambar 2. Struktur Hirarki untuk Pengambilan Keputusan Bibit Pohon Terbaik<br /><br /> Berdasarkan diagram struktur yang telah dibuat, maka dapatlah dilakukan pengolahan data lebih lanjut. Pengolahan data lebih lanjut yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel di bawah ini;<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 6. Matriks Gabungan dengan Mempertimbangkan Kriteria Toleransi terhadap Cahaya<br /> Tenaga ahli 1 Tenaga ahli 2<br /> Faktor A B C<br />A 1 1/5 1/3<br />B 5 1 1<br />C 3 1 1<br /> Faktor A B C<br />A 1 1/3 1/5<br />B 3 1 2<br />C 5 1/2 1<br /><br />Tabel 7. Matriks Gabungan dengan Mempertimbangkan Kriteria Kecepatan Tumbuh<br />Tenaga ahli 1<br /> Faktor A B C<br />A 1 5 7<br />B 1/5 1 2<br />C 1/7 ½ 1<br /><br />Tenaga ahli 2<br /> Faktor A B C<br />A 1 7 5<br />B 1/7 1 1/3<br />C 1/5 3 1<br /><br />Tabel 8. Matriks Pendapat Gabungan dengan Fokus Utama Bibit Pohon Terbaik<br /> ta 1 ta 2 RG VP<br />A 0,750 0,833 0,790 0,795 <br />B 0,250 0,167 0,204 0,205 <br />TOTAL 1,000 1,000 0,995 1,000 <br /><br /><br />Tabel 9. Matriks Pendapat Gabungan dengan Kriteria Toleransi terhadap Cahaya<br /> ta 1 ta 2 RG VP<br />A 0,115 0,142 0,128 0,128 <br />B 0,480 0,525 0,502 0,503 <br />C 0,405 0,334 0,368 0,369 <br />TOTAL 1,000 1,001 0,998 1,000 <br />Tabel 10. Matriks Pendapat Gabungan dengan Kriteria Kecepatan Tumbuh<br /> ta 1 ta 2 RG VP<br />A 0,738 0,724 0,731 0,743 <br />B 0,168 0,083 0,118 0,120 <br />C 0,094 0,193 0,135 0,137 <br />TOTAL 1,000 1,000 0,984 1,000 <br /><br /><br />Pembahasan<br /> Adanya pemilihan bibit pohon yang terbaik untuk melakukan sebuah penelitian tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan pohon merupakan salah faktor yang menentukan keberhasilan suatu penelitian. Dengan adanya pemilihan bibit pohon terbaik diharapkan dapat meningkatkan validitas suatu penelitian. Dalam pemilihan bibit terbaik dapat dicari dengan metode Analitical Hierarchy Process (AHP) yang merupakan metode pemecahan masalah secara kompleks dan runut sehingga diperoleh hasil yang baik.<br /> Dalam perumpamaan ini, yang menjadi tujuan adalah pemilihan bibit pohon terbaik, sedangkan yang menjadi kriteria adalah toleransi terhadap cahaya dan kecepatan tumbuh, kemudian yang menjadi alternatif adalah Sengon, Mahoni, dan Akasia. Dari level tersebut, kemudian dibentuk matriks komparasi berpasangan pada masing-masing level.<br /> Bobot faktor yang mempengaruhi sasaran utama yaitu faktor toleransi terhadap cahaya dengan bobot 0,795 sedangkan faktor kecepatan tumbuh dengan bobot 0,205. Dari data tersebut berarti faktor yang paling berperan dalam pemilihan bibit pohon terbaik utnuk penelitian pemgaruh air terhadap pertumbuhan pohon adalah faktor toleransi terhadap cahaya yang memiliki bobot sebesar 0,795 sebagai prioritas pertama.<br /> Dari matriks gabungan dengan mempertimbangkan kriteria toleransi terhadap cahaya diperoleh data bobot prioritas yaitu : (1) Sengon sebesar 0,128 ; (2) Mahoni sebesar 0,503 ; (3) Akasia sebesar 0,369. Artinya adalah Mahoni merupakan solusi bibit terbaik yang dapat digunakan untuk peneitian pengaruh air terhadap pertumbuhan pohon.<br /> Sedangkan pada matriks gabungan dengan mempertimbangkan kriteria kecepatan tumbuh diperoleh data bobot prioritas yaitu : (1) Sengon sebesar 0,743 ; (2) Mahoni sebesar 0,120 ; (3) Akasia sebesar 0,137. Artinya adalah Sengon merupakan solusi bibit terbaik yang dapat digunakan untuk peneitian pengaruh air terhadap pertumbuhan pohon, karena memiliki bobot yang jauh lebuh besar dibandingkan dengan bobot Mahoni dan Akasia.<br /> Dari gabungan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa bibit yang terpilih sebagai bibit terbaik adalah bibit Mahoni karena dari level kriteria faktor yang terpilih adalah toleransi terhadap cahaya dan dari level alternatif faktor yang terpilih adalah Mahoni dengan bobot sebesar 0,503. Maka kesimpulan akhir adalah bibit pohon Mahoni merupakan bibit yang bagus untuk penelitian tentang pengarug air terhadap pertumbuhan pohon dibandingkan dengan Sengon dan Akasia. Kesimpulan tersebut dianggap valid sebab memiliki nilai “Ci” kurang dari 0,1 yang sebagai syarat kekonsistenan data yang diperoleh.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br />Kesimpulan<br /> Dapat diperoleh beberapa kesimpulan dari hasil perhitungan metode AHP ini antara lain adalah:<br />1. Pada level kriteria diperoleh faktor yang paling berpengaruh adalah toleransi terhadap cahaya<br />2. Pada level alternative diperoleh alternative yang terbaik adalah bibit pohon Mahoni<br />3. Perhitungan data dianggap valid sebab memiliki nilai Ci yang lebih kecil dari 0,1 sebagai kekonsistenan suatu data<br />4. Dengan metode AHP permasalah yang pelik dapat diselesaikan dengan alur yang sangat jelas, sehingga didapatkan hasil yang optimum<br />5. Bibit Mahoni adalah alternative terbaik untuk digunakan sebagai penelitian tentang pengaruh air terhadap pertumbuhan pohon<br /><br />Saran<br /> Saran untuk penerapan metode AHP adalah ketelitian dalam pengelolaan data, sebab tanpa ketelitian tersebut dapat mempengaruhi kesimpulan yang diperoleh, sehingga keputusan atau pilihan yang diperoleh salah.<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Heru. 2006. Analytical Hierarchy Process. http://heru.wordpress.com [15 April 2010].<br /><br />Kastowo, B. 2008. Metode Analytical Hierarchy Process. www.ittelkom.ac.id [15 April 2010].<br /><br />Mulyono, S. 1996. Teori Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Facultas Ekonomi UI. Jakarta.<br /><br />Saaty. T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks, Pustaka Binama Pressindo,<br /><br />Umar, D. 2001. Komputerisasi Pengambilan Keputusan. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Praktikum Perencanaan Hutan Medan, 17 April 2010<br /><br />PEMILIHAN BIBIT POHON TERBAIK UNTUK PENELITIAN TENTANG PENGARUH AIR TERHADAP PERTUMBUHAN POHON DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP)<br /><br /><br />Dosen Pembimbing:<br />Rahmawati S.Hut., M.Si., Ph.D.<br /><br /><br />Oleh:<br /><br /> <br /> Harry Kurniawan 071201001<br /> Moehar Maraghiy Harahap 071201012<br /> <br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN<br />DEPARTEMEN KEHUTANAN<br />FAKULTAS PERTANIAN<br />UNIVERSITAS SUMATERA UTARA<br />2010<br /><br /><br /><br /><br />KATA PENGANTAR<br /><br /> Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.<br /> Adapun laporan dengan judul “Pemilihan Bibit Pohon Terbaik dengan Menggunakan Metode Analitical Hierarchy Process” ini merupakan salah satu tugas dalam Praktikum Perencanaan Hutan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Rahmawati, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku dosen pengasuh pada mata kuliah Perencanaan Hutan, yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.<br /> Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata, penulis berharap agar laporan ini dapat bermamfaat bagi pihak yang membutuhkan.<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /> <br /> halaman<br />KATA PENGANTAR ............................................................................... i <br />DAFTAR GAMBAR ................................................................................. iii<br />DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv <br />PENDAHULUAN <br />Latar Belakang ................................................................................. 1 <br />Tujuan ............................................................................................... 2<br /><br />TINJAUAN PUSTAKA ........ .................................................................... 3 <br /> <br />METODOLOGI <br />Waktu dan Tempat ........................................................................... 6 <br />Bahan dan Alat ................................................................................. 6 <br />Prosedur 6<br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN <br />Hasil .................................................................................................. 9 <br />Pembahasan ..................................................................................... 11<br /> <br />KESIMPULAN DAN SARAN <br />Kesimpulan ....................................................................................... 14 <br />Saran .................................................................................................. 14<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR GAMBAR<br /><br /> Halaman<br />Gambar 1. Hasil akhir soal no 1 menggunakan software QSB 11 <br />Gambar 2. Hasil akhir soal no 2 menggunakan software QSB 11<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR TABEL<br /> Halaman<br />Tabel 1. Format Tabel Perumusan Masalah Linear Programming 6 <br />Tabel 2. Perumusan Masalah Linear Programming pada soal 1 9<br />Tabel 3. Perumusan Masalah Linear Programming pada soal 2 9<br />Tabel 4. Variabel Keputusan dengan fungsi z Optimum pada Soal no 1 10 <br />Tabel 5. Variabel Keputusan dengan Fungsi z Optimum pada Soal no 2 10 <br />Tabel 6. Variabel Keputusan dengan Fungsi z Optimum pada Soal no 3 10harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-43879249475553996312010-06-03T17:40:00.000-07:002010-06-03T17:41:04.973-07:00PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANGoleh HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br />PENDAHULUAN<br /><br />Indonesia ialah salah satu negara terpadat penduduknya di dunia dengan pertambahan sekitar 2.5% per tahun. Meningkatnya jumlah penduduk menyebab-kan kebutuhan akan kayu bangunan (konstruksi) maupun untuk perabot rumah tangga terus meningkat, bahkan diperkirakan lebih cepat dari pertambahan penduduk itu sendiri. Pemanfaatan limbah kayu dan plastik sebagai bahan baku papan komposit sampai saat ini belum mendapat perhatian serius di Indonesia, sementara volume limbah kayu yang ada sangat besar. Selain itu, limbah plastik menimbulkan persoalan tersendiri bagi lingkungan karena bahan ini sangat sulit terdekomposisi. Jika kedua potensi limbah ini digabungkan menjadi bahan baku pembuatan papan komposit, maka diharapkan akan tercipta suatu produk papan komposit baru yang memiliki ketahanan terhadap mikroorganisme perusak yang lebih tinggi dan memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik daripada produk panel kayu yang ada selama ini. Penelitian ini bertujuan mengembangkan suatu jenis papan komposit dari limbah kayu dan plastik yang berkualitas tinggi, ramah lingkungan serta ekonomis. <br />Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan. <br />Pada pengolahan kayu di industri-industri perkayuan terutama industri kayu lapis dam kayu gergajian selain produk kayu lapis dan kayu gergajian diperoleh pula limbah kayu berupa potongan kayu bulat (Log), sebetan sudah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Sayangnya limbah dalam bentuk serbuk gergaji belum dimanfaatkan secara optimal, terutama hanya untuk bahan bakar boiler atau dibakar tanpa pemanfaatan yang berarti dan menimbulkan masalah terhadap lingkungan (Febrianto et al., 1999).<br /> Di lain hal, dalam kurun waktu 1995-1999 terjadi peningkatan volume plastik Polypropylene sebesar 34,1% (BPS, 1999). Pada tahun 1999 dilakukan impor limbah dan potongan (Scrap) plastik dengan volume yang mencapai 400,57 ton (BPS, 1999). Kebutuhan plastik yang terus meningkat tersebut, membawa dampak bertambahnya volume limbah plastik. Pemanfaatan limbah plastik yang didaur ulang sebagai komponen bahan baku papan partikel merupakan alternatif pengganti (Substitusi) perekat sintesis thermoset (Urea Formaldehyde, Phenol Formaldehyde, Recornicol Formaldehyde) yang selama ini digunakan untuk produk panel-panel kayu (kayu lapis, papan partikel, papan serat).<br />Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya maka bertambah pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Dan bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah pada dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG<br /><br /><br />Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).<br /> Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).<br /><br />Serbuk kayu sebagai Filler<br />Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya. <br />Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal. <br />Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui <br />Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).<br /><br />Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks<br /> Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).<br />Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C). <br /><br />Proses Pembuatan<br />Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.<br />Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.<br /><br /><br />Penyiapan filler<br />Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.<br />Penyiapan Plastik Daur Ulang<br />Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit.<br />Blending (Pengadonan)<br />Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan. <br />Pembentukan komposit<br />Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar. <br />Pengujian Komposit<br />Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit. <br /> Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990). <br />Papan komposit dari limbah kayu dan plastik dibuat dengan teknik standar pembuatan papan partikel. Sifat dasar papan komposit yang dihasilkan memenuhi JIS A 5809, kecuali pengembangan tebal setelah perendaman air selama 24 jam. Suhu optimum untuk pembuatan komposit yang menggunakan campuran plastik polietilena (PE) dengan perekat urea formaldehida (UF), melamin formaldehida (MF), dan fenol formaldehida (PF) berturut-turut ialah 180, 200, dan 220oC. Suhu optimum untuk pembuatan papan komposit yang menggunakan campuran plastik PP dengan UF, MF, dan PF berturut-turut ialah 220, 200, dan 220oC. Suhu optimum untuk pembuatan papan komposit yang menggunakan campuran plastik polistirena (PS) dengan perekat UF, MF, dan PF berturut-turut ialah 220, 220, dan 160oC. Secara umum, suhu optimum yang diperoleh pada penelitian ini lebih tinggi daripada suhu optimum pembuatan papan komposit yang umum digunakan jika tanpa ada campuran plastik.harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-63482934543393706612010-06-03T17:35:00.000-07:002010-06-03T17:37:08.389-07:00proposal penanaman di Bulit Lawangoleh HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br />Pendahuluan<br /><br />A. Latar Belakang<br /><br />Kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN tahun 2009 ini merupakan praktik di lapangan dari mata kuliah Silvikultur yang mengkhususkan pada proses penanaman pohon hutan, yang bertujuan untuk reboisasi lahan kritis. BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini dilaksanakan oleh mahasiswa Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara semester III. Kegiatan ini sekaligus merupakan bakti sosial yang dilakukan dalam rangka memberikan dukungan terhadap program Pemerintah yaitu Hari Menanam Nasional atau yang dikenal dengan istilah, “One Man One Tree” yang akan mencapai puncaknya pada tanggal 28 Nopember 2009.<br />Banjir Bandang yang terjadi di Kecamatan Bahorok telah merubah keadaan hutan terutama di daerah aliran sungai bahorok, dimana vegetasi disekitar sempadan sungai mengalami kerusakan. Vegetasi yang berada disekitar sempadan sungai Bahorok tersebut adalah pepohonan masyarakat yang sengaja di tanam untuk melestarikan hutan di daerah tersebut, namun saat ini vegetasi tersebut hampir musnah. Maka daripada itu perlu adanya penanaman di sekitar sempadan Sungai Bahrok agar vegetasi yang rusak dapat menjadi baik kembali.<br />Hal tersebut dilakukan juga karena mengingat eksistensi masyarakat Desa Timbang Lawan sangat tergantung pada kondisi sungai Bahorok dan hutan di sekitarnya sehingga perlunya pelestarian kawasan tersebut dan menjaganya dengan pemberantasan illegal logging dan penanaman pohon. <br />Keterlibatan mahasiswa dan masyarakat setempat dalam kegiatan ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa menjaga kelestarian lingkungan, juga dalam rangka memperkuat karakter rimbawan dan kekompakan antar peserta BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN serta menumbuhkan kepedulian pada kelestarian hutan lewat kegiatan pengabdian. Pada pelaksanaan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN tahun-tahun sebelumnya BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN melibatkan semua civitas akademika Departemen Kehutanan dengan bekerja sama dengan pihak pengelola kawasan hutan tempat BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN dilaksanakan dan pihak lainnya.<br /><br />B. Tujuan<br /><br />Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU selaku institusi pencetak sumberdaya manusia (SDM) kehutanan (Rimbawan) dituntut untuk menghasilkan sarjana-sarjana kehutanan yang berkualitas dan profesional. Departemen Kehutanan USU secara proaktif harus dapat mengimplementasikan misi Tri Dharma Perguruan Tinggi sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan kehutanan, kritis terhadap permasalahan kehutanan dan dinamika masyarakat.<br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini merupakan agenda akademik tahunan (bagian dari kurikulum) yang harus benar-benar dapat dilaksanakan secara efektif dan optimal. Kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini secara mendasar bertujuan memberikan pembekalan kepada mahasiswa semester III dalam rangka studi banding antara teori yang sudah diterima pada perkuliahan dengan realitas yang dijumpai di lapangan. <br /><br /><br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini bertujuan untuk:<br />1. Untuk melestarikan vegetasi di sekitar sempadan sungai Bahorok di Desa Timbang Lawan<br />2. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan dalam menjaga keseimbangan alam<br />3. Untuk meminimalisir dampak banjir di sekitar sungai Bahorok Desa Timbang Lawan<br />4. Meningkatkan jiwa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di bumi kita ini.<br />5. Memahami perilaku, interaksi, proses-proses dan peranan masing-masing ekosistem hutan bagi kehidupan.<br />6. Mamahami aspek-aspek pengelolaan hutan serta manfaat dan nilai jasa lingkungan.<br />7. Mencegah Pemanasan Global atau Global warming <br /><br />C. Manfaat<br /><br />Kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini diharapkan memberikan manfaat kepada:<br />1. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU:<br />a. Mahasiswa secara langsung mengenal tipe ekosistem hutan.<br />b. Mahasiswa dapat menghayati persoalan-persoalan yang dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan.<br />c. Meningkatnya semangat belajar dan rasa ingin tahu mahasiswa pada bidang kehutanan.<br />d. Meningkatnya pemahaman terhadap pengelolaan hutan.<br />e. Memupuk kerjasama dan persaudaraan antar para mahasiswa.<br />2. Masyarakat di Lokasi BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN:<br />a. Masyarakat mendapat pengetahuan dan wawasan baru tentang kehutanan dan lingkungan hidup.<br />b. Masyarakat terbantu untuk mengidentifikasi persoalan dan potensi yang ada di desanya.<br />c. Meningkatkan proses dinamika masyarakat pedesaan.<br />3. Pemerintah:<br />a. Terjadinya percepatan program pembangunan kehutanan.<br />b. Terdistribusinya informasi dan hasil-hasil pembangunan kehutanan yang bermanfaat bagi masyarakat.<br />c. Terkumpulnya data dan informasi tentang persoalan kehutanan yang terjadi di masyarakat.<br />d. Terpantaunya program pembangunan kehutanan. <br /><br />D. Waktu dan Tempat Kegiatan<br />Kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN ini akan dilanksanakan pada hari Minggu tanggal 22 Nopember 2009 dengan lokasi kawasan sempadan Sungai Bahorok Desa Timbang Lawan Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat.<br /><br />E. Tema Kegiatan <br />Tema kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN 2009 adalah ”Let’s Green !!”.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Susunan Panitia<br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN Tahun 2009<br /> <br />Penasehat:<br />Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS (Ketua Dep. Kehutanan USU)<br />Dr. Delvian, SP, MP (Sekretaris Dep. Kehutanan USU)<br />Dwi Endah Widyastuti, Shut, Msi. (Staf Dosen Dep. Kehutanan USU) <br /><br />Panitia Pelaksana :<br />Ketua : Satria Fadillah Tarigan<br />Sekretaris : Harry Kurniawan<br />Bendahara : Sari Adryana<br /><br />Penanggung Jawab:<br />Kesekretariatan : Moehar Maraghyi Harahap <br /> Mahruf Luth Firza<br />Survei : Thaufiq Abdillah Ritonga<br />Konsumsi di Lapangan : King Marpatasino<br />Transportasi : Ricky Darmawan Priatmodjo<br />Perlengkapan dan PPPK : Elsi Kurnia Sari <br />Administrasi Umum : Delcia Septiani<br /> <br /><br />Tahapan Kegiatan <br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN Tahun 2009<br /><br />Untuk kelancaran kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN 2009, Panitia berusaha mengoptimalkan kegiatan yang akan dilakukan demi tercapainya sasaran kegiatan dengan melakukan perencanaan sedetil mungkin serta sosialisasi kepada mahasiswa sejak awal.<br /> <br />Tabel 1. Tahapan Kegiatan Bakti Sosial Penghijauan 2009<br /><br />No. Kegiatan 2009<br /> Oktober November Desember<br />1. Konsolidasi Panitia <br />2. Survei Pendahuluan <br />3. Penyusunan Proposal <br />4. Audiensi dan Fund Raising <br />5. Survei Akhir dan Perijinan <br />6. Pelaksanaan FIELDTRIP <br />7. Pengumpulan Laporan <br /><br />Keterangan : Waktu dapat berubah sesuai dengan persiapan panitia dan kondisi lapangan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Bentuk Kegiatan <br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN Tahun 2009<br /> <br />Kegiatan Bakti Sosial Penghijauan 2009 mencoba memadukan berbagai unsur kegiatan pendidikan dan pengabdian pada masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk penananaman dan dialog dengan massarakat.<br />Tabel 2. Bentuk Kegiatan BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN<br />Materi Tempat PJ<br />Pembekalan USU Panitia BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN<br />Pemantapan Materi USU Panitia BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN<br />Pemberangkatan/Seremonial di Lapangan Kampus Dep. Kehutanan USU Ketua Panitia dan Panitia Transportasi<br />Penyambutan Desa Timbang Lawan Dosen<br />Pembimbing Lapangan<br />Kegiatan Penanaman Desa Timbang Lawan Dosen Pembimbing Lapangan, Asisten, dan Tim Pelaksana<br />Penutup Desa Timbang Lawan Dosen Pembimbing Lapangan, Asisten, dan Tim Pelaksana<br /> <br />Rincian Kebutuhan Biaya<br />BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN Tahun 2009 <br /><br />Biaya operasional kegiatan penanaman yang diperlukan meliputi tiga fase kegiatan yaitu: <br />1. Pra BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN, meliputi kegitan survey lapangan dan pengurusan izin kepada instansi terkait.<br />2. Saat BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN, meliputi seluruh kegiatan di lapangan.<br />3. Pasca BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN, meliputi kegiatan ujian.<br /><br />Tabel 3. Kebutuhan biaya BAKTI SOSIAL PENGHIJAUAN 2009<br />No Jenis Pengeluaran Satuan Vol Biaya/vol (Rp) Total Biaya<br />A. Survei<br />1 Bensin liter 100 Rp 4.500,00 Rp 450.000,00 <br />2 Upah Sopir 4 hari orang/hari 1 X 4 Rp 100.000,00 Rp 400.000,00 <br />3 Konsumsi 4 hari paket 4x4 Rp 50.000,00 Rp 800.000,00<br />4 Surveyor Orang/hari 5x2 Rp 100.000,00 Rp 1.000.000,00<br /> Sub Total A Rp 2.650.000,00 <br />B. Akomodasi<br />1 Sewa Penginapan team pelaksana 1 hari kamar/hari 2 x 1 Rp 200.000,00 Rp 400.000,00 <br />2 Konsumsi peserta penanaman 1 hari orang/makan 150x1x1 Rp 15.000,00 Rp 2.250.000,00 <br />3 Snack paket 1 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 <br />4 Trasnportasi paket 3 Rp. 1.200.000,00 Rp 3.600.000,00<br /> Sub Total B Rp 6.750.000,00<br /><br />C. Dokumentasi<br />1 Beli Kaset Handycam buah 2 Rp.40.000,00 Rp. 80.000,00 <br />2 Transfer ke CD paket 1 Rp. 100.000,00 Rp 100.000,00 <br />3 Bateray Kamera Digital Paket 1 Rp. 100.000,00 Rp 500.000,00 <br />4 Cuci cetak film lembar 100 Rp. 1.500,00 Rp 150.000,00 <br /> Sub Total C Rp 830.000,00 <br />Total Kebutuhan Dana (A+B+C) Rp 10.230.000,00<br />"Sepuluh juta dua ratus tiga puluh ribu rupiah”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penutup<br /><br />Berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita tentang beberapa hal, diantaranya agar melakukan penghijauan, melestarikan kekayaan hewani dan hayati, dan lain sebagainya.<br />“Barangsiapa yang memotong pohon Sidrah maka Allah akan meluruskan kepalanya tepat ke dalam neraka.” (HR. Abu Daud dalam Sunannya)<br />“Barangsiapa di anatara orang Islam yang menanam tanaman maka hasil tanamannya yang dimakan akan menjadi sedekahnya, dan hasil tanaman yang dicuri akan menjadi sedekah. Dan barangsiapa yang merusak tanamannya, maka akan menjadi sedekahnya sampai hari Kiamat.” (HR. Muslim)<br />Keberhasilan dari kegiatan Bakti Sosial Penghijauan ini sangat tergantung kepada kerjasama antara seluruh sivitas akademika dan dukungan dari pihak-pihak lain. Oleh karena itu, besar harapan Panitia Bakti Sosial Penghijauan agar kegiatan ini dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa melancarkan kegiatan bakti sosial Penghijauan ini. Kepada pihak-pihak yang membantu kelancaran kegiatan ini, Kami mengucapkan banyak terima kasih.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Medan, 10 Nopember 2009<br /><br /> Panitia Penanaman<br /> Hormat kami<br /><br /><br /> <br /><br /> <br />Satria Fadillah Tarigan Harry Kurniawan<br /> Ketua Pelaksana Sekretaris<br /> <br /><br /><br /> Mengetahui, <br /><br /><br /><br /><br />Dwi Endah Widyastuti. S,Hut.,M.Si<br />NIP. 19750 314 200003 2 004<br />Dosen Penanggung Jawab<br /> <br /><br /><br />Menyetujui,<br /><br /><br /><br /><br /><br />Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS<br />NIP. 196 41228 2000 12100 1<br />Ketua Dep. Kehutanan USUharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-13480588649594591242010-06-03T17:34:00.000-07:002010-06-03T17:35:30.991-07:00All Stambuk 2007 FP USUProgram Studi : TEP (Teknik Pertanian)<br /><br />Nama<br /><br /><br />1. Suci Rayani Hasibuan<br />2. Anwar Manik <br />3. Febri Putra Sitepu <br />4. Gokhan Togatorop<br />5. Andreas Zebua<br />6. Putri Melinda<br />7. Dedy Putra <br />8. Irhami Adha <br />9. Romaida Munthe <br />10. Raja Bagus <br />11. Enni Ristauli<br />12. Dedy Johannes <br />13. Tika Hafzara Siregar<br />14. Arifin Tamba <br />15. Yohannes Eka<br />16. Andika Sitorus<br />17. M. Fadhillah <br />18. Fitra Siswanto Sinuhaji<br />19. Robert Sinaga<br />20. Khoirul Anwar<br />21. Haris Sucipto<br />22. Iman Shidik <br />23. Feri <br />24. Nurhayati <br />25. Lawar Munandar <br />26. M. Salfarizi <br /><br />27. Dian Ramadhan <br />28. Ahmad Widi Sgr <br />29. Jimmy Tamba <br />30. Jhon Alfrid Sinaga <br />31. Joy Karo-karo <br />32. Hotdy Brian <br />33. Ferdinand C.S<br />34. Istianah Yusra <br />35. Nyaman Budi Agung <br />36. Hariono Akbar <br /><br /><br />Program Studi : Budidaya Hutan<br /><br />Nama<br /><br />1. Lola Adres Yanti<br />2. Arif Setiawan<br />3. Ismail Rasyid<br />4. King Marpantasino<br />5. Muhammad Riyad<br />6. Parluasan Rambe<br />7. Dicky Anggriawan<br />8. Musa Hutapea<br />9. Ricky Marison<br />10. Ericksontua Simarmata<br />11. Candro Yoshua Manik<br />12. Nurul Diana<br />13. Triyanto<br />14. Poppy Wiharja<br />15. Fehni Al- Asy’ari<br />16. Intan Utami<br />17. Muhammad irsan Hasibuan<br />18. Rahmad Adventa<br />19. Lindrayana Manik<br />20. Yulia S.T <br />21. Meri Daniel<br />22. Donni Naiborhu <br />23. Marisi Yohana <br />24. Yosephrin Sitepu<br />25. Andrianus<br />26. M. Irsan Afif <br />27. Ronald V. Marpaung<br />28. Mila Yusniar <br />29. Nico Sihombing <br />30. Novita Anggraini <br /><br /><br />Program Studi: MNH (Manajemen Hutan)<br />Nama<br /><br /><br />1. DwiFebrina S. <br />2. Putri Sinambela<br />3. Hari Kurniawan<br />4. Chintya Pratiwi P. <br />5. Rudi Sitompul<br />6. Ricky Darmawan P. <br />7. David Leo T. <br />8. Tetty Sinaga<br />9. Ester Tampubolon<br />10. Moehar Maragih H.<br />11. Zulka Hidayati Nst. <br />12. Katarina M. M. <br />13. Febrina R. D Situmorang <br />14. Delcia Septiani<br />15. Okto Prayitno Siahaan <br />16. Irnawati Ritonga <br />17. Arni Aryana Sinaga<br />18. Maya Sari Hasibuan<br />19. Ira Wadani Harahap<br />20. Putri Adriyani<br />21. Taufik A. Ritonga<br />22. Tiwa S. Sigalingging<br />23. Henny ica S. <br />24. William Sitorus <br />25. Tandana S. Bintang<br />26. Jawelson Purba <br />27. Erie Yerikho<br />28. Feryanto Purba <br />29. Salma Yuniati<br />30. Satria Fadhillah T. <br />31. Sari Adriyana <br />32. Elsi Kurnia Sari<br />33. Flora Yolanda<br />34. Peronika Pardede<br />35. Sriana Sipora<br />36. Siti Harianti Manurung<br />37. Mahruf Luth Firza<br />38. Hana Feronika Siregar<br />39. Marco Sihombing<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi: IPT (Ilmu Produksi Ternak)<br /><br />Nama<br /><br /><br />1. Nanci Manalu<br />2. Helga Novriyanti<br />3. Wina Nababan <br />4. Fahkrul Rizal<br />5. Nikson Sinaga<br />6. Gidion Pardosi<br />7. Juniarto Sihombing<br />8. Deby Syahfitri <br />9. Indra Panjaitan<br />10. Dany Jefry <br />11. Gita Indah Hara Kita<br />12. Johannes Sianturi<br />13. July Eskawati Sitohang<br />14. Yanto Nababan <br />15. David Pratama<br />16. Stifany Emerta <br />17. Try Sujiwa<br />18. Rosahat Simbolon <br />19. Wira Sitanggang<br />20. Andri Jhon F. Manik<br />21. Bornok Parhusip<br />22. Liko H. P Hutagulung<br />23. Mulia Simarmata<br />24. Firman Ketaren<br />25. Anna Sitanggang<br />26. Gerly<br />27. Delfer Septianus Sembiring<br />28. Galih Ariwirawan Siregar<br />29. Musa Seno Ibrahim<br />30. Surya Winarto<br />31. Glorya F. Situmorang<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : THH (Teknologi Hasil Hutan)<br />Nama<br />1. Robin Pandapotan<br />2. Eva Medina<br />3. Agnesia Claudia<br />4. Mhd. Hakim M.<br />5. Tommy Rayandra S.<br />6. Laura Bethnova Silalahi<br />7. Yuni Eka Sari Malau<br />8. Nora Adriana <br />9. Ros Meyni Hasibuan<br />10. Karim Indra Muda<br />11. Muhammad Riza<br />12. Ade Adrian Saputra <br />13. Heru Simorangkir<br />14. Satria Muharis<br />15. Obbi Pardamean<br />16. Zaenal S.Polem<br />17. Pebriaman Kanista<br />18. Zeplen Simarmata<br />19. Reymond Fernando<br />20. Christian Arnando<br />21. Erika Jayanta S. <br />22. Orina M.M.Manurung<br />23. Listi Erawati S.<br />24. Samuel Jantaka <br />25. Julius Jakson Sigiro <br />26. Ulfah Hanum N.<br />27. Uli Adriani S. <br />28. Rahma Fahmawati<br />29. Pebriaman Canista Maruao<br />30. Daniel silaban<br />31. Irvan P. Sibarani<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : HPT (Hama Penyakit dan Tumbuhan)<br />Nama<br />1. Elsa Octa M. S<br />2. Dani Supriadi<br />3. Ribka Endang N. G<br />4. Janter Simarmata <br />5. Resfin L. Butar-butar<br />6. Asni Octarina<br />7. Sukma Aditya<br />8. Hernanta D. S. R Sinaga <br />9. Ahmad Sejahtera<br />10. Indra Hardian M.<br />11. Risda M. Manik <br />12. Iin Suwita<br />13. Wendy Novtriyani<br />14. Rahma<br />15. Anni Hayati<br />16. Christa Mellisa <br />17. Okta Fani Putri<br />18. Liza Khairani <br />19. Irfan Andika<br />20. Ahmad Imam T. <br />21. Mega Tarida Silaban<br />22. Lilis S. H.<br />23. Fazaria Hanum<br />24. Siti Hardyanti W.<br />25. Hardian Pirliza R.<br />26. Parlauangan S. <br />27. Denny Irawan<br />28. Akhmad Arfan Daulay<br />29. Rio Sinubulan<br />30. Nelson Simamora<br />31. Sartika Ansari Dewi<br />32. Fitri Ace Samosir<br />33. Fadhillah Subhan<br />34. Siti Rohana Pulungan <br />35. Nurlaili Wati<br />36. Jiman Silalahi<br />37. Loly Via Anggita P. <br />38. Ari Ramadhina<br />39. Wirda<br />40. Ory Sativa S.<br />41. Desmendry Endro H. Silitonga<br />42. Arie Ramadhina<br />43. Ahmad Rosadi Lubis<br />44. Sutiar<br />45. Reni Puspita<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : Agribisnis<br />Nama<br /><br />1. Fanny Hidayati <br />2. Wiwik Mardiana<br />3. Abdul Hakim <br />4. Ryan Aldi<br />5. Siti Rahayu <br />6. Elpa Lestari<br />7. Evi Silvinda <br />8. Hilmi F.A<br />9. Pintani Gea <br />10. Siti Satria Gusti<br />11. Ilham Aulia <br />12. Dini Maysarah<br />13. Muhammad Azhar<br />14. Rovillino F.<br />15. Mirza Mustafa<br />16. Abdul Halim<br />17. A. Fadillah<br />18. N. Farid <br />19. Tasya Chairuna<br />20. Afrida A.<br />21. Irwanda Lubis<br />22. Rizka Hasanah<br />23. Badaruddin<br />24. Nailul K. <br />25. Siti Meliana Ginting<br />26. Fachreza<br />27. Mei Togatorop<br />28. Friska <br />29. Faisal Rushdi<br />30. Afreri Purnama<br />31. Febriana Ginting <br />32. Deasy MNS<br />33. Anirma Sari<br />34. Wenny Wulandari Lubis<br />35. Menika Astri<br />36. Dendi Trifonius A. <br />37. Ronny Ot’tama<br />38. Adolf Paskaris <br />39. Leo Andre Sembiring<br />40. Deasy C.H Sagala<br />41. Sari Wella<br />42. Widya S. <br />43. Alexander S.<br />44. Ganesia A. Situmorang<br />45. Cintya Giska <br />46. Siti Maysarah <br />47. Chika Willy<br />48. Sabam T.<br />49. Herman S.<br />50. Evan Tri Putra<br />51. Relindo Tampubolon<br />52. A. Jefri<br />53. Hariry F. H Lubis <br />54. Ella Sagita <br />55. Vera Anastasia <br />56. Ozyana MS <br />57. Rina Aslina Lubis <br />58. Ruri Utami <br />59. Tuti Flower <br />60. Ajuan Ritonga <br />61. Astika Yuna <br />62. Robert Damanik<br />63. Wiji Setiawan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : PKP (Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian)<br />Nama<br />1. Irmayana<br />2. Sarah Fonna<br />3. Irwansyah <br />4. Pransiska <br />5. Royanti <br />6. Novia N.<br />7. Holong Hasugian<br />8. David Pakpahan<br />9. Tome Sitepu<br />10. Dahlan Sijabat<br />11. Ema Fauziah<br />12. Hamidah <br />13. Martiana <br />14. Dita Antania <br />15. Jana Putri<br />16. Yuni Yathari<br />17. Jaka R. <br />18. Erwinsyah P.<br />19. Arpan Dalimunthe<br />20. Rizky Rahmatullah<br />21. Irfandi <br />22. Mulyadi S.<br />23. A. Nurdin<br />24. Xaverius<br />25. Bambang <br />26. Roganda<br />27. M. Bin Ayub<br />28. Randy Fasa<br />29. Yessy HS <br />30. Meilani<br />31. Melpha L. Simamora<br />32. Marselia Alamanda <br />33. Yusma Dewi <br />34. Baginda Siregar<br />35. Irwansyah<br /><br /><br />Program Studi: THP (Teknologi Hasil Pertanian)<br /><br />Nama<br /><br /><br />1. Wisalini<br />2. Karina Nola Sinamo <br />3. Melly<br />4. Dodi Martuhu Manik <br />5. M. Ilham Satria<br />6. Arvita Anggraini<br />7. Vera Lase <br />8. Awang Laksamana<br />9. Dani <br />10. Heru Pramana<br />11. Gokma Siregar<br />12. Khomsanudin <br />13. Putri Julia Azmi Tanjung<br />14. Rafika Fitria Nasution <br />15. Dian <br />16. Iman Ramadan Ginting<br />17. Dapot Tua Sinaga<br />18. Netta Manurung<br />19. Fitra Yanti Situmorang <br />20. M. Yuzar Pratama<br />21. Ade Aisyah <br />22. Josua M. Silitonga<br />23. Johan Siagian<br />24. Nurhasanah<br />25. Esron Gunanta<br />26. Herman Duha<br />27. Fransiswa Ginting<br />28. Joel Silalahi <br />29. Ronal H. Sinurat<br />30. Misail Meliala <br />31. Mitha<br />32. Lely Safrida <br />33. Donald Napitupulu<br />34. Agus <br />35. Adrian Hilman<br />36. Rabbani <br />37. Vivi Sabrina<br />38. Cokro Harianja<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : Agronomi<br />Nama<br /><br />1. Marnangan T.<br />2. Raflince<br />3. Andika Wardhana<br />4. Denny Sagala<br />5. Femmy K. Wardhani<br />6. Ricky Gusti Handrian<br />7. Lenta Panjaitan<br />8. Lili Wahyuni <br />9. Wulan Devita Sari<br />10. Dwi Marsela<br />11. Monica N. Purba<br />12. Nona <br />13. Mazidah Ulfa <br />14. Rofikoh <br />15. Ari Safitri <br />16. Agustina<br />17. Astari Mitha<br />18. Dedi Mikardo Ginting<br />19. Dedi Irawan <br />20. Nicky A. <br />21. Meilisya D. Arga<br />22. Ahmad Fadli<br />23. Natalia Sianipar<br />24. Tampis<br />25. Junita Sinambela<br />26. Allen Wijaya <br />27. Eka Framio Ginting <br />28. T. Alvin<br />29. Hendra Sirait<br />30. M. Fachrozi<br />31. M. Iqbal<br />32. Puji Setiawan<br />33. Indra J.Galingging<br />34. Andi Sahputra<br />35. Sandi Gumilar <br />36. Natanael Simanjuntak<br />37. Dewi Hasibuan<br />38. Subarianto<br />39. Arjuna<br />40. Ahmad Adrianto<br />41. Sthefani Melkasari<br />42. Vira Irma Sari<br />43. Eriska Rukmana<br />44. Elfiza Chaterine<br />45. Nurnawiyah<br />46. Apandi Putra<br />47. Benni Simanjuntak<br />48. Surya Hadi<br />49. Surya Wardana<br />50. Willy A. Tambunan<br />51. Bram Arda Bangun<br />52. Dendi Pasaribu<br />53. Naik Jhon<br />54. Ireg’s Ginting<br />55. Defri Ananta<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : PET (Pemuliaan Tanaman) <br />Nama<br />1. Nida Wafiqah Nabila <br />2. Fachrina Wibowo <br />3. Rani <br />4. Berlian <br />5. Eka J.Y Sinaga<br />6. Gusman Hamdani<br />7. Ade Moriza<br />8. Koko Mardianto <br />9. Budi <br />10. Adnan Abdellah<br />11. Andri<br />12. Ferdy Harahap<br />13. Fernando Manulang<br />14. Aldebaran Raifina<br />15. Suci Apriani <br />16. Richa Silvia<br />17. Satria <br />18. Sanjos<br />19. Rapi Simbolon<br />20. Khairul Yusuf<br />21. Bayu<br />22. Dwi Yuliana<br />23. Agustina Ginting<br />24. Hadyafani<br />25. Seprianto<br />26. Fitra<br />27. Lili Wahyuni<br />28. Rizky Aulia<br />29. Erni<br />30. Philip Marpaung<br />31. Mukaroh<br />32. Indra maulana<br />33. Rozaliana<br />34. Hertince D. P<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Program Studi : Ilmu Tanah<br />Nama<br /><br />1. Arinahairunisa Lubis <br />2. Andi Arum<br />3. Hadi Wijoyo<br />4. Agustia Lydia<br />5. Mimi Handayani <br />6. Rodrik Tarigan<br />7. Sukma Triharto<br />8. Daniel Tampubolon<br />9. Daniel Tarigan<br />10. Star M.Pangaribuan <br />11. Muara Pangaribuan<br />12. Yessika Imalia Sihotang<br />13. Regina Reunike<br />14. Hery Syaputra Siregar<br />15. Gilbert Fernando Cibro<br />16. Joni Saputra Hasibuan<br />17. Rino Purba<br />18. Hanafi A.<br />19. Amanda Hasibuan<br />20. Irene Hutagalung<br />21. Rizkika Adria<br />22. Gibran Pane<br />23. Ivan Liarma Sinaga<br />24. Jaya Sipahutar<br />25. Sahala Manurung <br />26. Eko Moriye Simanungkalit<br />27. M. Fauzan Lubis<br />28. Evan Sanjaya Sipayung<br />29. Amos Simanungkalit<br />30. M. Mirza Andika<br />31. Ricky Ambarita<br />32. M. Syandri Pane<br />33. Timbul Simbolon<br />34. Inggrid Sitompul<br />35. Rita<br />36. Dian Lestari<br />37. Ruspika Situmorang<br />38. Edy R. Nadapdap<br />39. Tommy Ardiansyah<br />40. Daud Ronal Dabutar<br />41. Cristianharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-74759963694754818652010-06-03T17:32:00.002-07:002010-06-03T17:34:32.159-07:00PKM HUTAN TANAMAN RAKYATOELH : HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br />PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA<br /><br /><br />JUDUL PROGRAM :<br />PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT (HTR) SEBAGAI METODE PENGEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN<br /><br /><br /><br /><br />BIDANG KEGIATAN :<br />PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA GAGASAN TERTULIS(PKM-GT)<br /><br /><br /><br /><br />DISUSUN OLEH :<br /><br />NAMA NIM<br />Harry Kurniawan 071201001<br />Satria Fadillah 071201052<br /><br /><br />UNIVERSITAS SUMATERA UTARA<br />MEDAN<br />2007<br />HALAMAN PENGESAHAN<br /><br /><br /><br />A. JUDUL PROGRAM<br />PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT (HTR) SEBAGAI METODE PENGEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN<br /><br />B. PENDAHULUAN<br /> Latar Belakang<br />Hutan merupakan salah satu ekosistem sumberdaya alam hayati yang dapat diperbaharui, mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional dan berfungsi pula sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Oleh karena itu keberadaan hutan sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadaan seperti ini hanya dimungkinkan bila hutan dikelola secara lestari dengan mendasarkan pada karakteristik dan sistem mekanisme internal hutan sebagai ekosistem.<br />Sejalan dengan tuntutan reformasi, pengelolaan hutan dilakukan dengan menggunaka paradigma berbasis masyarakat agar diperoleh rasa kebersamaan, pemberdayaan dan keadilan, seluruh komponen masyarakat merasa memilik dan ikut menjaganya. Upaya ini dharapkan dapat menjadikan hubungan yang harmonis antara hutan, pengelola hutan, dan pemerintah. Arah yang dituju adalah semangat untuk lebih mensejahterakan masyarakat sekitar hutan, dan menjadi lebih berdaya. http://perhimpunanshorea.org/artikel<br />Pembagnunan kehutanan dipengaruhi oleh rezim politik pemerintah. Pada masa orde baru sumber daya alam termasuk di dalamnya sumber daya hutan, telah mendapat tekanan dan eksploitasi untuk menghasilkan devisa dalam rangka pebangunan nasional. Dampak dari kebijakan tersebut adalah hancurnya sumber daya dan ketidakseimbangan lingkungan seta terjadi tingkat penggundulan hutan yang sangat besar.<br /> Dampak dari pengelolaan hutan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan antara lain adalah meningkatkan kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar pertahun, dan konflik kepemilikan lahan hutan di antara pemerintah dan masyarakat lokal. <br />Saat ini, salah satu yang berkembang dan menjadi kebijakan nasional dalam rangka pengembalian dan peningkatan fungsi hutan adalah program hutan tanaman rakyat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. HTR merupakan salah satu alternatif dalam mendukung revitalisasi sektor kehutanan yang perlu dipercepat untuk meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan (pro-growth, pro- job, pro-poor). <br /> Departemen Kehutanan telah mengalokasikan hutan produksi tidak produktif untuk usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 5,4 juta ha. Hutan produksi tersebut tersebar di 8 Propinsi yang ada di 102 Kabupaten di daratan Sumatera dan Kalimantan. Pemerintah melibatkan 360.000 kepala keluarga dengan luasan 15 hektar per kepala keluarga dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). (Seminar)<br /><br /><br /><br /><br /><br />Perumusan Masalah<br /> Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2005 penduduk Indonesia berjumlah 219,9 juta jiwa, sekitar 48,8 juta jiwa atau 22% tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dari data tersebut Pemerintah telah mencoba melakukan perubahan paradigma dalam pengurusan dan pengelolaan hutan yang lebih seimbang antara kepentingan ekonomi, ekologi, sosial dan budaya masyarakat sekitar hutan, yang semula dipandang seagai ancaman terhadap kelestarian hutan mulai dilihat sebagai potensi atau asset yang dapat menjaga keestarian hutan.<br /> Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses untuk meningkatkan aspek dan kemampuan masyarakat, terutama pedesaan dan yang terpinggirkan menuju keswadayaan dan kemandirian. Proses pemberdayaan bertumpu pada upaya penyadaran (conscientization), peningkatan kapasitas (capacity building) self organization, akses kepada sumber daya, serta pengembangan kemampuan advokasi, yang diharapkan secara bertahap mampu menginisiasi perubahan yang mendasar dalam tata kehidupan.<br /> Pemberdayaan masyarakat yang dalam kelompoknya berorientasi pada collective – self – empowerment mempunyai sasaran ganda antara lain :<br />1. Meningkatkan keswadayaan masyarakat untuk keluar dari belenggu rantai ketertinggalan <br />2. Mendorong perubahan intuisi dan kebojakan public yang mempengaruhi kehidupan mereka. <br />Pemberdayaan masyarakat yang dibarengi dengan good governance inilah yang diharapkan berperan strategis dalam menggempur ketertinggalan tersebut.<br /> Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode 2010-2014, Koperasi dan UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan structural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbukannya.(seminar) <br /><br />Tujuan dan manfaat<br />Tujuan:<br />1. Mengendalikan tekanan penduduk terhadap hutan<br />2. Perlindungan yang lebih baik pada system ekologi di daerah hulu<br />3. Pengurangan laju deforstasi dan degradasi lahan<br />4. Mengurangi laju aliran permukaan<br />5. Perbaikan kondisi iklim mikro<br />6. Mengurangi isi co2<br />7. Perbaikan struktur tanah<br /><br />Manfaat:<br />1. Meningkatkan ketersediaan kayu untuk (industry, konstruksi, sumber energi), pangan, pakan ternak, dan pupuk hijau.<br />2. Meningkatkan nilai produksi lahan dengan diversifikasi tanaman (tanaman hutan, pangan, dan hortikultura).<br />3. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan ruang hidup biologis yang efektif dan efisien.<br />4. Potensi karbon yang dapat diperdagangkan sebanyak 2 % setara 125 juta ton Co2 dengan asumsi haraga CER (certified emission reduction) di pasar Internasional sebesar 6 $ AS/ton CO2, maka nilai ekonomi diperoleh sekitar 750 juta % AS dari transaksi penjualan periode komitmen I(2008-2012). CER adalah bentuk pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dari proyek MPB yang disertifikasi. <br /><br /><br /><br />TELAAH PUSTAKA<br />Lahan krisis di daerah Toba pada dasarnya dapat dikembangkan menjadi HTR ( Hutan Tanaman Rakyat ). Program HTR bertujuan untuk menghijaukan tanah-tanah gersang di Toba sekaligus memperluas basis bahan baku industri pulp Porsea, TPL ( PT Toba Pulp ).<br />HTR merupakan pembangunan hutan ekaliptus ( hutan lestari ) di lahan masyarakat dengan prinsip kerjasama saling menguntungkan. Masyarakat cukup menyediakan lahan tidak produktif minimun dua hektar di lokasi yang memiliki akses jalan untuk ditanami hutan lestari untuk jangka waktu 14 tahun. Selanjutnya, TPL-lah yang bertanggung jawab membangun hutan lestari itu, mulai dari persiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan hingga penebangan termasuk bimbingan teknis.<br />Selama proses pembangunan itu para pemilik lahan mendapat prioritas menjadi mitra kerja atau menjadi pekerja dengan upah standar. Waktu panen pada usia tujuh tahun, pemilik lahan memperoleh bagian 40 persen dan seluruh hasilnya dijual kepada TPL berdasarkan harga yang ditetapkan oleh Gubernur. Misalnya, jika produksi per hektar mencapai 200 ton maka pemilik lahan memperoleh bagian 80 ton dan apabila harga per ton mencapai Rp: 37.500 maka pemilik lahan mengantongi Rp: 3 juta per hektar. Nilai yang dipeoleh TPL dari bagian 60 persen diinvestasikan kembali untuk membiayai penanaman kembani untuk daur selanjutnya.<br />Untuk itu, jarak HTR dengan pabrik di Porsea tidak melampaui 80 kilometer untuk menghemat biaya angkut dan karena itu kabupaten-kabupaten Tobasa, Taput, Humbang Hasundutan, Samosir dan Simalungun dengan potensi lahan lebih dari 7.000 hektar diprioritaskan. http://www.bainfokomsumut.go.id/detail.php?id=201<br />HTR adalah program Departemen Kehutanan yang digagas tahun 2007. Selain untuk merehabilitasi lahan kritis dan tidak produktif di kawasan hutan, program itu juga bertujuan memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar hutan.<br />Masyarakat diberi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) HTR di suatu kawasan oleh Bupati atas nama Menteri Kehutanan.<br />Masyarakat dapat menanam, memelihara, dan memetik hasil hutan dari pohon yang mereka tanam di kawasan HTR. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu HTR itu berlaku selama 60 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 35 tahun. Tanaman pokok yang ditanam di HTR antara lain meranti, keruing, jati, sengon, sonokeling, akasia, durian, mahoni, dan kemiri.<br />Di sela tanaman pokok dapat ditanami tanaman sela (tumpang sari), seperti jagung atau padi, untuk menambah pendapatan. Dengan adanya izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu HTR, masyarakat memiliki jaminan hukum dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. ”HTR sekaligus dapat menjadi program terobosan dalam mengurangi lahan kritis. http://www.greencitizenindonesia.com/2009/07/dibangun-1744-hektar-hutan-tanaman.html<br />Sengon merupakan pohon serba guna atau memiliki beragam manfaat dari semua bagian pohonnya, mulai dari daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkannya untuk beragam keperluan. Selain itu, saat ini sengon menjadi salah satu pohon alternative yang dapat ditanam secara ekstensif umtuk tujuan rehabilitasi lahan-lahan marginal.<br />Sengon merupakan pohon yang sangat cocok untuk dibudidayakan, baik dalam skala besar (Hutan Tanaman Industri) maupun dalam skala kecil (Hutan Rakyat). Peluang mengusahakan sengon dalam skala besar atau kecil semakin terbuka lebar mengngat permintaan ekspor yang kian meningkat dan para pengusaha dalam negeri pun masih terus mengeluh tentang kurangnya bahan baku kayu.<br />Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menanam sengon adalah sebagai berikut:<br />1. Masa masak tebang relative pendek<br />2. Pengelolaan relative mudah<br />3. Persyaratan tempat tumbuh tidak rumit<br />4. Kayunya serba guna<br />5. Permintaan pasar terus meningkat<br />6. Membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas tanah (Siregar, 2008)<br /><br /><br /><br />METODE PENULISAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ANALISIS DAN SINTESIS<br /><br /><br />Dengan adanya Hutan Tanaman Rakyat yang dikelola dengan baik<br /><br /><br /><br />Hutan tanaman sengon monokultur maupun campuran perlu dikembangkan di daerah lahan yang kritis dan lahan yang terbuka, karena bermanfaat untuk memasok bahan baku kayu yang kekurangannya cukup besar, memberikan lapangan pekerjaan, dan secara tidak langsung dapat mengurangi kerusakan hutan alam, serta memperbaiki lingkungan hidup. Agar masyarakat tertarik untuk mengebangkan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), insentif dan kemudahan perlu diberikan oleh pemerintah.<br /><br />Rehabilitasi hutan tidak mungkin menghindari masyarakat, masyarakat harus dilibatkan secara aktif. Pemerintah menyadari kondisi tersebut. Oleh karena itu, sejak UU No.41/1999 keberpihakan kepada masyarakat dalam mengelola hutan dimulai dengan pemerintah menggulirkan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P23/Menhut-II/2007, yang dimaksud Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan.<br />Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) diarahkan bagi pegembangan perekonomian desa dan pengentasan kemiskinan melalui pengolahan lahan dala kawasan hutan produksi oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelembagaan koperasi. Melalui koperasi dapat memperoleh keuntungan ekonomi berupa peningkatan skala usaha, pemasaran hasil produksi anggota, pengadaan barang dan jasa, fasilitas kredit/pinjaman serta keuntungan sosial berupa keuntungan berkelompok, pendidikan, dan pelatihan dan program sosial lainnya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKAharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-17709628042219645312010-06-03T17:32:00.001-07:002010-06-03T17:32:48.150-07:00AGROFORESTRYNama : Harry Kurniawan<br />NIM : 071201001<br />Program Studi : Manajemen Hutan <br />Mata Kuliah : Agroforestri<br />Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Yunasfi, M.Si.<br /><br />Pertanyaan: Apakah dalam sistem pengelolaan lahan agroforestri dapat terjadi suksesi? Jelaskan! Jika ya termasuk suksesi apa?<br /><br /> Menurut saya, pengelolaan lahan secara agroforestri dalam prosesnya dapat terjadi suksesi dengan jenis suksesi skunder. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan (P.K.R. Nair). <br />Dalam pembentukan model agroforestri ada yang mementingkan sisi kehutanan dan sisi pertanian atau peternakan, pada model yang mementingkan sisi kehutanan maka dalam prosesnya tanaman kehutanan dibiarkan agar tumbuh optimal, sedangkan tanaman pertanian sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja tanpa memperhitungkan nilai ekonomi nya. Dengan adanya proses yang sedemikian rupa, maka komunitas tumbuhan akan terbentuk dengan sendirinya, mulai dari semak dan tumbuhan liar lainnya yang merupakan proses menuju suksesi klimaks agar pertumbuhan tanaman kehutanan optimal.<br />Biasanya peladang berpindah hanya mengolah lahannya selama setahun, dan setelah itu mereka mencari dan membuka ladang baru. Lahan yang ditinggalkan akan mengalami perkembangan (suksesi) dan umumnya ladang tersebut menjadi milik umum (tribe) . Di ladang biasanya ditanami berbagai tanaman musiman seperti jagung dan padi ladang. Luas ladang per kepala keluarga biasanya mencapai satu hektar.Masa pemberaan lahan memberikan variasi umur pada setiap lahan. Umur lahan memengaruhi proses perubahan alami dan terarah yang teramati dari komposisi vegetasi, yang dikenal dengan istilah suksesi (Barbour et al., 1999). <br />Sistem agroforestri yang dapat memicu terjadinya suksesi sekunder adalah sistem agroforestri kompleks. Menurut Sardjono dkk (2003), sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menerap yang melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka ragam jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Penciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder.<br />Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila masa bera berlangsung cukup lama, maka struktur komunitas dan komposisi vegetasi yang terbentuk bisa mendekati stuktur dan komposisi hutan alami. Pada awalnya lahan yang diberakan akan membentuk belukar dan jika terus dibiarkan akan kembali menjadi hutan. Namun, petani seringkali membuka belukar tetapi tidak untuk dijadikan ladang kembali,melainkan untuk dijadikan agroforest, sawah, atau perkebunan. Salah satu contoh agroforest adalah agroforest karet, dengan tanaman utama adalah karet. Karet ditanam di ladang setelah penanaman padi dan tumbuh bersama jenis-jenis lainnya. <br />Beberapa tipe lahan memiliki berbagai fungsi ekologis, terutama dalam menyimpan keanekaragaman hayati. Belukar merupakan lahan yang diberakan dan mengalami suksesi dengan masuknya jenis-jenis tumbuhan secara alami mulai dari komponen pionir hingga suksesi lanjut. Begitu juga dengan agroforest karet, proses pembuatan agroforest karet yang memiliki masa bera selama 8-10 tahun, mampu menumbuhkan jenis-jenis tumbuhan liar di sela-sela pohon karet. Beberapa penelitian yang dilakukan seperti penelitian Michon dan de Foresta (1995), menyatakan bahwa agroforest karet bisa menyerupai vegetasi hutan karena jenis tumbuhan selain karet dibiarkan hidup dan menampung jenis-jenis yang berasal dari hutan. Selain itu, van Noordwijk et al. (2008) menambahkan bahwa keanekaragaman jenis anakan pohon di agroforest dapat mendekati keanekaragaman pohon di hutan. <br />Nama : Satria Fadillah<br />NIM : 071201052<br />Program Studi : Manajemen Hutan <br /><br />Soal :<br />Apakah agroforestri terdapat proses suksesi? Mengapa?<br /><br />Jawab :<br />Secara ekologis perkembangan agroforestri damar (Repong damar) mempunyai tahapan suksesi hutan alam dengan segala keuntungan ekologisnya, seperti perlindungan tanah, evolusi hutan mikro dan sebagainya. Ditinjau dari segi teknis budidaya, tahap-tahap penanaman tanaman produktif dimulai dari tanaman subsistem sampai tanaman jangka panjang, berikut perawatannya, sengaja atau tidak oleh petani, ternyata berlangsung dalam kondisi ekologis yang sesuai dan saling mendukung satu dengan yang lainnya. Sehingga proses-proses produksi yang terkait dalam seluruh tahapan pengembangn repong damar dapat membuahkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.<br />Jadi dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan agroforestri ini pada beberapa sistem dapat terjadi suksesi skunder, yakni dengan mementingkan tanaman kehutanan dibandingkan tanaman pertanian.<br />Suksesi tumbuhan adalah penggantian suatu komunitas tumbuh-tumbuhan oleh yang lain. Hal ini dapat terjadi pada tahap integrasi lambat ketika tempat tumbuh mula-mula sangat keras sehingga sedikit tumbuhan dapat tumbuh diatasnya, atau suksesi tersebut dapat terjadi sangat cepat ketika suatu komunitas dirusak oleh suatu faktor seperti api, banjir, atau epidemi serangga dan diganti oleh yang lain<br />Tansley (1920) mendefinisikan suksesi sebagai perubahan tahap demi tahap yang terjadi dalam vegetasi pada suatu kecendrungan daerah pada permukaan bumi dari suatu populasi berganti dengan yang lain. Clements (1916) membedakan enam sub-komponen : (a) nudation; (b) migrasi; (c) excesis; (d) kompetisi; (e) reaksi; (f) final stabilisasi, klimaks. Uraian Clements mengenai suksesi masih tetap berlaku. Bagaimanapun sesuatu mungkin menekankan subproses yang lain, contohnya perubahan angka dalam populasi merubah bentuk hidup integrasi atau perubahan dari genetik adaptasi populasi dalam aliran evolusi.<br />Suksesi primer terjadi bila komunitas asal terganggu. Gangguan ini mengakibatkan hilangnya komunitas asal tersebut secara total sehingga di tempat komunitas asal, terbentuk habitat baru. Suksesi sekunder terjadi bila suatu komunitas atau ekosistem alami terganggu baik secara alami atau buatan dan gangguan tersebut tidak merusak total tempat tumbuh organisme sehingga dalam komunitas tersebut substrat lama dan kehidupan masih ada.<br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />POHON DADAP (Erythrina variegate)<br /><br />Pohon yang berukuran sedang, mencapai tinggi 15–20 m dan gemang 50–60 cm. Bagian kulit batang yang masih muda dan halus bergaris-garis vertikal hijau, abu-abu, coklat muda atau keputihan; batang biasanya dengan duri-duri tempel kecil (1–2 mm) yang berwarna hitam. Tajuknya seru payung atau membulat renggang, menggugurkan daun di musim kemarau.<br />Dadap kerap dipakai sebagai pohon peneduh di kebun-kebun kopi dan kakao, atau pohon rambatan bagi tanaman lada, sirih, panili, atau umbi gadung. Juga baik digunakan sebagai tiang-tiang pagar hidup. Di wilayah Pasifik, dadap dimanfaatkan sebagai penahan angin. <br /><br /> <br /> Gambar Pohon Dadap<br /><br /><br /><br />Klasifikasi ilmiah : <br />Kerajaan: Plantae<br /><br />Divisi: Magnoliophyta<br /><br />Kelas: Magnoliopsida<br /><br />Ordo: Fabales<br /><br />Famili: Fabaceae<br /><br />Upafamili: Faboideae<br /><br />Bangsa: Phaseoleae<br /><br />Genus: Erythrina<br /><br />Spesies: E. variegataharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-4925538725649958862010-06-03T17:28:00.000-07:002010-06-03T17:31:30.822-07:00LAPORAN AHIR PRAKTIKUM KLIMATOLOGI HUTANOLEH HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Udara adalah komponen terpenting bagi semua makhluk hidup. Udara juga merupakan salah satu yang berhubungan dengan suhu. Suhu dapat diukur dengan alat pengukur suhu. Dalam pengukuran suhu, pengambilan data suhu yang benar sangatlah penting. Suhu yang sering dipergunakan adalah suhu udara atau suhu tanah, sedangkan suhu yang merupakan benar-benar mempengaruhi pertumbuhan tanaman itu sendiri (Lakitan, 2002).<br /> Secara meteorolgi suhu udara biasanya diukur dalam sangkar cuaca. Dalam situasi ini, yang diukur adalah suhu massa udara setinggi 1,5 meter dari permukaan tanah. Suhu tanaman juga dapat berubah. Disamping terjadinya perubahan suhu tanaman, suhu permukaan tanah juga berubah. Perubahan suhu udara juga ditentukan oleh sudut letak daun terhadap radiasi surya yang akan menentukan energi yang diserap oleh daun tersebut. Disamping itu, pengukuran suhu daun dapat dilakukan dengan radiasi meter infra merah atau penyusup antara termokopel ke dalam daun (Guslim, 2007).<br /> Pengaruh suhu terhadap makhluk hidup sangatlah besar, terutama dalam kegiatannya. itu artinya tumbuhan tidak akan tumbuh dengan baik bila syarat-syaratnya tidak dipenuhi. Dengan suhu tinggi, benih akan melakukan metabolisme lebih cepat. Benih yang ditanam pada dataran tinggi maka daya kecambahnya akan turun. Jadi, pada tanaman juga ada suhu maksimun dan optimum yang diperlukan (Kartasapoetra, 2003).<br /> Berarti suhu dan udara merupakan hal yang sangat penting bagi makhluk hidup dan juga suhu itu merupakan karakteristik inherent dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi, sehingga panas suatu benda akan dialirkan, maka suhu benda tersebut akan mengikat (Lakitan, 2002).<br /><br /><br />Tujuan <br /> Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui fluktuasi suhu dan kelembapan udara pada permukaan aspal, parking blok, dan padang rumput.<br /> <br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Formasi suhu udara dan suhu tanah merupakan jumlah energi yang dipancarkan dari matahari. Sebagian besar mencapai permukaan tanah dipantulkan ke udara yang meningkatkan suhu udara dan sisanya diabsorbsi kedalaman tanah untuk meningkatkan suhu tanah. Jumlah panas yang mengakibatkan kenaikan suhu udara atau dinyatakan sebagai neraca jumlah panas dalam proses-proses sebagai berikut yaitu : <br />a. Jumlah panas yang bertambah atau hilang akibat perbedaan suhu antara permukaan tanah dan lapisan udara dipermukaan tanah.<br />b. Jumlah panas dan hilang akibat penguapan dan presipitasi dipermukaan tanah.<br />c. Jumlah panas yang disalurkan didalam tanah melalui permukaan tanah.<br />Naik turunnya suhu udara dipermukaan tanah atau naiknya turunnya suhu tanah, ditentukan oleh peningkatan dan pengurangan komponen-komponen tersebut. Distribusi dan variasi suhu udara adalah suhu yang diukur dengan termometer dalam sangkar meteorologi (1.20 – 1.50 m diatas permukaan tanah). Makin tinggi elevasi pengamatan diatas permukaan laut, maka udara makin rendah. Selisih antara suhu antara suhu maksimun dan minimum. Pada variasi suhu udara harian disebut selisih harian dan selisih antara suhu maksimum dan minimum pada variasi tahunan disebut selisih tahunan (Sosrodarsono, 2006).<br /> Suatu benda terasa panas jika dalam proses sentuhan tersebut energi atau panas akan mengalir dari benda tersebut kebagian tubuh yang berkontak langsung dengan benda tersebut. Sebaliknya jika panas atau energi mengalir dari tubuh manusia kesuatu benda yang disentuh, maka benda tersebut akan tersebut akan terasa dingin. Dengan demikian, panas atau dinginnya suatu benda dalam kasus ini sama ditentukan oleh kondisi termal dari permukaan tubuh manusia tersebut (Lakitan, 2002).<br /> Pengaruh suhu terhadap makhluk hidup sangat besar sehingga pertumbuhannya sangat tergantung pada keadaan suhu, terutama dalam kegiatannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu dipermukaan bumi antara lain:<br />1) Jumlah radiasi yang diterima pertahun, perbulan, perhari, dan permusim.<br />2) Pengaruh daratan atau lautan.<br />3) Pengaruh ketinggian tempat.<br />4) Pengaruh angin secara tidak langsung misalnya, angin yang membawa panas dari sumbernya secara horizontal.<br />5) Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer.<br />6) Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutupi vegetasi yang mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi.<br />7) Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi.<br />8) Pengaruh sudut datang sinar matahari, sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring<br />Seluruh makhluk hidup dikelilingi oleh suhu dan udara. Bahkan organisme seperti yang terdapat dalam tanah yang kelihatannya terdapat pada medan lain. Sebenarnya terdapat dalam air dan udara. Organisme didalam tanah yang terdapat dalam ruangan antar partikel-partikel tanah. Dari antara kedua hal ini yakni air dan udara, masing-masing sel individu dari organisme diudara hanya bisa aktif bila dalam keadaan lembab (Kartasapoetra, 2002).<br /> Uap air terdapat diatmosfer dalam jumlah yang selalu berubah-ubah, tergantung pada perubahan-perubahan pemanasan dipermukaan bumi. Selain itu, uap air mempunyai sifat terjadinya partisipasi menyerap radiasi sinar sehingga akan menentukan cepatnya kehilangan panas dari bumi dan seandainya juga akan mengatur temperatur. Semakin besar jumlah uap air dalam satuan energi potensial yang lahir dan tersedia dalam atmosfer yang merupakan sumber asal terjadinya hujan angin. Jadi, dapat menentukan apakah udara itu kekal atau tidak (Guslim, 2007).<br /> Pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran diberbagai tempat pada dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan diukur suhunya kea lat pengukur suhu. suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu setelah terjadi kesetaraan, suhu antara benda yang diukur tersebut dengan alat pengukur suhu. Jadi, bukan suhu benda pada saat sebelum terjadi kontak antara benda yang akan diukur tersebut dengan alat pengukur. Alat pengukur suhu disebut thermometer. Termometer pada dasarnya merupakan instrumen yang terdiri dari bahan yang perubahan sifat fisiknya, karena perubahan suhu dapat mudah diukur. Sifat fisik yang berubah tersebut dapat berupa perubahan volume gas, pemuaian logam, perubahan daya hantar listrik atau sifat-sifat fisik lainnya. Masing-masing jenis termometer akan mempunyai skala yang berbeda. Oleh sebab itu, perlu dikalibrasi dengan termometer yang dijadikan patokan (standar). Termometer yang dijadikan patokan adalah termometer tahanan platina (Platinum Resistance Thermometer) atau IPTS-68 (Lakitan, 2002).<br /> Secara meteorologi suhu udara biasanya diukur dalam sangkar cuaca. Dalam situasi ini, yang diukur adalah suhu massa udara setinggi 1.5 meter. Tetapi tanaman menerima radiasi langsung dari cahaya matahari sehingga berbeda dari suhu sangkar cuaca. Suhu tanaman mungkin lebih tinggi dari suhu sangkar cuaca. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari penguapan sejumlah air, dari pemindahan panas secara konveksi, angin dan pantulan. Disamping terjadinya perubahan suhu tanaman, suhu permukaan tanah juga berubah. Apabila transpirasi berlangsung terus-menerus, suhu permukaan daun tidak akan berubah. Perubahan suhu udara juga ditentukan oleh sudut letak daun terhadap radiasi surya yang akan menentukan jumlah energi yang diserap oleh daun tersebut. Pengukuran suhu daun dapat dilakukan dengan radiometer inframerah atau penyisipan termokopel kedalam daun (Guslim, 2007).<br /> <br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu Dan Tempat<br /> Adapun praktikum yang berjudul “Pengukuran Suhu Dan Kelembaban Udara Pada Berbagai Tempat” dilaksanakan pada hari Sabtu, 7 Febuari 2009 pukul 15.00 wib sampai dengan selesai, dilakukan di padang rumput, parking blok, dan permukaan aspal yang berada didekat gedung Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Alat Dan Bahan<br /> Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah<br />1. Termometer air raksa untuk mengukur suhu udara<br />2. Benang untuk mengikat kapas pada termometer<br />3. Tali rafia untuk mengikat termometer pada tiang penyangga<br />4. Pipet tetes untuk menetesi alkohol pada kapas<br />5. Tiang penyangga untuk tempat termometer digantung<br />6. Stopwatch untuk menghitung waktu suhu<br />7. Payung untuk melindungi dari sinar matahari<br />Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah<br />1. Kapas untuk menutupi termometer<br />2. Aquades untuk menetesi ke termometer<br />3. Tabel RH untuk menghitung kelembapan udara diberbagai tempat<br /><br />Prosedur <br />1. Disiapkan alat dan bahan<br />2. Diikat paying keatas tiang penyangga<br />3. Dibungkus kedua termometer dengan kapas oleh benang lalu salah satu termometer ditetesi aquades<br />4. Diikat kedua thermometer tersebut kedalam tiang penyangga sepanjang 1.5 meter diatas permukaan tanah.<br />5. Dilihat berapa suhu yang ada pada thermometer selang 10 menit selama 30 menit<br />6. Diukur suhu thermometer tersebut dengan menggunakan tabel sebagai berikut<br />Contoh : Tabel suhu dan kelembaban udara<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 <br />10 <br />20 <br />30 <br />Rata-rata <br /><br />7. Dibuat grafik dari masing-masing tempat dengan pengukuran suhu (oC) dan RH (%).<br /> <br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil <br /> Adapun hasil dari praktikum ini didapat dalam bentuk tabel pengukuran suhu dan kelembapan udara serta dalam bentuk grafik yang terlampir dibuku ini. Berikut ini adalah hasil yang merupakan tabel<br /> Tabel 1. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Padang Rumput<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 35 34 93 35<br />10 33 27 61 33<br />20 33 26 56 33<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 33.5 28.25 66.5 33.5<br /><br /> Tabel 2. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Parking Blok<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 34 32 56 34<br />10 32 26 61 32<br />20 32 26 61 32<br />30 32 26 61 32<br />Rata-rata 32.5 27.5 67.25 32.5<br /><br /> Tabel 3. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Permukaan Aspal<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 35 34 93 35<br />10 33 27 61 33<br />20 33 26 56 33<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 33.5 28.25 66.5 33.5<br /><br />Hasil grafik terlampir dalam bentuk kertas grafik.<br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan <br /> Dari hasil pengukuran suhu dan kelembapan udara pada berbagai tempat dapat dinyatakan bahwa diberbagai tempat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dibuktikan dari pengukuran yang telah dilakukan dipadang rumput, diparking blok, dan dipermukaan aspal.<br /> Pada pengukuran suhu dipadang rumput, dipengaruhi oleh banyaknya rerumputan sehingga radiasi sinar matahari banyak diserap oleh tumbuhan. Pada pengukuran suhu diparking blok dan dipermukaan aspal menjadi meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur dari Lakitan (2002) yang menyatakan bahwa pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran diberbagai tempat pada dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan diukur yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu setelah terjadi kesetaraan. Dengan suhu antara benda yang diukur tersebut pada alat pengukur suhu.<br /> Dan juga pada daerah padang rumput, suhu dipadang rumput memiliki suhu rata-rata lebih tinggi dibandingkan pada suhu rata-rata dipermukaan aspal dan parking blok. Hal ini disebabkan karena pada siang hari suhu permukaan tanah akan lebih tinggi dibandingkan suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam. Akibatnya suhu pada lapisan tanah yang lebih dalam suhu dipadang rumput lebih panas, ini disebabkan karena permukaan tanah. Permukaan tanah akan menyerap radiasi matahari secara langsung sehingga menaikkan suhu disekitarnya. Hal ini sesuai dengan literatur dari Housenbuiller (2000) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi suhu juga sangat erat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan udara dalam berbagai hubungan yaitu :<br />1. Pengaruh tanah dan air, semakin banyak jumlah uap air baik diudara maupun didalam tanah, maka kelembapan akan semakin tinggi.<br />2. Ada atau tidaknya vegetasi, semakin rapatnya jarak antara vegetasi maka kelembapan makin tinggi, namun suhu akan menjadi sangat rendah.<br />3. Pengaruh ketinggian tempat, semakin tingginya suatu tempat maka suhu ditempat tersebut akan semakin rendah dan kelembapan udara semakin tinggi.<br />4. Pengaruh aktivitas manusia dipersemaian terbuka.<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. Perbandingan suhu antara suhu dipadang rumput, permukaan aspal dan diparking blok yaitu, 33.5o : 32.15 o : 32.5 o<br />2. Perbandingan kelembapan udara dipadang rumput, permukaan aspal dan diparking blok yaitu, 66.5% : 63% : 67.25%<br />3. Gas CO2 sangat berpengaruh dalam peningkatan suhu maupun peningkatan kelembapan udara<br />4. Perubahan pancaran sinar radiasi keberbagai tempat akan mengakibatkan perubahan suhu<br />5. Tumbuhan mampu menyerap cahaya matahari selain untuk melakukan proses fotosintesis, juga dapat mengakibatkan suhu disekitarnya berkurang atau menjadi stabil<br />6. Kelembapan didaerah yang tumbuh-tumbuhannya banyak lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kering<br /><br />Saran<br /> Dalam melakukan praktikum, sebaiknya para praktikan harus lebih memerhatikan termometer yang dipasang pada tiang penyangga, agar tidak terlewatkan dalam melihat suhu yang akan diukur.<br /> <br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Suhu merupakan karakteristik inherent, dimiliki oleh suatu benda yang berhubungan dengan panas dan energi. Jika panas dialirkan pada suatu benda, maka suhu benda tersebut akan meningkat, sebaliknya suhu benda tersebut akan turun jika benda yang bersangkutan kehilangan panas. Akan tetapi, hubungan antara satuan panas (energi) dengan satuan suhu tidak merupakan suatu konstanta, karena besarnya peningkatan suhu akibat penerimaan panas dalam jumlah tertentu akan dipengaruhi oleh daya tampung panas (heat capacity) yang dimiliki oleh benda penerima tersebut (Lakitan, 2002).<br /> Suhu pada ketinggian yang berbeda bervariasi dengan menyolok, demikian pula pada waktu yang berlainan , dan rata-rata meteorologist. Oleh karena itu, tidak banyak berarti bagi ahli-ahli ekologi untuk memberikan semacam gambaran yang lengkap mengenai iklim suhu seperti yang berpengaruh terhadap tumbuhan, pelacakan dapat di peroleh secara sinkron pada masing-masing tingkat atau lapisan vegetasi dan tanah yang diserbu oleh akar. Dalam pekerjaan yang rumit yang misalnya melibatkan permukaan atau jaringan internal daun-daun, digunakan alat pengukur perbedaan suhu (thermocouple), sedangkan untuk penentuan suhu kira-kira pada permukaan yang keras, serutan parafin dengan titik lebur yang berbeda adalah cukup baik (Daldjoeni, 1986).<br /> Kandungan uap air udara di daerah tropik biasanya lebih besar daripada di daerah iklim sedang. Dekat khatulistiwa, terdapat variasi musiman yang kecil dalam tekanan uap dan kelembaban relative selalu di atas 80 persen. Tekanan uap menurun dengan ketinggian. Perbedaan utama antara massa udara di daerah tropik biasanya adalah kelembaban. Kandungan uap air udara yang besar dan variasi suhu harian yang besar menyebabkan pembentukan embun menjadi sesuatu yang umum bagi banyak daerah tropik. Evaporasi embun sedikit mengawetkan lengas tanah tetapi pengaruh embun yang lebih besar adalah dalam menciptakan kondisi yang cocok bagi perkembangan berbagai penyakit tumbuhan. Selama musim hujan, suatu taksiran yang mendekati untuk evapotranspirasi dari suatu tanaman yang tidak kekurangan air dinyatakan dengan kesetaraan air pada penyinaran bersih siang hari. Bagaimanapun, evapotranspirasi tergantung pada pemindahan uap air dari tanaman maupun pada energi yang tersedia (Tohari, 1999).<br /> Elemen-elemen iklim yang paling utama adalah sinar matahari, temperatur, kelembaban, dan angin. Dapat juga ditambahkan dengan tekanan atmosfer yang secara khusus penting dalam penentuan karakteristik variable/ elemen lainnya. Tekanan atmosferlah yang menentukan sampai pada suatu tingkatan tertentu, arah dan kecepatan anginlah yang menggerakkan massa udara yang berbeda temperature dan kalembabannya dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sementara pergerakan udara umumnya terjadi pada arah horizontal, terdapat juga pergerakan naik turun (Andani, 1995).<br /><br /><br />Tujuan<br /> Adapun tujuan dari praktikun ini adalah :<br />- Untuk mengetahui fluktuasi suhu dan kelembaban udara pada tegakan mahoni (Swietenia mahagoni)<br />- Untuk mengetahui fluktuasi suhu dan kelembaban udara pada tegakan jati ( Tectona grandis)<br />- Untuk mengetahui fluktuasi suhu dan kelembaban udara pada tegakan sawit (Elaeis guineensis)<br /><br /> <br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala tertentu dengan menggunakan thermometer. Satuan suhu yang biasa digunakan adalah derajat Celcius (oC), sedangkan di Inggris dan beberapa Negara lainnya dinyatakan dalam derajat Fahrenheit (oF). oC = 5/9 (oF-32o) dan oF = 9/5(oC) + 32o. Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi antara lain:<br />1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim.<br />2. pengaruh daratan atau lautan. <br />3. pengaruh ketinggian tempat<br />4. pengaruh angina secara tidak langsung<br />5. pengaruh panas laten<br />6. penutup tanah<br />7. tipe tanah<br />8. pengaruh sudut dating sinar matahari.<br />Pengaruh suhu terhadap makhluk hidup sangat besar sehingga pertumbuhannya sangat bergantung padanya, terutama dalam kegiataanya. Contoh, tanaman memerlukan suhu tertentu, artinya tanaman itu tidak akan tumbuh dengan baik bila syarat-syaratnya tidak dipenuhi. Pengaruhnya pada proses pematangan buah adalah makin tinggi suhu makin cepat matang. Dengan suhu yang tinggi, benih akan melakukan metabolisme lebih cepat. Benih yang dibiarkan atau ditanam pada dataran atau tanah tinggi maka daya kecambahnya akan turun. Jadi, pada tanaman juga ada suhu maksimum dan suhu optimum yang diperlukannya. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi dimana suatu tanaman masih dapat tumbuh. Suhu minimum adalah suhu terendah dimana tanaman masih dapat hidup, sedangkan suhu optimum adalah suhu yang terbaik yang dibutuhkan tanaman dimana proses pertumbuhannya dapat berjalan lancar (Kartasapoetra, 2004).<br /> Suhu mempunyai arti yang vital, karena suhu menentukan kecepatan reaksi- reaksi dan kegiatan-kegiatan kimiawi yang mencakup kehidupan. Mintakat besar vegetasi dunia, seperti mintakat-mintakat menurut ketinggian, terutama bergantung pada suhu dan untuk mudahnya kita membedakan tumbuhan yang megaterm (tumbuhan yang menyukai habitat yang panas), mikroterm (tumbuhan yang menyukai habitat yang dingin), dan mesoterm (tumbuhan yang menyukai habitat diantara kedua habitat tersebut). Tumbuhan yang berbeda teradaptasi secara berbeda-beda terhadap keadaan suhu yang menyangkut minimum, optimum, dan maksimum untuk hidupnya secara keseluruhan demikian pula untuk komponen-komponen fungsi fisiologinya, kendati suhu sebenarnya dapat berubah dengan variasi pada kondisi yang berbeda dan menurut keadaan tumbuhan(dan tentu saja juga berbeda-beda pada tumbuhan yang berlainan) ( Daldjoeni, 1986).<br /> Suhu udara di daerah tropic terutama dikendalikan oleh penyinaran. Perbedaan-perbedaan suhu antara massa udara biasanya kurang penting. Ini mempunyai dua akibat. Pertama, perubahan-perubahan suhu harian lebih besar daripada perubahan-perubahan suhu tahunan. Memang, daerah tropic didefenisikan secara klimatologi sebagai suatu daerah dimana variasi suhu hariannya melebihi variasi suhu tahunan. Kedua, suhu seperti penyinaran matahari, cenderung relative seragam untuk daerah-daerah luas. Tinggi tempat merupakan factor utama yang mengubah keseragaman panas ini. Suhu rata-rata berkurang dengan pertambahan tinggi dengan laju rata-rata kira-kira 0,6o C/ 100 meter. Suhu yang dibicarakan sampai saat ini adalah yang diukur dengan kasa meteorology baku, biasanya pada ketinggian 1,22 meter. Walaupun demikian, suhu berubah secara cepat dibawah ketinggian ini karena pertukaran energi yang besar yang terjadi pada permukaan tanaman atau tanah. Oleh karena itu, untuk mendapatkan uraian lingkungan yang memadai, kita harus memperhatikan suhu udara (Tohari, 1999).<br /> Fungsi tanaman yang normal tergantung dari pengendali reaksi biokimia yang baik, dan salah satu pengendalai yang penting ialah suhu. Tiap jenis tanamn maupun populasinya harus menyesuaikan diri dengan suhu di lingkungannya. Dalam suatu luasan geografis akan terdapat tahun-tahun, yang mempunyai kenaikan atau penurunan suhu di luar batas normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan menimbulkan fungsi-fungsi tanaman yang jelek (Guslim, 2007).<br /> Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah, seperti:<br />1. Kelembaban mutlak, yaitu massa uap air yang berada dalam satu satuan udara, yang dinyatakan dalam gram/m3.<br />2. Kelembaban spesifik, yaitu perbandingan massa uap air di udara dengan satuan massa udara, yang dinyatakan dalam gram/kilogram.<br />3. Kelembaban relative, yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperature tertentu, yang dinyatakan dalam %.<br />Angka kelembaban relative dari nol sampai dengan 100%, dimana 0 % artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air. Keadaan kelembaban diatas permukaan bumi berbeda-beda. Pada umumnya, kelembaban yang tertinggi ada di khatulistiwa sedangkan yang terendah pada lintang 40o. Daerah rendah ini disebut horse latitude, curah hujannya kecil. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan factor yang dapat menstimulasi curah hujan. Di Indonesia, kelembaban udara tertinggi dicapai pada musim hujan dan terendah pada musim kemarau. Besarnya kelembaban di suatu tempat pada suatu musim, erat hubungannya dengan perkembangan organisme (Marsono, 1995).<br /> Kelembaban atmosfer dapat dinyatakan dalam kuantitas-kuantitas mutlak atau relative untuk maksud-maksud tertentu, atau dengan menggunakan sifat-sifat atmosfer yang berkaitan yang diperoleh oleh penutupan hutan. Neraca kelembaban atmosfer merupakan suatu bagian integral dari prosedur peneracaan komprehensif yang berskala besar, neraca tersebut menekankan pada pentingnya daya angkat massa udara (advection) dalam menentukan ketersediaan kawasan kelembaban bagi presipitasi dan aliran sungai. Kondensasi uap menjadi bentuk-bentuk cair dan padat merupakan suatu fenomena fisis yang berlangsung di biosfer, namun sebagian yang lebih besar terjadi pada massa udara atmosfer bagian atas dimana sebagian besar proses presipitasi dimulai (Subagyo, 1990). <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu dan Tempat<br /> Adapun praktikum yang berjudul “Pengukuran Suhu Dan Kelembaban Udara Pada Berbagai Tegakan” dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Febuari 2009 pukul 14.00 wib sampai dengan selesai, dilakukan di kawasan Hutan Tridharma, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. <br /><br />Bahan dan Alat<br />Adapun bahan yang digunakan adalah :<br />1. Aquadest sebagai pembasah pada thermometer bola basah.<br />2. Kapas sebagai media aquadest pada thermometer bola basah.<br />3. Tabel RH sebagai indicator nilai kelembaban.<br />Adapun alat yang digunakan adalah:<br />1. Benang sebagai alat Bantu untuk menggantung thermometer.<br />2. Payung untuk melindungi thermometer dari cahaya matahari.<br />3. Pipet tetes sebagai alat penyedot aquadest.<br />4. Stopwatch sebagai alat untuk menghitung waktu.<br />5. Tali plastic untuk mengikat payung pada tiang penyangga.<br />6. Termometer sebagai alat pengukur suhu.<br />7. Tiang penyangga sebagai tempat menggantung thermometer.<br /><br />Prosedur<br />Adapun prosedur dari praktikum ini adalah:<br />1. Disiapkan alat dan bahan.<br />2. Diambil dua thermometer dengan perlakuan <br />a. TBK: tanpa perlakuan.<br />b. TBB: dibalut kapas dan diikat dengan kapas.<br />3. Diikat thermometer pada tiang penyangga dengan benang.<br />4. Termometer bola basah ditetesi dengan aquadest.<br />5. Dipasang payung pada tiang penyangga.<br />6. Ditempatkan tiang penyangga yang telah dipasang thermometer pada lokasi yang telah ditentukan.<br />7. Dicatat suhu mula-mula pada thermometer bola basah dan thermometer bola kering.<br />8. Dibiarkan selama 10 menit lalu dicatat datanya.<br />9. Dilakukan pengamatan suhu yang terjadi dengan rentang waktu 10 menit sampai menit ke 30.<br />10. Digunakan table RH untuk mengetahui kelembaban.<br />11. Dibuat table dan grafik RH dengan suhu.<br /> Contoh tabel suhu dan kelembaban udara<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 <br />10 <br />20 <br />30 <br />Rata-rata <br /> <br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil<br />Tabel 4. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Mahoni (Swietenia mahagoni).<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 33 32 93 33<br />10 31 26 66 31<br />20 31 25 60 31<br />30 30 25 65 30<br />Rata-rata 31,25 27 71 31,25<br /><br /><br />Tabel 5. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Jati ( Tectona grandis)<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 30 26 72 30<br />10 31 26 66 31<br />20 29 25 71 29<br />30 29 25 71 29<br />Rata-rata 29,75 25,5 70 29,75<br /><br /><br />Tabel 6. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Sawit (Elaeis guineensis)<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 30 29 93 30<br />10 33 26 56 33<br />20 32 25 55 32<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 32 26,5 64,5 32<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan<br /> Suhu yang berada di atas 30oC mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap tanaman sebab enzim yang ada pada organ tumbuhan tersebut tidak berfungsi sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik. Tanaman yang dapat tumbuh pada suhu tersebut adalah gulma atau rumput. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Daldjoeni (1986) yang menyatakan bahwa suhu di atas 30oC merupakan faktor krisis untuk berbagai jenis tanaman. Bila senyawa-senyawa protein cenderung lepas dan tidak dapat kembali ataupun bila enzim-enzim tidak dapat berfungsi, sehingga kegiatan metabolisme yang diatur olehnya akan terhenti dan proses-proses pertumbuhan serta perkembangannya akan tertahan. <br /> Iklim dapat mempengaruhi perkembangbiakan tanaman dan vegetasinya. Tetapi, tanaman juga dapat mempengaruhi iklim. Dengan mampunya tanah hutan menyerap air di dalam tanah dengan kuat sehingga terjadi penguapan dan menurunkan suhu tropis pada hutan karena tajuk-tajuknya. Tanaman pada suhu yang berbeda-beda. Seperti pada hasil yang didapat pada percobaan ini, suhu pada tegakan mahoni rata-ratanya adalah 31,25oC, suhu pada tegakan jati rata-ratanya adalah 29,75oC, dan suhu pada tegakan sawit rata-ratanya adalah 32oC. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Andani (1995) yang menyatakan bahwa iklim mempengaruhi jenis vegetasi dan kehidupan hewan yang mendiami derah tersebut, dan sebaliknya. Jadi , suatu musim belum terlambat setelah cuaca dingin dapat merusak potensi produktivitas suatu benih tanaman. Tanaman dan hewan tidak hidup dalam kondisi daerah yang umum, mereka hidup pada kondisi alam mikro yang cukup bervariasi pada daerah tertenu.<br /> Hasil kelembaban (RH %) yang didapatkan pada percobaan pratikum ini pada tegakan mahoni (swietenia mahagoni) rata-rata kelembabannya adalah 71 % , pada tegakan jati (tectona grandis) rata-rata kelembabannya adalah 70%, dan pada tegakan sawit rata-rata kelembabannya adalah 64,5%. Hal ini menyebabkan kondisi hutan sejuk atau dingin dan mudah untuk memprediksikan terjadinya hujan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Tohari (1999) yang menyatakan bahwa temperatur menurun dengan semakin tingginya tempat. Di Indonesia, teknologi membuat hujan sudah dikuasai dengan baik.<br /> <br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. Suhu yang paling tinggi di bawah tegakan Sawit (Elaeis guineensis) dengan rata-rata suhu permukaannya adalah 32oC<br />2. Kelembaban yang paling besar di bawah tegakan Mahoni (Swietenia mahagoni) dengan rata-rata kelembabannya adalah 71%.<br />3. Semakin tinggi suhu maka kelembaban rendah, demikian sebaliknya.<br />4. Penyerapan suhu lebih tinggi pada siang hari dibandingkan pada malam hari.<br />5. Suhu dan kelembaban di setiap daerah itu bergantung pada vegetasi dan faktor udara yang ada di setiap daerah itu.<br />6. Perhitungan kelembaban udara diperoleh dari selisih nilai pada termometer bola basah dengan thermometer bola kering.<br /><br /><br />Saran<br /> Sebaiknya pada saat praktikum, para praktikan mengamati suhu pada thermometer lebih teliti agar mendapatkan data yang lebih akurat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br />PENDAHULUAN<br /><br />Latar belakang<br />Pengertian cuaca adalah keadaan rata – rata atmosfer pada saat tertentu di wilayah tertentu dan pada jangka waktu yang relative singkat. Pada dasarnya, cuaca terbentuk dari gabungan unsur – unsur cuaca dan jangka waktu cuaca. Cuaca memiliki perbedaan spesifik waktu tertentu (jam).Di Indonesia, keadaan cuaca diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui perkiraan cuaca yang dikembangkan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).<br />Iklim didefinisikan sebagai bentuk keadaan rata – rata atmosfer dalam jangka waktu satu tahun. Penyelidikan iklim dilakukan dalam waktu yang lama, dan meliputi wilayah yang luas. Iklim dapat terbentukoleh adanya, rotasi dan revolusi bumi, serta pengaruh perbedaan lintang geografis –geografis dan lingkungan fisik.<br />Barang tentu bahwa ilmu yang mempelajari cuaca adalah meteorologi dan ilmu yang mempelajari iklim dan unsur –unsurnya disebut klimatologi.<br />Beberapa unsure yang mempengaruhi kondisi / keadaan cuaca dan iklim suatu wilayah antara lain : Suhu atau temperatur udara, tekanan udara, kelembaban udara, angin, kecepatan angin dan curah hujan.<br />1. Suhu atau temperatur<br /> Suhu atau temperature udara adalah derajat panas dari aktifitas molekul dalam atmosfer. Alat untuk mengukur suhu temperature atau derajat panas disebut thermometer. Dimana thermo yang berarti panas dan meter yang berarti ukuran. Sehingga thermometer adalah alat untuk mengukur derajat panas. Pengukuran suhu / temperatur udara dapat digunakan dalam skala Celcius (⁰C ), Reamur (⁰R ), dan Fahrenheit (⁰F ).<br />Pengukuran suhu secara kuantitatif dapat diketahui dengan ketelitian yang dapat menggunakan alat pengukur suhu berupa thermometer. Pengukuran suhu secara kuantitatif dapat dirasakan ketika kita menyentuh benda ataupun zat tersebut.<br />2. Kelembaban udara<br />Kelembaban udara juga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi kondisi / keadaan cuaca dan iklim di suatu wilayah tertentu. Secara ilmiah, kelembaban merupakan jumlah kandungan uap air yang terkandung dalam massa udara pada suatu saat (waktu) dan wilayah (tempat) tertentu. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah tigrometer.<br /><br />Tujuan<br />Pelaksanaan praktikum ini bertujuan mengetahui perbedaan fluktuasi suhu pada berbagai ketinggian.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Menurut hukum termodinamika :<br /> Panas adalah suatu energi total (jumlah) dari pergerakan molekul terhadap suatu benda.<br /> Suhu adalah suatu ukuran energi kinetik dari rata-rata pergerakan molekul <br />( Irsal, 2010 ).<br /> Dalam glossary of meteorologi, suhu didefinisikan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan atas skala tertentu dengan menggunakan berbagai tipe / jenis alat pengukur suhu yaitu thermometer ( Irsal, 2010 ).<br /> Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa panas merupakan energi kinetis rata-rata (total), sedangkan suhu adalah energi kinetis rata-rata dari tiap-tiap molekul ( Irsal, 2010 ).<br />Sinar energi utama yang utama di atmosfer baik termal maupun mekanis adalah berasal dari energi surya. Penyebaran energi surya ini ke seluruh permukaan bumi merupakan salah satu cara pengendalian yang besar terhadap cuaca dan iklim. Hal ini juga terpengaruh terhadap beberapa unsur-unsur cuaca dan iklim. Salah satu dari unsur cuaca dan iklim adalah suhu atau temperatur udara dan kelembaban udara ( Irsal, 2010 ).<br /> Panas yang terkandung di dalam suatu benda bergantung dari molekular-molekular rata-rata (suhu), massa benda tersebut dan satuan yang terdapat dalam benda tersebut ( Irsal, 2010 ).<br /> Penukaran kalor pada permukaan bervariasi, pada setiap titik di atas tanah, suhu udara tergantung kepada jumlah kalor yang diterima atau hilangnya kalor pada permukaan bumi dan berbagai permukaan lainnya dimana uadara bersentuhan dengan permukaan tersebut ( Hidayat, 2008 ).<br /> Topografi mempengaruhi tingkat suhu dan temperatur udara. Dimana suhu (temperatur) dan kelembaban mengalami penurunan, apabila ketinggian suatu tempat bertambah. Udara dingin mengalami pertemuan untuk tetap berada pada bagian paling atas dan pada umumnya bersifat caranya perbedaan ketinggian suhu daratan, lautan dan penguapannya dapat menyebabkan perbedaan suhu 5-6 ⁰C yang dpat diukur pada udara siang ( Seyhan, 1990 ).<br /> Tinggi tempat merupakan faktor tambahan yang utama untuk keseragaman udara panas. Suhu yang berada pada atas akan mengalami pertamabahan suhu jika berada pada tempat yang lebih rendah kira-kira 0,61 ⁰C / 100 m <br />( Goldsworthy, 1996 ).<br /> Laju penurunan suhu terhadap ketinggian tempat merupakan kemungkinan laju kehilangan biasanya menurun dan pada pengukuran penutupan awan dan tidak, itu biasanya lebih rendah. Pada dataran rendah, suhu pertumbuhan terdapat pada penguapan umumnya antara 25 ⁰C smpai 70 ⁰C dengan ukuran kisaran antara 10⁰C atau kurang ( Goldsworthy, 1996 ).<br /> Ketinggian tempat, tetapi suhu minimallah yang menuntut dengan ketinggian tempat terhadap suhu tanaman. Suhu minimum sangat bergantung dari sifat-sifat setempat seperti tinggi tegakan (ketinggian tempat) dan keterbukaan. Perbedaan antara suhu ekstrem minimum bertambah besar dengan makin jauhnya garis lintang ( Goldsworthy, 1996 ).<br /> Penurunan suhu secara cepat di bawah ketinggian besar saja terjadi. Hal ini dikarenakan pertukaran energi terjadi besar. Ini terjadi biasanya pada permukaan tanaman atau besar bisa terjadi oleh penguapan dan transpirasi pada permukaan tanah ( Goldsworthy, 1996 ).<br /> Kelembaban nisbi (relatif) yaitu bilangan yang menunjukkan berapa panjang (%) perbandingan antara jumlah uap air yang terkandung dalam udara dan jumlah uap air maksimum yang ditampung oleh udara tersebut <br />( Trewartha, 1995 ).<br /> Keadaan relatif tergantung antara suhu dan kelembaban udara. Kedua unsur cuaca dan iklim ini memiliki keterkaitan yang sangat erat. Udara timbul dikarenakan adanya radiasi panas matahari yang diterima oleh bumi berupa gelombang pendek. Sinar energi yang utama di atmosfer baik termal maupun mekanis berasal dari energi surya ( Susilo, 1996 ).<br /> Energi surya yang terpancar ke bumi dalam bentuk gelombang pendek hanya sekitar 20 % dapat diserap secara langsung oleh atmosfer, sisanya dirubah dahulu oleh bumi dalam bentukn gelombang panjang dengan suhu yang relatif rendah kemudian barulah diserap oleh udara ( Susilo, 1996 ).<br /> Kandungan air (kelembaban) bertamabah dengan ketinggian yang semakin bertambah pula. Kandunag uap air udara yang besar dan yang varian suhu udara yang besar dapat menyebabkan pembentukan embun. Ini menjdi ssesuatu pada umum bagi banyak wilayah dataran rendah (trofik). Evaporasi embun sedikit mengawetkan luas tumbuh tetapi pengaruh embun yang lebih besar adalah dalam merupakan konduktif keadaan yang cocok bagi perkembangan berbagai tumbuhan. Tersedia keleluasaan sangat besar untuk mengambil fisiologi yang didapatkan dalam unsur cuaca dan iklim terhadap suatu daerah tertentu <br />( Goldworthy, 1996 ). <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />METODE PRAKTIKUM<br /><br />Waktu dan tempat<br /> Praktikum klimatologi hutan yang berjudul “ Pengukuran Suhu dan Kelembaban di Berbagai Ketinggian “ dilaksanakan pada hari kamis, 4 Maret 2010 pukul 14.25 Wib sampai selesai di ruang 301, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Alat dan bahan<br /> Adapun alat yang digunakan pada praktikum klimatologi hutan yang berjudul “ Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Berbagai Ketinggian” adalah :<br /> Tiang penyangga 2 meter<br /> Thermometer air raksa 2 buah / kelompok<br /> Tangga<br /> Stowatch<br /> Pipet tetes<br /> Adapun bahan yang digunakan pada praktikum klimatologi hutan yang berjudul “ Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara di Berbagai Ketinggian” adalah :<br /> Aqua dest<br /> Kapas <br /> Table RH<br /> Tali plastik<br /> Benang <br /><br />Prosedur<br /> Disiapkan alat dan bahan<br /> Disediakan tangga dan diberi tiap titik untuk jarak ukur <br /> Disediakan thermometer air raksa untuk mengukur yang terdiri dari bola basah dan bola kering<br /> Dilakukan pada 1 m, 2 m, 4 m, 6 m dan 8 m<br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil <br />Tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada pukul 06.00 – 07.00 Wib<br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 24 106 24 83 25 84 25 76 24 92 Saga<br />11/04/10 26 84 26 84 25 76 24 68 24 68 Saga <br />12/04/10 22 100 23 91 24 100 22 80 22 80 Saga <br />13/04/10 24 83 24 83 23 91 22 91 22 91 Mahoni <br />14/04/10 24 92 24 92 23 83 24 83 23 83 Mahoni <br />15/04/10 24 83 24 83 23 91 22 91 22 91 Mahoni<br />16/04/10 25 84 24 83 24 75 25 76 24 75 Jati <br />17/04/10 24 92 24 92 23 83 25 83 23 83 Jati<br />18/04/10 25 84 24 75 24 83 23 83 22 91 Jati<br />19/04/10 26 84 25 76 24 80 23 83 22 80 Saga<br /><br />Tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada pukul 12.00 – 13.00 Wib<br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 33 61 34 74 34 74 34 68 34 68 Saga<br />11/04/10 32 61 33 61 34 68 34 62 34 68 Saga <br />12/04/10 33 61 33 56 34 68 34 62 34 62 Saga <br />13/04/10 31 66 31 66 32 61 32 61 33 61 Mahoni <br />14/04/10 32 86 31 61 32 61 32 55 32 61 Mahoni <br />15/04/10 31 66 31 54 32 61 33 61 33 61 Mahoni<br />16/04/10 32 85 32 85 32 61 36 58 36 58 Jati <br />17/04/10 32 85 32 73 32 61 35 58 35 58 Jati<br />18/04/10 31 66 31 54 31 60 31 54 31 54 Jati<br />19/04/10 32 55 32 55 35 58 35 58 35 58 Saga<br /><br />Tabel hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada<br />pukul 18.00 – 19.00 Wib<br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 30 74 34 74 32 61 33 56 34 56 Saga<br />11/04/10 33 61 33 61 32 73 33 61 33 61 Saga <br />12/04/10 32 61 33 56 34 68 34 62 34 62 Saga <br />13/04/10 31 66 31 54 31 60 31 54 31 54 Mahoni <br />14/04/10 32 86 32 61 32 61 32 85 32 61 Mahoni <br />15/04/10 33 61 32 61 33 67 32 61 33 61 Mahoni<br />16/04/10 35 58 30 61 32 55 31 72 31 60 Jati <br />17/04/10 35 58 30 61 33 67 32 61 32 61 Jati<br />18/04/10 32 85 32 85 32 73 31 72 31 60 Jati<br />19/04/10 31 60 31 66 31 66 30 65 30 65 Saga<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan<br /> Suhu merupakan derajat panas dan merupakan salah satu unsur iklim. Pada ketinggian 1 m, didapatlah tingkat suhu yang relatif cukup tinggi ( suhu paling tinggi ). Suhu dengan tingkat suhu yang relatif paling tinggi terdapat pada ketinggian tegakan sebagai tegakan pengamatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Seyhan (1990 ) yang menyatakan bahwa topografi mempengaruhi tingkat suhu udara. Pada ketinggian 1 m ini mengalami perubahan suhu secara cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Goldsworthy ( 1996 ) yang menyatakan bahwa suhu berubah secara cepat di bawah ketinggian 4 kaki ( 1,22 m ). Hal ini dikarenakan adanya pertukaran energi yang begitu besar.<br /> Pada ketinggian 8 meter, berlaku pada tiap tegakan pengamatan mengalami penurunan suhu secara drastis. Hal ini terjadi dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Goldsworthy ( 1996 ) yang menyatakan bahwa suhu rata-rata berkurang dengan adanya pertambahan tinggi suatu tempat ( topografi ). <br />Suhu rendah pada tegakan ketinggian yang paling tinggi dapat menghasilkan kelembaban ( RH ) yang tinggi juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Trewartha ( 1995 ) yang menyatakan bahwa kelembaban relatif tergantung pada suhu udara. Diman kelembaban juag memliki kaitan erat dengan ketinggian ( topografi ) suatu tempat. Dalam halnya dengan suhu, maka akan menimbulkan hubungan terbalik ketinggian ini pada tempat tersebut menjadi rendah, kelembaban ( RH ) menjadi tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan embun menjadi sesuatu yang umum dan berlaku secara adifungsi pada daerah yang memiliki topografi rendah. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan<br />1. Topografi mempengaruhi suhu atau temperatur udara<br />2. Pada ketinggian 1 m, memiliki suhu yang paling tinggi <br />3. Pada ketinggian 2 m dan 4 m belum mengalami penurunan suhu secara berangsur<br />4. Pada ketinggian 8 m mengalami penurunan suhu secara drastis<br />5. Laju penurunan suhu dengan pertambahan tinggi atau laju kehilangan biasanya<br /> menurun dengan peningkatan penutupan awan <br />6. Suhu rata-rata dengan pertambahan tinggi topografi suatu tempat<br /><br /><br />Saran<br /> Diharapkan semua praktikan mengikuti praktikum ini dengan tertib dan tidak melanggar aturan yang berlaku.<br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Kita tinggal di planet bumi dimana planet bumi ini terdiri dari komponen organik dan anorganik. Kedua komponen ini akan sama-sama membentuk sistem bumi. Sistem bumi atau sistem teresterial ini terdiri dari empat subsisitem yang berinteraksi saling mendukung, sistem litosfer padat, hidrosfer cair, atmosfer gas, dan biosfer yang bersifat organik. Iklim suatu tempat atau daerah ditentukan oleh sejumlah unsur iklim seperti angin, lama penyinaran matahari, suhu, lengas udara, curah hujan,dan lain sebagainya. Pada kenyatanya unsur-unsur iklim tadi adalah merupakan hasil dari interaksi dari beberapa faktor iklim yaitu penyebab yang menentukan corak iklim, seperti misalnya arah angin, lintang tempat, jauh dekatnya dengan pantai, tipe tanah, relief suatu daerah, tipe tanah, vegetasi dan lain lain. Adanya lautan di bumi mempengaruhi iklim setempat, karena air lautan mempunyai panas jenis dan bergerak pindah tempat (Hare dan Sweeney, 1988).<br /> Yang bisa disebut dengan suhu udara adalah suhu yang diukur dengan termometer dalam sangkar meteorologi. Makin tingi elevasi pegamatan diatas permukaan laut, maka suhu udara makin rendah. Peristiwa ini disebut dengan pengurangan suhu terhadap tinggi yang besarnya disebut laju. Kebesaran ini tidak tergantung terhadap letak pada lintang utara atau pada lintang selatan. Selisih udara masksimum dan minimum pada variasi suhu udara harian dsebut selsih harian dan selisih suhu udara masksimum dan minimum pada variasi udara tahunan disebut selisih tahunan. Suhu tanah tidak hanya naik atau turun karena panas yang masuk atau keluar dari permukaan tanha. Suhu tanah tersebut dipengaruhi oleh kapasitas panas tanah dan konuktivitas panas, yaikni dipengaruhi oleh panas jenis tanah, kadar kelembaban tanah, kerapatan tanah, dan lain lain, atau dengan katalain dipengengaruhi oleh sifat fisis tanah. Demikian pula radiasi panas yang diterma oleh permukaan tanah adalah berbeda, yang tergantung dari geradien, warna, tumbuh-tumbuhan dipermukaan tanah (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).<br /><br /><br />Tujuan<br />Adapun tujuan dari peraktikum ini adalah :<br />1. Latihan analisis suhu udara harian.<br />2. Latihan analisis suhu udara bulanan.<br />3. Latihan analisis suhu udara tahunan.<br />4. Menghitung kelembaban udara harian.<br />5. Menghitung kelembaban udara bulanan pada bulan tertentu.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Secara singakat bisa dikatakan bahwa iklim mempengaruhi kondisi tanah dan vegetasi. Dalam peristiwa ini faktor-faktor yang terpenting dalam menentukan pertumbuhan tanaman adalah curah hujan , suhu, kelembaban udara, angin, dan sinar matahari. Ditempat-tempat tanaman lainnya memiliki suhu yang berbeda- beda (Hare and Sweeney, 1988).<br /> Suhu adalah pernyatan tentang perbandingan derajat suhu suatu zat. Dapat juga dikatakan ukuran panas dingin suatu benda. Alat ukur suhu misalnya termometer ruang yang berfungsi untuk megukur suhu ruang, termometer elektronik yaitu alat yang menunjukkan suhu dengan huruf digital dan termometer medis yang berguna untuk mengetahui suhu tubuh kita. Kelembaban adalah suatu kesimpulan uap air yang terkandung di udara dalam waktu tertentu. Faktor iklim juga tergantung pada jenis tanaman yang terdapat paa suatu wilayah tertentu. Perubahan jenis tumbuha dan iklim ini membuat perbedan suhu dan iklim pada berbagai tempat. Hutan-hutan yang lebat meningaktkan kelembaban udara melaui transpirasi, sememtara itu bayangan pepohonan menurunkan suhu udara melalui evaporasi dari tanah sampai pada ketinggian tertentu tergantung pada iklim (Thewartha dan Horn, 1995).<br /> Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tanah adalah faktor luar dan faktor dalam. Faktor luar yang dimaksud adalah radiasi matahari, keawanan, curah hujan, angin dan kelembaban udara. Sedangkan faktor internal adalah tekstur tanah, struktur dan kandungan air tanah, kandungan bahan organik dan warna tanah. Keadaan kelembaban di atas permukan bumi berbeda-beda. Pada umumnya, kelembaban tertinggi di khatulistiwa sedangkan kelembaban terendah terdapat pada lintang 40 derajat, dimana daerah ini disebut sebagai daerah horse longlitude yang curah hujanya kecil. Beberapa istilah kelembaban yang kita ketahui, yakni kelembaban mutlak, kelembaban spesifik, dan kelembaban relatif (Kartasapoetra,1993).<br /> Antara pola iklim dengan persebaran jenis tanaman terdapat hubungan yang sangat erat. Ada beberapa klasifikasi iklim berdasarkan batas-batas alami dari tumbuhnya tanaman. Dalam hal ini tanaman dipandang dalam hal instrumen merologis yang rumit dan peka yang bereaksi terhadap kenyataan-kenyataan faktor iklim. Sebenarnya iklim bukanlah yang paling menentukan dalam klasifikasi tanaman, tanah dibawahnya, tipe tanah, dan relief lahan, semuanya itu berperan. Adapun manusia telah mencampurtangani pola alam melalui tindakannya. Misalnya dapat berupa pembabatan hutan, bertani,dan mereaksikan tanah baik sengaja maupun tidak sengaja. Sususnan vegetasi tergantung dari beberapa faktor dan yang terpenting adalah;<br />a. faktor-faktor iklim<br />b. faktor-faktor endefis<br />c. faktor-faktor tropografis<br />(Daldjoeni,1986).<br /> Suhu biasnya diukur dengan menggunakan termometer. Perhitungan suhu diukur dengan menggunakan sekala reamur,celcius, kelvin, atau farenheit. Sementara untuk mengukur kelembaban kita menggunakan tiga alat ukur kelembaban yaitu; <br />a. psikometer : sebuah alat penunjuk<br />b. hidrograf rambut : sebuah alat pencatat<br />c. hidrograf listrik : mengukur kelembaban udara atas.<br />Suatu pembagian iklim dapat didasari oleh gejala-gejala iklim, misalnya sebagai titik peneliti oleh pihak-pihak tertentu (Muller, 1980).<br /> Kelembaban merupakan banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Kelembaban yang ada dipermukaan bumi adalah berbeda-beda. Angka kelembaban relatif dari 0%-100%, dimana 0% artinya udara kering, sementara itu 100% artinya udara jenuh dengan uap air dimana akan terjadi titik-titik air. Di Indonesia kelembaban tertinggi terjadi pada musim hujan dan kelembaban terendah terjadi pada bulan kemarau. Besarnya kelembaban pada bulan kemarau berhubungan dengan perkembangan-perkembangan dari organisme. Sementara itu kelembaban juga dipengaruhi oleh pohon-pohon pelindung, terutama jika pohon-pohonnya dalam keadaan rapat. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan dapat menstimulasi curah hujan. Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dikatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi ataupun difisit tekanan uap air. Kapasitas udara menampung uap air tergantung pada suhu udara.defisit tekanan uap air merupakan selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekan uap air aktualnya (Kartasapoetra,1993). <br /> Banyaknya jumlah radiasi matahari merupakan jumlah energi yang dipancarkan dari sinar matahari. Sebagian besar mencapai permukaan tanah sebagian radiasi matahari yang sampai kepermukan tanha dipantulkan kembali ke udara yang meningkatkan suhu udara tanah dan sebagin besar diabsorbsi kedalam tanah untuk meningkatkan suhu tanah. Jumlah panas yang mengakibatkan kenaikna suhu udara atau suhu tanha dinyakan sebagai neraca jumlah panas. Naik turunya suhu udara di tanah atau suhu udara di permukan tanah ditentukan oleh meningkat dan mengurangnya komponen. Pengukuran suhu udara tanah sampai kepada kedalam 50 cm digunakan termometer tanah yang di tanamkan. Pengukuran di tempat-tempat dekat dengan permukaan dilakukan beberapa hari sekali. Pengukuran dilakukan dengan termometer air raksa dan termometer alkohol. Pengukuran suhu udara biasanya menggikan termometerair raksa. Sedangkan termometer alkohol cocok untuk mengukur daerah-daerah dengan suhu udara yang rendah. Karenan titik bekunya yang relatif rendah <br />(Sosrodarsono dan Takeda, 2003).<br /> Perbandingan suhu udara terbesar terjadi di tanah, dimana semakin ke atas akan semakin berkurang. Akibatnya tanah mengalami susunan tanah. Ketika tanah menjadi dingin akibat penyinaran. Angin merupakan komponen pembuat atau menggerakkan massa udara yang berbeda temperaturnya dari lokasi satu ke lokasi yang lainya. Angin ini merukan komponen utama dari cuaca dan iklim yang kita peroleh (Neiburger, dkk, 1982).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu Dan Tempat<br /> Adapun praktikum klimatologi hutan yang berjudul “Analisis Suhu Dan Kelembaban Udara” dilaksanakan pada hari Jumat, 27 Febuari 2009 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai di ruang 202, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Bahan Dan Alat<br />Adapun bahan yang dipakai adalah:<br />1. Data suhu udara harian selama satu bulan, sebagai objek percobaa n.<br />2. Tabel kelembaban udara, untuk menghitung data.<br />Adapun alat yag digunakan adalah:<br />1. Kalkulator sebagai alat penghitung.<br />2. Alat tulis untuk menulis.<br />3. Termometer sebagai alat pengukur suhu.<br /><br />Prosedur <br />1. Disiapkan alat dan bahan<br />2. Dicara rata-rata dari Tmax dan Tmin dengan cara menjumlahkan keduanya kemudian dibagi dua<br />3. Dicari rataan dari Tpagi, Tsiang, Tsore, dan Tmalam dengan mengkalikan Tpagi dikali dua dan dijumlahkan dengan Tsiang dan Tmalam lalu dibagi empat<br />Contoh tabel suhu udara (oC)<br />Tmax Tmin Rata-rata T 07.30 T 13.30 T 17.30 Rataan<br /> <br /> <br /> <br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil<br />Tabel Data Suhu Udara di Siborong-Borong, Kabupaten Tapanuli Utara Januari 2009<br />T max T min Rata-rata T 07.30 T 13.30 T 17.30 Rataan<br />29 25 27 26.5 29.5 27 27.38<br />30 24 27 22.5 33 26.5 26.12<br />32.5 25 28.5 22 29 22.5 23.88<br />31 24 27.5 20.8 28 22 22.9<br />32 29 30.5 27 31 20.8 26.45<br />29.5 28 28.75 27 31 27 28<br />29 22.5 25.75 27 31.5 27 28.13<br />30.5 22 26.25 25 31 29 27.5<br />31 20.8 25.9 26 30 27 26.6<br />31 27 29 26.5 29.5 29 27.9<br />29 27 28 22.5 28 29.5 25.6<br />29.5 27 28.25 22 29 26 24.75<br />31 25 28 20.8 30 27 24.65<br />32 26 29 27 31.5 27 28.12<br />32 26.5 29.25 27 31 24 27.25<br />32 22.5 28 27 29 25 27<br />32 22 27 25 29.6 24 28.8<br />32 20.8 26.4 26 29 25 26.5<br />29 27 28 26.5 29.6 24 26.62<br />30 27 28.5 27 29 29 27.75<br />31.5 27 29.25 27 29.5 28 25.83<br />31 25 28 25 28 22.5 24.58<br />29 26 27.5 22.4 29 22 24.45<br />29.5 26.5 28 23 30 20.8 26.25<br />29 27 28 24.5 31.5 27 26.42<br />30.5 27 28.75 26 31 27 26.42<br />31 27 29 27 29 27 27.5<br />31 25 28 22 30.5 26 25.12<br />29 26 27.5 25 31 26.5 26.8<br />29.5 26.5 28 21 30 22.5 23.6<br />30.5 25.37 28.65 24.8 29.85 24.72 26.32<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel Data kelelembaban Udara di Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Januari 2009<br />RH 06 00 RH 09 .00 RH 12 .00 RH 15 .00 RH 18 .00 RH 21 .00 RH 24 .00 RH 03 .00 RH X siang RH X malam RH X rata-rata<br />91 86 75 65 71 86 85 92 78.5 83.8 81.3<br />85 87 78 64 70 87 86 91 78 83.6 80<br />84 87 79 63 70 87 87 93 82 84.4 81<br />85 87 77 62 70 87 88 92 77 84.6 71.8<br />86 85 73 68 69 85 90 91 79.5 85.4 80.3<br />87 89 74 65 68 89 91 91 78 85.4 80.9<br />88 88 75 63 67 88 90 86 76.5 83.8 78.29<br />90 86 76 64 65 86 89 83 77 82.8 79.4<br />91 87 77 65 67 85 87 82 81 82.2 79.9<br />90 80 78 64 65 84 87 91 77.5 83.2 79.54<br />89 91 79 62 68 85 85 92 77 84.4 71.9<br />92 85 80 68 69 86 89 90 80 85 82<br />91 84 75 65 66 87 88 91 78 85 80.4<br />93 85 75 63 68 88 86 92 78 85.2 81.1<br />92 86 78 64 69 90 87 92 78 85.8 81.9<br />91 87 73 65 70 91 86 89 78 85.4 81.5<br />91 88 74 64 64 90 89 88 77.6 83 71.5<br />84 90 75 62 65 89 88 89 76 82.8 79.1<br />83 91 76 68 68 87 86 90 79.5 82.6 80<br />82 90 77 65 63 87 85 90 76.5 83.2 78.4<br />91 89 78 63 67 85 84 91 77 82.1 80.6<br />84 87 79 64 66 89 85 91 77.5 83.2 79.5<br />85 87 80 65 56 88 86 92 74 81.6 78<br />86 85 75 64 53 86 87 93 73 87.2 76.8<br />87 89 75 62 68 87 88 94 78 87.2 80.5<br />88 88 78 68 69 85 90 90 79 84.8 81.3<br />90 86 70 65 70 86 91 92 78.5 85.6 80.8<br />91 87 71 63 64 85 90 96 79.5 85 80.2<br />90 86 72 64 65 86 89 92 78 84.2 79.9<br />89 88 73 63 68 87 87 95 79 85.6 80.7<br />88.2 87.4 75.83 64.33 66.6 86.87 87.53 90.63 63.89 84.24 -<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan<br /> Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa suhu rata-rata paling tinggi ke rendah berturut-turut adalah suhu siang (29,85), malam (24,72), dan pagi (24,6). Sementara itu, suhu maksimum memiliki rataan sebesar 25,37. Selisih antara suhu udara maksimum dan minimum pada variasi suhu udara harian disebut selisih harian dan hasil ini sesuai dengan pernyataan Sosrodarsono dan Takeda (2003) yang menyatakan bahwa selisih udara harian merupakan selisih antara suhu udara maksimum dan minimum yang disebut dengan variasi suhu udara harian.<br /> Suhu udara bergantung kepada kapasitas udara menampung uap air (pada keadaan jenuh). Hal ini sesuai dengan pernyataan Kartasapoetra (1993), sehingga suhu udara disetiap masing-masing ketinggian tempat (radiasi matahari, curah hujan, dan kelembaban juga mempengaruhi) adalah tidak sama. Jika radiasi sinar surya semakin tinggi maka suhu udara harian juga akan semakin tinggi, keadaan suhu udara yang terlalu lembab menyebabkan suhu udara relatif rendah. <br /> Dari data yang diperoleh didapat bahwa dari semua hari, suhu tertinggi itu ada pada siang hari, ini dikarenakan akibat radiasi matahari benar-benar berada di saat yang sangat tepat. Benar-benar tepat dikatakan karena sudut sinar datang matahari tersebut berada tegak lurus dengan permukaan bumi jadi semua atau hampir semua radiasi sinar matahari tertampung atau kena ke permukaan bumi walaupun ada sebagian yang terpantulkan oleh debu atau awan sebelum sampai ke bumi. Dan suhu udara yang terendah biasanya didapat atau terdapat pada pagi hari walaupun pada beberapa pengukuran sore hari terdapat beberapa hasil yang menunjukkan bahwa suhu terendah ada pada sore hari. Ini dikarenakan pada sore hari sampai kepada pagi harinya lagi matahari tidak lagi menyinari bumi sehingga mengakibatkan radiasi di bumi semakin kecil dan mengakibatkan penurunan suhu udara yang sangat drastis. Dan juga radiasi sinar matahari yang diterima bumi dan disimpan pada bumi telah habis terlepas semuanya untuk memanasi suhu udara pada malam hari. Akan tetapi jika terdapat banyak awan suhu udara pada bumi mungkin akan tidak serendah pada pagi-pagi hari biasanya.<br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. suhu rata-rata paling rendah adalah pada pagi hari (24.72) dan yang paling tinggi adalah pada sing hari ( 29,85)<br />2. Kelembaban rataan terendah terjadi pada sore hari yaitu pada pukul 15.00 WIB<br />3. Semakin tinggi suhu maka selembaban akan semakin rendah<br />4. Suhu udara bergantung kepada kapasitas udara menampung uap air<br />5. Besarnya kelembaban suatu daerah merupakan faktor yang dapat mensitimulasi curah hujan<br />Saran<br /> Diharapkan kepada semua praktikan agar menggunakan alat dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang tepat dan akurat serta memuaskan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Evapotranspirasi merupakan penguapan air dari permukaan air, tanah dan bentuk permukaan tanah (bukan bentuk vegetasi lainnya) oleh fisik. Dua unsur, utama untuk berlangsungnya evapotranspirasi adalah energi (radiasi) matahari dan air sebagian radiasi gelombang pendek matahari akan diubah menjadi energi panas dalam tanaman, air dan tanah. Udara panas tersebut akan menghamburkan udar sekitarnya. Ketersediaaan air yang cukup. Tidak juga melibakan jumlah air yang ada , tetapi juga persediaan air yang cukup tidak juga melibatkan jumlah air yang ada. Permukaan bidang evapotranspirasi yang kasar akan memberikan laju evapotranspirasi yang lebih tinggi dari permukaan (Wisnubroto, 1999).<br /> Mengukur Evapotrasnpirasi adalah suatu hal yang sangat sulit dilakukan dalam rangkaian pengukuran daur hidrologi. Di daerah tropis pada umumnya, kehilangan air oleh proses evapotranspirasi dapat mempercepat terjadinya kekeringan dan penyusutan debit air sungai pada musim kering (Guslim, 2007).<br /> Selama berlangsungnya tahap-tahap utamasiklus hidrologi, proses penguapan dapat terus berlangsung, misalnya pada saat butiran hujan jatuh menuju permukaan bumi, sebagian butian air hujan tersebut akan menguap sebelum sampai ke permukaan bumi juga selama air menalir pada permukaa bumi, sebagian air juga akan langsung menguap keatmosfer (Goldsworthy dan Fisher, 1992).<br /> Air dalam siklus hidrologi mengalami bentuk perubahan dari benuk cair ke bentuk padat dan kembali lagi kebentuk cair. Kadang juga air berubah ke bentuk padat dalam siklus hidrologi terjadi jika butiran air tersebut berada pada udara yang sangat dingin atau berada pada titik beku air. Perubahan ke bentuk padat ini dapat terjadi pada lapisan arus troposfer atau pada air permukaan bumi. Terutama pada wilayah di utara tropic of center atau pada tempat-tempat yang tinggi (Trewatha dan Lyle, 1995 ). <br /><br /><br /><br />Tujuan<br />Adapun tujuan dari praktikum ini adalah <br />1. Untuk mengetahui evapotranspirasi pada berbagai jenis tanaman di berbagai tempat.<br />2. Untuk mengetahui besarnya evapotraspirasi berbagai jenis tumbuhan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Jika tanah telah menjadi kering dan kadar kelembabannya telah tereduksi di bawah suatu limit, maka tanaman itu terhalang untuk mengabsobsi air dan mulai kelihatan sedikit menjadi layu atau pengurangan evapotrspirasi. Akan tetapi jika air itu diberikan pada waktunya, maka tanaman itu akan tumbuh terus. Interval kadar air yang memungkinkan akan mengabsorbsi air adalah antara titik layu permanen sampai kapasitas lapang dan disebut kadar air atau kelembaban efektif. Tetapi interval yang menjamin pertumbuhan tanaman yang normal adalah dari 8 titik permulaan layu sampai kapasitas lapang. Kadar air dalam interval ini disebut juga kadar air efektif untuk pertumbuhan atau kadar air optimum yang berbeda dengan kadar air efektif untuk yang diatas. Evapotranspirasi yang dikonsumsi untuk pertumbuhan tanaman di daerah yang tinggi adalah berbeda-beda sesuai dengan kondisi pertumbuhan, faktor- faktor meteorologi, kondisi tanah, dan lain-lain (Sosrodarsono, 2003).<br /> Evaporasi merupakan penguapan air yang berasal langsung dari permukaan berentang air atau dari permukaan benda padat yang mengandung air, sedangkan traspirasi merupakan penguapan air yang bersal dari dalam jaringan tumbuhan, melalui suatu celah pada daun tumbuhan yang disebut stomata. Celah stomata tumbuhan bersifst dinamis, dapat melebar dan menyempit sehingga dengan demikian layu penguapan air dari jaringan tumbuhan ini dipengaruhi oleh mekanisme membuka dan menutupnya stomata oleh tumbuhan. Jadi tidak hanya ditentukan oleh masukan energi radiasi matahari yang diterima. Penguapan air yang berada pada permukaan daun merupakan proses Evapotraspirasi. Istilah ini lebih sering digunakan karena pada kondisi alamiah secara teknis sulit dipilih antara uap air yang berasal dari evaporasi atau transpirasi (Lakitan, 2000).<br /> Dalam kondisi air tanah yang tinggi, evapotranspirasi biasanya akan meningkat dengan meningkatnya tuntutan atmosfer. Walaupun demikian, kelembaban tanah yang terbatas menyebabakan perubahan dalam hubungan antara tuntutan atmosfer, kelembaban tanah, penutupan stomata, dan laju aliran air melalui tanaman. Denagan berkurangnya tingkat kelembaban dalam tanah, menurun pula tingkat evapotraspirasi pada saat yang tuntutannya atmosfernya tinggi sampai ke tingkat yang sama dengan tingkat evapotraspirasi pad hari yang tuntutan atmosfernya lebih rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh tertutupnya stomata atau oleh meningkatnya tahanan terhadap traslokasi selama siang hari pada hari yang tuntutan atmosfernya tinggi (Wilkins, 1998).<br /> Nilai evaporasi yang besar di Samudera Atlantik persis di lepas pantai timur Amerika Serikat menunjukkan evaporasi yang cepat, yang terjadi bila udara daratan yang dingin dan kering bergerak diatas gulf stream yang hangat. Suatu maksimum yang sama, meskipun kurang dikenal ditemukan di pantai lepas timur Asia. Suatu perbandingan yang menunjukan bahwa ada kesamaan distribusi evaporasi dan penggunaan panas untuk evaporasi. Sukar untuk mengukur evaporasi dari permukaan daratan secara langsung. Pendugaan telah dilakukan dengan mengukur berkurangnya berat air dari sebuah cawan air yang terbuka dan menghubungkannya dengan hilangnya air dari dalam tanah. Untuk daerah yang luas, pendugaan evapotraspirasi dapat diperoleh dengan membandingkan limpasan air yang diukur pada aliran dan presipitasi di daerah aliran (Andani, 1995).<br /> Evaporasi kelembaban tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor-faktor iklim yang menumbangkan kelembaban, dan faktor-faktor edafis yang mempengaruhi persediaan kelembaban, kelembaban pada permukaan tanah. Faktor-faktor iklim yang mengontrol kehilangan evaporasi adalah suhu udara yang menentukan kemampuan udara menyimpan air. Apabila partikel permukaan di tanah yang kering, kelembaban masuk ke celah-celah antara partikel dan kelembaban itu ditarik dari bawah oleh penurunan potensial air, yang selanjutnya megurangi kecepatan evaporasi (Daniel, dkk, 1987).<br /> Evapotraspirasi adalah gabungan evaporasi dengan traspirasi yaitu dua proses yang bertugas bersama-sana untuk mengembalikan presipitasi kepada atmosfer. Evapotranspirasi disebut potensial apabila melakukan tugasnya yang maksimal pada suatu suhu tertentu denagnanggapan bahwa persediaan air cukup. Contohnya, apabilaevapotrnspirasi pada suatu bulan besarnya 20 cm, padahal kekurangan air ada 15 cm (Daldjoeni, 1986).<br /><br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu dan Tempat<br /> Adapun praktikum Klimatologi Hutan yang berjudul “Evapotranspirasi” ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 06 maret 2009 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai. Dilakukan diruang 202, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Alat dan Bahan<br />Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah<br />1. Bibit tanaman avokat (Persea americana) sebagai objek evapotranspirasi.<br />2. Air untuk membasahi tanaman.<br />Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah<br />1. Timbangan untuk menimbang berat tanaman.<br />2. Cangkul untuk melubangi tanah.<br />3. Stopwatch untuk menghiting waktu.<br />4. Thermometer untuk mengukur kelembaban dan suhu.<br />5. Gelas ukur sebagai ukuran air sebanyak 200 ml<br /><br />Prosedur <br />1. Bahan ditimbang dan dicatat beratnya.<br />2. Diisi gelas ukur dengan air sebanyak 200 ml.<br />3. Dibasahi bahan dan ditimbang bahan dan dilakukan selama 1 jam.<br />4. Dicatat hasil ke dalam tabel<br />Contoh Tabel Evapotranspirasi<br />No.<br /> Jenis<br /> Berat Bibit Waktu ( menit )<br /><br /> BK BA BB <br /> <br /> <br /> <br /> <br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil<br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 1<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Mangga<br />(Mangifera indica) 1,8 kg 2,25 kg 2,25 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg<br />1,9 kg<br />1,89 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 2<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1. <br /><br /><br /><br /><br /><br /> Nangka<br />(Arthocarpus integra) 2 kg<br /> 2,25 kg 2,25 kg<br />2 kg<br />1,98 kg<br />1,98 kg<br />1,996 kg<br />1,995 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 3<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Rambutan<br />(Nephelium lappaceum) 2,5 kg<br /> 2,6 kg 2,6 kg<br />2,4 kg<br />2,2 kg<br />2 kg<br />1,8 kg<br />1,8 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 4<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Durian<br />(Durio ziberthinus) 2,2 kg 2,35 kg 2,35 kg<br />2,3 kg<br />2,1 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,98 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br /><br /><br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 5<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /> Jambu monyet<br />(Eugenia spp) 1,5 kg 2,2 kg 2,2 kg<br />2,1 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg<br />1,9 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 6<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Alpukat<br />(Persea Americana) 1,9 kg 1,95 kg 1,91 kg<br />1,89 kg<br />1,89 kg<br />1,89 kg<br />1,86 kg<br />1,85 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 7<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Kueni<br />(Mangifera odorata) 1,7 kg 2,23 kg 2,23 kg<br />2,2 kg<br />2,2 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 8<br />NO. JENIS BERAT BIBIT WAKTU ( MENIT )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> ALPUKAT<br />(PERSEA AMERICANA) 1,75 kg 1,9 kg 1,9 kg<br />1,88 kg<br />1,87 kg<br />1,86 kg<br />1,86 kg<br />1,86 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel Data evapotranspirasi pada kelompok 9<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Sukun<br />(Arthocarpus communis) 1,9 kg 2,25 kg 2,25 kg<br />2,20 kg<br />2,15 kg<br />2 kg<br />1,98 kg<br />1,98 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br />Pembahasan<br /> Dari hasil percobaan evapotranspirasi dari tanaman avokat (Persea Americana) diperoleh data bahwa berat tanaman awal tanaman adalah 1,75 kg dan setelah dibasahi dari ujung daun ke ujung batang, beratnya menjadi 1,9 kg dan setelah dibiarkan selama 10 menit, beratnya berubah menjadi 1,88 kg yaitu mengalami pengurangan sebesar 0,02 kg. Dari hasil dataini, tanaman tersebut mengalami evapotranspirasi melalui batang dan daun serta melalui tanah. Selain dari itu juga dipengaruhi oleh adanya angina yang kencang dan sinar matahari yang sangat terik pada saat percobaan ini dilakukan, karena hal tersebut juga sangat mempengaruhi laju evapotranspirasi. Evapotranspirasi tersebut juga dipengaruhi oleh keadaan tanah, dimana pada saat dibasahi tanah tersebut juga terkena air. Dari hal ini maka sesuailah literatur yang dikemukakan oleh Sosrodarsono (2003) bahwa jika tanah telah menjadi kering dan kadar kelembabannya telah tereduksi di bawah suatu limit, maka tanaman itu terhalang untuk mengabsobsi air dan mulai kelihatan sedikit menjadi layu atau pengurangan evapotrspirasi. Akan tetapi jika air itu diberikan pada waktunya, maka tanaman itu akan tumbuh terus. Interval kadar air yang memungkinkan akan mengabsorbsi air adalah antara titik layu permanen sampai kapasitas lapang dan disebut kadar air atau kelembaban efektif. Tetapi interval yang menjamin pertumbuhan tanaman yang normal adalah dari 8 titik permulaan layu sampai kapasitas lapang.Kadar air dalam interval ini disebut juga kadar air efektif untuk pertumbuhan atau kadar air optimum yang berbeda denagn kadar air efektif untuk yang diatas. Evapotranspirasi yang dikonsumsi untuk pertumbuhan tanaman di daerah yang tinggi adalah berbeda-bedasesuai dengan kondisi pertumbuhan, faktor-faktor meteorologi, kondisi tanah, dan lain-lain.<br />Dari semua data yang diperoleh, semua tanaman yang dijadikan objek evapotranspirasi yaitu Avokat (Persea americana), Nangka (Arthocarpus integra), Rambutan (Nephelium lappoceum), Durian (Durio ziberthinus), Mangga (Mangifera indica), Jambu monyet (Anacardium occudentate), Kueni (Mangifera odorata), Lengkong (Euphonia congana), Sukun (Arthocarpus communis) juga mengalami perubahan berat setiap setelah 10 menit tapi dalam perubahan berat yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang yang mempengaruhi laju evapotranspirasi pada berbagai tanaman adalah kondisi fisik dari tanaman tersebut, misalnya jumlah dan lebar daun yang dapat mempercepat laju traspirasi pada tanaman. Dimana daun juga berhubungan dengan stomata, dimana kita ketahui bahwa jumlah ,keadaan, dan letak stomata pada setiap tanaman berbeda-beda sehingga berpengaruh pada laju evapotranspirasi. Dari hal ini maka sesuailah literatur yang dikemukakan oleh Lakitan (2000) bahwa Evaporasi merupakan penguapan air yang berasal langsung dari permukaan bentang air atau dari permukaan benda padat yang mengandung air, sedangkan traspirasi merupakan penguapan air yang bersal dari dalam jaringan tumbuhan, melalui suatu celah pada daun tumbuhan yang disebut stomata. Celah stomata tumbuhan bersifat dinamis, dapat melebar dan menyempit sehingga dengan demikian layu penguapan air dari jaringan tumbuhan ini dipengaruhi oleh mekanisme membuka dan menutupnya stomata oleh tumbuhan. Jadi tidak hanya ditentukan oleh masukan energi radiasi matahari yang diterima. Pengupan air yang berada pada permukaan daun merupakan proses evapotraspirasi. Istilah ini lebih sering digunakan karena pada kondisi alamiah secara teknis sulit dipilih antara uap air yang berasal dari evaporasi atau transpirasi.<br /> Percobaan evapotranspirasi dilakukan pada siang hari, yaitu pada saat sinar matahari masih mengeluarkan radiasi matahari ke bumi, sehingga bumi menjadi panas yang hal ini sangat mempengaruhi proses evapotranspiarsi. Selain sinar matahari,keadaan lingkungan juga dengan adanya angin yang juga merupakan mempengaruhi laju evapotranspirasi. Dari hal ini maka sesuailah literature yang dikemukakan oleh Daljoeni (1986) bahwa Evaporasi memerlukan sumber energi yang besar. Pada keadaan tertentu kebutuhan energi secara terus menerus diperoleh melalui pemanasan langsung. Pada keadaan lainnya, air dapat memperoleh sebagian besar panasnya pada waktu sebelumnya atau di tempat yang berbeda. Di sebagian besar lintang, evaporasi actual di atas laut lebih besar dibandingkan daengan daratan yang luas.<br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. Berat kering avokat ( Persea American ) adalah 1,75 kg<br />2. Berat tanah basah adalah 1,9 kg<br />3. Berat awal adalah 1,9 kg<br />4. Suhu pada saat dilakukan percobaan evapotranspirasi adalah 31 C<br />5. Kelembaban udara pada saat dilakukan percobaan adalah 60 %<br />6. Cahaya matahari dan angin dapat mempercepat laju evapotranspirasi<br />7. jumlah dan lebar daun berpengaruh pada laju evapotranspirasi pada berbagai tanaman<br />8. Keadaan tanah juga mempengaruhi evapotranspirasi<br /><br />Saran<br />Agar memperoleh data yang lebih akurat hendaknya bahan dan alat serta prosedur kerja lebih diperhatikan. Pembacaan timbangan untuk berat tanaman juga harus lebih diperhatikan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu, dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara (Kartasapoetra, 2004).<br /> Udara naik yang mencapai dan melewati ketinggian kondensasi untuk menghasilkan awan tidak dapat menghasilkan sedikit pun hujan dan butir air ini terlalu kecil untuk jatuh sebagai hujan. Bahkan arus udara naik yang kecil pun dapat menahan jatuhnya butir air ke bumi. Jadi hujan tidak semudah suatu kelanjutan dari proses kondensasi pembentukan awan. Ada beberapa teori tentang pembentukan butir-butir hujan yang sangat diterangkan secara sederhana (Guslim, 2007).<br /> Dalam mempelajari atmosfer haruslah dibedakan antara cuaca dan iklim. Cuaca adalah keadaan fisis atmosfer pada suatu tempat pada suatu saat. Keadaan fisis atmosfer ini dinyatakan atau diungkapkan dengan hasil pengukuran atau pengamatan berbagai unsur cuaca seperti suhu, curah hujan, tekanan, kelembaban, laju serta arah angin, perawanan, penyinaran, matahari, dan lainnya (Prawirowardoyo, 1996).<br /> Selain suhu, faktor penting dari iklim adalah curah hujan yang disebut presipitasi. Sebenarnya sebutan ini lebih luas cakupannya karena meliputi endapan air, salju, salju keras, butiran es sampai batu es, akan tetapi juga endapan kabut dan embun. Untuk daerah tropik seperti Indonesia dengan presipitasi umumnya ditafsirkan curah hujan. Adapun yang disebut curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah hujan yang tercatat selama panjang bulan yang bersangkutan, akan tetapi diambilkan untuk jangka waktu lam sekitar 30 tahun. Demikian pula curah hujan rata-rata setahun 2300 mm itu diambil berdasarkan pengamatan sepanjang sepertiga abad tadi (Daldjoeni, 1986).<br /> Sedangkan iklim adakah keadaan yang mencirikan atmosfer pada suatu daerah dalam jangka waktu yang cukup lama, yaitu kira-kira 30 tahun. Jangka waktu tersebut dipilih cukup lama untuk melicinkan atau meratakan fluktuasi skala kecil. Keadaan karakteristik atau mencirikan tersebut di atas diungkapkan dengan hasil pengukuran atau pengamatan berbagai unsur cuaca yang dilakukan selama periode waktu tersebut. Supaya praktis iklim tidak dinyatakan dengan semua unsur iklim, Tetapi biasanya hanya menggunakan dua atau tiga unsur yang dapat dianggap mewakilinya, misalnya suhu dan curah hujan (Prawirowardoyo, 1996).<br /><br />Tujuan<br />Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengumpulkan data curah hujan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> Banyaknya hujan, khususnya yang jatuh di suatu daerah selama setahun merupakan suatu faktor yang sangat penting karena curah hujan terutama menentukan ketersediaan air untuk pertumbuhan dan proses-proses vital yang lainnya. Dengan ketersediaan air inilah terdapat ketersesuaian yang besar dengan vegetasi, dan walaupun jumlah setahunnya mungkin merupakan sifat yang paling penting untuk pohon, musim jatuhnya hujan dapat merupakan suatu masalah yang sangat penting untuk tumbuhan dan lahan rumput. Mengenai yang terakhir ini, khususnya lebih disukai hujan dalam musim semi untuk daerah-daerah dengan musim winter yang dingin. Dengan musim panas yang kering dengan suhu tinggi, tetapi musim winter yang cukup panas untuk pertumbuhan, mungkin terdapat semak-semak berdaun-daun kaku dan sempit yang lebih besar (Polunin, 1990).<br /> Intensifikasi hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitas besar berarti hujan lebat dan ini kurang baik bagi tanaman dan peternakan, karena dapat menimbulkan erosi dan banjir. Satuan curah hujan diukur dalam mm/inci. Curah hujan 1mm artinya air hujan yang jatuh setelah 1mm tidak mengalir, tidak meresap, dan tidak menguap. Hari hujan artinya suatu hari dimana curah hujan kurang dari 0,5 mm per hari, jumlah ini tidak berarti bagi tanaman, karena akan habis menguap apabila ada angin. Hari hujan tanaman artinya suatu hari yang curah hujannya kurang dari 2,5 mm dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Kartasapoetra, 2004). <br />Semakin jauh dari khatulistiwa, kedua puncak curah hujan menjadi makin dekat dan kemudian menghasilkan suatu pola curah hujan tunggal pada musim panas. Di luar garis-garis lintang khatulistiwa, curah hujan pada musim dingin tak penting untuk daerah tropik, kecuali di beberapa tempat khusus seperti bagian-bagian Sri Lanka, Filipina, dan satu jalur pantai di Brazilia. Contoh-contoh pola curah hujan musiman di sejumlah tempat daerah tropik akan diberikan untuk menggambarkan pola-pola dasar yang diuraikan di atas dan untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam pola-pola tersebut. Suatu penilaian iklim hujan untuk suatu tempat bagi pertanian yang sederhana tetapi efektif, diperoleh melalui pengurangan rata-rata evapotranspirasi potensial bulanan dari total rata-rata curah hujan bulanan. Periode-periode dengan curah hujan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman dapat ditentukan secara mudah (Goldsworthy dan Fisher, 1991).<br />Cara perkiraan untuk mendapatkan frekuensi kejadian curah hujan dengan intensitas tertentu yang digunakan dalam perhitungan pengendalian banjir, rancangan drainase dan lain-lain adalah hanya dengan menggunakan data pengamatan yang lalu. Jika data pada sebuah titik pengamatan itu lebih dari 20 tahun, mak frekuensi atau perkiraan data hidrologi itu dapat diperoleh dengan cara perhitungan kemungkinan tersebut (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).<br />Hujan disebabkan oleh adanya pendinginan udara yang memuat lengas (uap air). Curah hujan yang biasanya dilaporkan dalam rata-rata setiap bulan, yang merupakan banyaknya hujan yang turun di berbagai bulan menurut kalender, tetapi dirata-rata sepanjang suatu periode yang terdiri atas beberapa tahun, meskipun jumlah hari hujan dalam setiap bulan merupakan petunjuk agihan yang lebih baik. Selanjutnya hujan lebat yang mendadak mungkin banyak yang hilang karena pelimpasan, dan dapat menyebabkan terjadinya erosi yang buruk. Karena adanya perbedaan setempat yang sering kali tampak nyata dengan adanya perubahan-perubahan fisiografi, bagi seorang ahli ekologi dirasakan perlunya untuk memiliki alat pengukur hujan yang automatik, yang seperti termografnya, hanya memerlukan perawatan sekali setiap minggu (Polunin, 1990).<br />Sinar matahari yang mengenai air laut, rawa, sungai maupun parit sehingga artinya akan mengalami penguapan. Udara yang banyak mengandung uap air akan terbawa angin membumbung tinggi ke angkasa. Semakin tinggi semakin rendah suhunya. Pada ketinggian tertentu uap air tersebut akan mengalami pendinginan dan kondensasi sehingga terbentuk awan. Jika kelembaban telah mencapai 100% terbentuklah embun, air, dan akan jatuh kembali ke bumi menjadi hujan. Curah hujan adalah banyaknya jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Banyaknya curah hujan dapat diukur dengan alat penakar curah hujan yang dinamakan rain gauge. Alat ini dipasang pada tempat yang bebas penghalang, baik oleh pohon maupun bangunan (Gunawan, 2007).<br /><br /><br />Berdasarkan terjadinya proses presipitasi, hujan dapat dibagi menjadi:<br />1. Hujan konveksi, yaitu suatu proses hujan yang berdasarkan atas pengembanagn udara yang dipanaskan, akan jadi terus naik. Pada waktu naik, temperatur akan turun sampai suatu saat terjadi kondensasi mak timbullah hujan.<br />2. Hujan orografis, yaitu suatu proses hujan dimana udara terpaksa naik karena adanya penghalang, misalnya gunung. Pada lereng gunung yang menghadap angin datang akan mempunyai hujan yang tinggi, sedangkan pada lereng sebelahnya dimana udara turun akan terjadi panas yang sifatnya kering.<br />3. Hujan frontal, banyak terjadi pada daerah lintang pertengahan dimana temperatur massa udara tiak sama, akibatnya apabila massa udara yang panas naik sampai ke massa udara yang dingin akan terjadi kondensasi dan timbullah hujan (Kartasapoetra, 2004).<br /> Curah hujan lebih sedikit daripada daerah pesisir barat dan timur, karena kebanyakan angin yang mencapai daerah ini terlebih dahulu kehilangan uap airnya dipantai barat dan timur. Kecuali itu lembah Alas dan Renun terlindung daripada pengaruh monsoon, demikian pula lembah Tapanuli Selatan. Daerah-daerah ini mendapat curah hujan yang besar karena berada pada lereng pegunungan (Bukit Barisan) yang kedudukannya menghadang angin mansoon timur laut, sehingga dapat memaksa pembentukan awan hujan di daerah itu (Guslim, 2007).<br /> Mengapa dalam klimatologi faktor suhu dan curah hujan yang selalu diutamakan, meskipun faktor-faktor lainnya ada dan dapat dicatat kalau perlu. Kepentingan dua faktor-faktor lainnya itu memang ada alasannya. Pertama, tanpa panas dan air tumbuhan dan hewan tak dapat hidup, meskipun untuk itu sebenarnya sinar matahari, lembab udara, angin juga berperan akan tetapi masih kalah penting daripada suhu dan curah hujan. Keduanya di tempat manapun di permukaan bumi, suhu dan curah hujan itu paling mudah pencatatannya (Daldjoeni, 1986).<br /> Di antara data mengenai hujan yang penting sekali dalam menguraikan iklim daerah adalah: jumlah hujan rata-rata tahunan / bulanan, jumlah hari hujan rata-rata (Guslim, 2007). <br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu dan Tempat<br /> Adapun praktikum Klimatologi Hutan yang berjudul “Pengukuran Curah Hujan” ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 13 maret 2009 pada pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai. Dilakukan diruang 304, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Bahan dan Alat<br />Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:<br />1. Kayu, sebagai tempat untuk meletakkan penakar hujan pada ketinggian 1,2 m.<br />2. Label nama, untuk ditempel pada penakar hujan.<br />3. Data tabel, sebagai tempat penulisan data.<br />Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:<br />1. Alat penakar hujan, sebagai pengukur curah hujan.<br />2. Gelas ukur, untuk mengukur volume air yang masuk ke dalam penakar hujan.<br />3. Cangkul, untuk melubangi tanah dan untuk meletakkan penakar hujan di dalam tanah.<br /><br />Prosedur<br />1. Disiapkan alat dan bahan.<br />2. Dibersihkan daerah yang akan diukur curah hujannya<br />3. Dilubangi tanah sedalam 25 cm, lalu ditanam penakar hujan yang pertama di dalamnya.<br />4. Ditancapkan kayu di dalam tanah, lalu diikatkan penakar hujan kedua pada ketinggian 1,2 m.<br />5. Diukur volume air yang masuk ke dalam penakar hujan pada saat hujan.<br />No Tanggal Waktu Lama hujan (jam) Curah Hujan Intensitas Curah Hujan Volume Hujan Volume Komulatif<br /> <br /> <br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil<br />Tabel Data curah hujan pada ketinggian 1,2 m di atas tanah<br /><br />No. <br />Tanggal <br />Waktu Lama Hujan (jam) Curah Hujan Intensits Curah Hujan Volume<br />Hujan Volume Kumulatif<br />1. 17-03-2009 09.00 3 12 4 240 240<br />2. 18-03-2009 09.00 1,5 7 4,7 140 380<br />3. 19-03-2009 09.00 2 7,25 3,6 145 525<br />4. 20-03-2009 09.00 1 5,5 5,5 110 635<br />5. 21-03-2009 09.00 2 7 3,5 140 775<br />6. 22-03-2009 09.00 1,5 5,5 3,7 110 885<br />7. 23-03-2009 09.00 2 6 3 120 1005<br /><br /><br />Tabel Data curah hujan di tanah<br /><br />No. <br />Tanggal <br />Waktu Lama Hujan (jam) Curah Hujan Intensits Curah Hujan Volume<br />Hujan Volume Kumulatif<br />1. 17-03-2009 09.00 3 12,5 4,1 250 20<br />2. 18-03-2009 09.00 1,5 7,5 5 150 400<br />3. 19-03-2009 09.00 2 7,25 7,6 145 545<br />4. 20-03-2009 09.00 1 6 6 120 665<br />5. 21-03-2009 09.00 2 7 3,5 140 805<br />6. 22-03-2009 09.00 1,5 6 4 120 925<br />7. 23-03-2009 09.00 2 6 3 130 1055<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan<br /> Dari hasil pengamatan curah hujan yang dilakukan selama satu minggu (7 hari) dengan menggunakan penakar hujan, setiap datang hujan keesokan harinya selalu terdapat air dalam jumlah sedikit pada penakar hujan. Hal ini disebabkan oleh karena adanya pendinginan udara yang memuat lengas (uap air).<br />Dari data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa perbedaan hasil pengukuran curah hujan pada alat penakar hujan yang diletakkan di dalam tanah dengan penakar hujan yang diletakkan dengan ketinggian 1,2 m dari atas permukaan tanah meskipun perbedaannya tidak terlalu jauh.<br />Dari percobaan yang dilakukan, dapat pula dilihat bahwa besarnya curah hujan pada penakar hujan yang ditanam di dalam tanah lebih tinggi bila dibandingkan curah hujan yang memakai alat penakar curah hujan yang diletakkan dengan ketinggian 1,2 m dari atas permukaan tanah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena air hujan yang masuk ke dalam penakar hujan yang ditanam dalam tanah lebih banyak dibandingkan dengan penakar hujan yang diletakkan dengan jarak 1,2 m di atas permukaan tanah. Mungkin karena jaraknya lebih dekat dengan tanah sehingga air yang masuk bukan hanya dari atas tapi juga dari percikan air yang jatuh ke tanah kemudian memercik hingga masuk ke dalam penakar hujan yang diletakkan (ditanam) di dalam tanah lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan jumlah air pada penakar hujan yang diletakkan dengan ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer.<br />2. Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh volume air hujan pada penakar hujan yang diletakkan ditanah lebih banyak dibandingkan dengan penakar hujan yang diletakkan dengan ketinggian 1,2 m.<br />3. Faktor yang mempengaruhi curah hujan adalah uap air di atmosfer, meteorologist, lokasi daerah, dan angin.<br />4. Pengukuran curah hujan harus dilakukan pada pukul 09.00 pagi, karena data yang diperoleh akan lebih akurat.<br />5. Curah hujan dapat dikur dengan alat penakar curah hujan yang disebut rain gauge.<br /><br />Saran<br /> Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam menghitung data curah hujan agar didapatkan data yang akurat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br /> Klasifikasi Iklim adalah Penamaan iklim suatu wilayah berdasarkan pada sifat-sifat yang sama dari faktor penentu iklim atau unsur-unsur iklimnya. Klasifikasi iklim merupakan suatu metode untuk memperoleh informasi iklim di suatu wilayah dalam bentuk yang umum dan sederhana. Klasifikasi iklim dinyatakan dalam bentuk simbol-simbol dan peta iklim sehingga mudah membedakan dan menggunakannya. Klasifikasi iklim sangat berguna untuk mengetahui jenis-jenis tanaman atau ternak yang cocok di suatu tempat. Penentuan pola tanaman, perencanaan perkebunan atau peternakan dan lain-lain. Klasifikasi berdasarkan skala wilayah berlakunya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:<br />1. Klasifikasi iklim global (Dunia), misalnya Koppen dan Thronwaithwaite<br />2. Klasifikasi iklim Regional (Negara), misalnya Mohr, Schmidt-Ferguson dan Oldeman<br />(Ruminta, 2007).<br />Sekarang klasifikasi iklim telah berkembang lebih jauh dan disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Pengumpulan data Iklim pun telah dilakukan dengan lebih akurat, lebih intensif dan lebih tersebar(ekstensif). Alat-alat yang digunakan juga semakin canggih sehingga lebih menjamin akurasi dan objektivitas pengukuran. Data iklim dalam jumlah besar (hasil pengukuran untuk jangka waktu yang lama dan intensif) dapat diolah dan disimpan dengan menggunakan perangkat elektronik yang canggih data logger dan komputer. Pengukuran tidak hanya dilakukan pada kondisi iklim dekat dengan permukaan bumi (sebagaiman data yang dicatat pada stasiun klimatologi konvensional) tetapi juga pengukuran dapat dilakukan pada lapisan atmosfer yang lebih tinggi dengan menggunakan satelit (Lakitan, 2002).<br /><br /> Iklim bumi ditentukan oleh interaksi suatu perangkat kompleks dari kendali-kendali iklim. Perbedaan besar dalam hal pemanasan antara lintang yang rendah dan lintang yang tinggi peranannya sangat mendasar, karena mendorong aliran laut dan atmosfer yang menyangkut panas dari lintang rendah kelintang yang tinggi. Namun demikian pola alirannya sangatlah dipengaruhi oleh penggeseran lintang dari zona pemanasan maksimum yang terjadi seiring dengan pergerakan musim, oleh sebaran kontinen dan lautan serta oleh lokasi terain-terain yang menonjol. Disamping itu banyak sifat dan keadaan geografis lokal meski kecil tetapi juga memberikan andil yang penting pada iklim<br />(Threwartha dan Horn, 1995).<br /><br />Tujuan<br /> Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:<br />1. Menentukan tipe iklim menurut klasifikasi Koppen<br />2. Menentukan tipe iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson<br />3. Menentukan tipe iklim menurut Klasifikasi Oldeman<br /> <br />TINJAUAN PUSTAKA<br />Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh beberapa gabungan dari unsur yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, awan, presifikasi, evaporasi, tekanan udaradan angin. Unsur-unsur itu berbeda pada tempat yang satu dengan tempat yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena adanya faktor iklim, yaitu:<br />1. Ketinggian tempat<br />2. Latitude atau garis lintang<br />3. Daerah tekanan<br />4. Arus laut dan <br />5. Permukaan tanah<br />(Kartasapoetra, 1993).<br />Secara garis besar masalah iklim meliputi unsur-unsur sebagai berikut:<br />1. Letak geografis dan bentuknya<br />2. Matahari (meliputi gari edar, cahaya dan panas)<br />3. Angin/udara (meliputi arah, kecepatan dan temperatur)<br />4. Curah hujan (meliputi kemiringan, lebat)<br />Iklim pada setiap tempat berbeda sesuai dengan posisinya di bumi ini. Meskipun secara makro sama tetapi secara mikro dapat berbeda. Iklim makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pad kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pengerakan udara, curah hujan, kelembaban udara dan temperatur udara (Annonimous, 2008).<br />Adapun kontrol iklim terdiri atas rotasi bumi, adanya daratan dan lautan, gerakan air samudera dan revolusi bumi. Di luar itu masih ada tambahan lagi dengan perincian; Lintang tempat, penghalang alami (penggunungan) tekanan udara yang permanen atau semi permanen dan prahara (Daljoeni, 1986).<br />Dasar Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson (1951) adalah rata-rata curah hujan bulanan (seperti klasifikasi mohr) yang dikelompokkan menjadi tiga yaitu, BB (Bulan Basah) dimana curah hujan di atas 100mm/bulan. BL (Bulan Lembab) diman curah hujan antara 60-100mm/bulan dan BK (Bulan Kering) diman curah hujan di bawah 60mm/bulan. Rata-rata BB dan BK kemudian dimasukkan dan dinyatakan sebagai Q. Q adalah rata-rata dari BK dibagi dengan rata-rata dari BB kemudian dikali dengan 100% (Ruminta, 2001).<br />Dasar klasifikasi iklim Mohr adalah rata-rata curah huajn bulanan yang dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: Bulan Basah (BB) dimana curah hujan diatas 100mm/bulan. Bulan Lembab (BL) diman curah hujan diantara 60-100mm/bulan dan Bulan Kering (BK) diman curah hujan di bawah 60mm/bulan. Perhitunagan bulan basah bulan lembab menurut Mohr adalah dengan menghitung dulu rata-rata curah hujan bulanan tersebut kemudian dipilah-pilah menjadi bulan basah, bulan lembab dan bulan kering. Klasifikasi iklim Oldeman disebut juga dengan istilah lain yaitu Peta Agriklimait. Dasar klasifikasi Oldeman adalah curah hujan bulanan yang dikelompokkan menjadi Bulab Basah (BB), Bulan Lembab (BL) dan Bulan Kering (BK). Dalam klasifikasi tersebut kriteria BB dan BK dikaitkan dengan kebutuuhan air (ETP) tanaman pangan. <br />Kriteria BB, BL dan BK menurut Oldeman, yaitu:<br />1 . Bulan Basah (BB) yaitu curah hujan di atas 200mm/bulan (kebutuhan minimum untuk padi sawah).<br />2. Bulan Lembab (BL) yaitu curah hujan antara 100-200mm/bulan (kebutuhan minimum untuk tanaman palawija).<br />3. Bulan Kering (BK) yaitu curah hujan di bawah 100mm/bulan (tidak cocok untuk tanaman pangan).<br />(Ruminta, 2001).<br /> <br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu dan tempat<br />Adapun praktikum ini yang berjudul “Klasifikasi Iklim” dilaksanakan pada hari Jumat, 17 April 2009 pukul 14.00 wib sampai dengan selesai, dilakukan di ruang 202, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br /><br />Bahan dan Alat<br />Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum adalah Data Curah Hujan Bulanan di Stasiun Gunung Mas pada Tahun 1989-2001 sebagai objek yang dihitung<br /> Adapun alat yang digunakan dalam praktikum adalah<br />1. Kalkulator sebagai alat untuk menghiitung data.<br />2. Alat tulis sebagai alat untuk menulis.<br />3. Buku data sebagai alat untuk menyalin data.<br /> <br />Prosedur<br />1. Disiapkan bahan dan alat<br />2. Dihitung Data Curah Hujan Bulanan di Stasiun Gunung Mas Tahun 1989-2001<br />3. Dihitung rata-ratanya<br />4. Dibuat Pembahasahnya dan disalin ke dalam buku data.<br /> <br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br />Hasil<br />Tabel Data Curah Hujan Bulanan di Stasiun Gunung Mas Tahun 1989-2001<br /><br />Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah JBK JBB<br />1989 500 525 363 268 407 237 194 262 86 280 287 484 3893 0 12<br />1990 402 309 176 295 199 141 149 226 137 129 143 411 2117 0 12<br />1991 896 462 195 267 256 157 149 284 188 178 145 547 3724 0 12<br />1992 465 681 307 574 192 151 203 264 327 422 239 483 4308 0 12<br />1993 511 265 372 349 146 242 59 166 49 225 348 426 3158 2 10<br />1994 600 294 304 362 168 41 7 43 101 114 377 321 2732 3 9<br />1995 495 659 466 274 127 221 20 0 121 316 460 357 3516 2 10<br />1996 545 229 30 40 69 81 139 133 296 260 357 453 3732 2 8<br />1997 646 312 194 380 286 8 10 28 0 36 333 641 2874 5 7<br />1998 813 753 946 214 101 76 78 85 177 250 437 602 4568 0 9<br />1999 595 184 238 327 237 133 101 110 80 322 478 321 2926 0 11<br />2000 757 591 313 454 456 116 170 39 77 39 393 408 3816 2 9<br />2001 815 919 570 495 272 163 124 51 193 451 475 70 4598 1 10<br />Rataan 605 483,3 344,1 330,1 224,3 135 107,9 130 144,6 232,4 346,7 424,9 2981,9 1,3 10<br />BK/BB 0 1/12 1/12 0 2/9 2/8 4/8 5/7 2/8 2/11 0 0 - - 10<br /><br />Keterangan : BK/BB : Bulan Kering/Bulan Basah<br /> JBK : Jumlah Bulan Kering<br /> JBB : Jumlah Bulan Basah<br /> <br /> <br />Pembahasan <br />Daerah Gunung Mas Menurut Koppen termasuk tipe iklim Hujan Tropis dan Menurut Scmidt-Ferguson Nilai Q : 138% Tipe iklim: A (sangat basah) karena Q < 14,3. Sedangkan Menurut Oldeman: Jumlah Bulan Basah berturut-turut: 93 Bulan. Jumlah Bulan Kering berturut-turut: 26 Bulan. Masa pertumbuhan tanaman: 35-37 Bulan. Tipe iklim: A (iklim basah (5-6) dan kering (2-3)<br />Keterangan tipe Agroklimat:<br />Bulan Basah : Curah hujan lebih dari 200mm<br />Bulan Kering : Curah hujan kurang dari 100mm<br />Tanaman yang sesuai adalah padi karena periode tumbuh +/- 35 bulan sampai 37 bulan.<br />Sesuai dengan literatur dari Kartasapoetra (1993), ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi iklim, yaitu:<br />1. Ketinggian tempat<br />2. Latitiude/garis lintang Daerah tekanan<br />3. Daerah tekanan<br />4. Permukaan tanah dan<br />5. Arus laut<br />Iklim disetiap tempat akan berbeda-beda sesuai dengan muka posisi bumi. Meskipun secara makro sama tetapi secara mikro dapat berbeda. Iklim makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut.<br /> <br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br />1. Tipe Iklim di Daerah Gunung Mas menurut Koppen adalah iklim hujan Tropis<br />2. Tipe Iklim di Daerah Gunung Mas menurut Oldeman adalah tipe A (iklim basah)<br />3. Tipe Iklim di Daerah Gunung Mas menurut Schmidt-Ferguson adalah A (sangat bash) karena Q < 14,3<br />4. Nilai Q menurut Schmidt-Ferguson adalah 13,8 %<br />5. Jumlah Bulan Basah menurut Oldeman adalah 93 bulan <br />6. Jumlah Bulan kering Menurut Oldeman adalah 35-37 bulan<br />7. Tanaman yang sesuai untuk daerah beriklim hujan tropis adalah padi<br /><br /><br />Saran<br />Diharapkan kepada seluruh Praktikan agar lebih teliti dalam menjalankan prosedur agar hasil yang diperoleh menjadi lebih akurat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR TABEL<br /><br /> Tabel 1. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Padang Rumput<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 35 34 93 35<br />10 33 27 61 33<br />20 33 26 56 33<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 33.5 28.25 66.5 33.5<br /><br /> Tabel 2. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Parking Blok<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 34 32 56 34<br />10 32 26 61 32<br />20 32 26 61 32<br />30 32 26 61 32<br />Rata-rata 32.5 27.5 67.25 32.5<br /><br /> Tabel 3. Pengukuran Suhu Dan Kelembapan Udara Pada Permukaan Aspal<br />Waktu TBK (oC) TBB (oC) RH (%) oC<br />0 35 34 93 35<br />10 33 27 61 33<br />20 33 26 56 33<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 33.5 28.25 66.5 33.5<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 4. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Mahoni (Swietenia mahagoni).<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 33 32 93 33<br />10 31 26 66 31<br />20 31 25 60 31<br />30 30 25 65 30<br />Rata-rata 31,25 27 71 31,25<br /><br /><br />Tabel 5. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Jati ( Tectona grandis)<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 30 26 72 30<br />10 31 26 66 31<br />20 29 25 71 29<br />30 29 25 71 29<br />Rata-rata 29,75 25,5 70 29,75<br /><br /><br />Tabel 6. Pengamatan Suhu dan Kelembaban di Bawah Tegakan Sawit (Elaeis guineensis)<br />Waktu (menit) TBK (oC) TBB (oC) RH (%) T (oC)<br />0 30 29 93 30<br />10 33 26 56 33<br />20 32 25 55 32<br />30 33 26 56 33<br />Rata-rata 32 26,5 64,5 32<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 1 hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada pukul 06.00 – 07.00 Wib<br /><br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 24 106 24 83 25 84 25 76 24 92 Saga<br />11/04/10 26 84 26 84 25 76 24 68 24 68 Saga <br />12/04/10 22 100 23 91 24 100 22 80 22 80 Saga <br />13/04/10 24 83 24 83 23 91 22 91 22 91 Mahoni <br />14/04/10 24 92 24 92 23 83 24 83 23 83 Mahoni <br />15/04/10 24 83 24 83 23 91 22 91 22 91 Mahoni<br />16/04/10 25 84 24 83 24 75 25 76 24 75 Jati <br />17/04/10 24 92 24 92 23 83 25 83 23 83 Jati<br />18/04/10 25 84 24 75 24 83 23 83 22 91 Jati<br />19/04/10 26 84 25 76 24 80 23 83 22 80 Saga<br /><br />Tabel 2 hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada pukul 12.00 – 13.00 Wib<br /><br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 33 61 34 74 34 74 34 68 34 68 Saga<br />11/04/10 32 61 33 61 34 68 34 62 34 68 Saga <br />12/04/10 33 61 33 56 34 68 34 62 34 62 Saga <br />13/04/10 31 66 31 66 32 61 32 61 33 61 Mahoni <br />14/04/10 32 86 31 61 32 61 32 55 32 61 Mahoni <br />15/04/10 31 66 31 54 32 61 33 61 33 61 Mahoni<br />16/04/10 32 85 32 85 32 61 36 58 36 58 Jati <br />17/04/10 32 85 32 73 32 61 35 58 35 58 Jati<br />18/04/10 31 66 31 54 31 60 31 54 31 54 Jati<br />19/04/10 32 55 32 55 35 58 35 58 35 58 Saga<br /><br />Tabel 3 hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada berbagai ketinggian pada pukul 18.00 – 19.00 Wib<br /><br />Tanggal Ketinggian ( meter ) Keterangan<br /> 1 meter 2 meter 4 meter 6 meter 8 meter <br /> T RH T RH T RH T RH T RH <br />09/04/10 30 74 34 74 32 61 33 56 34 56 Saga<br />11/04/10 33 61 33 61 32 73 33 61 33 61 Saga <br />12/04/10 32 61 33 56 34 68 34 62 34 62 Saga <br />13/04/10 31 66 31 54 31 60 31 54 31 54 Mahoni <br />14/04/10 32 86 32 61 32 61 32 85 32 61 Mahoni <br />15/04/10 33 61 32 61 33 67 32 61 33 61 Mahoni<br />16/04/10 35 58 30 61 32 55 31 72 31 60 Jati <br />17/04/10 35 58 30 61 33 67 32 61 32 61 Jati<br />18/04/10 32 85 32 85 32 73 31 72 31 60 Jati<br />19/04/10 31 60 31 66 31 66 30 65 30 65 Saga<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 10. Data Suhu udara di siborong-borong, kabupaten tapanuli Utara januari 2009<br />T max T min Rata-rata T 07.30 T 13.30 T 17.30 Rataan<br />29 25 27 26.5 29.5 27 27.38<br />30 24 27 22.5 33 26.5 26.12<br />32.5 25 28.5 22 29 22.5 23.88<br />31 24 27.5 20.8 28 22 22.9<br />32 29 30.5 27 31 20.8 26.45<br />29.5 28 28.75 27 31 27 28<br />29 22.5 25.75 27 31.5 27 28.13<br />30.5 22 26.25 25 31 29 27.5<br />31 20.8 25.9 26 30 27 26.6<br />31 27 29 26.5 29.5 29 27.9<br />29 27 28 22.5 28 29.5 25.6<br />29.5 27 28.25 22 29 26 24.75<br />31 25 28 20.8 30 27 24.65<br />32 26 29 27 31.5 27 28.12<br />32 26.5 29.25 27 31 24 27.25<br />32 22.5 28 27 29 25 27<br />32 22 27 25 29.6 24 28.8<br />32 20.8 26.4 26 29 25 26.5<br />29 27 28 26.5 29.6 24 26.62<br />30 27 28.5 27 29 29 27.75<br />31.5 27 29.25 27 29.5 28 25.83<br />31 25 28 25 28 22.5 24.58<br />29 26 27.5 22.4 29 22 24.45<br />29.5 26.5 28 23 30 20.8 26.25<br />29 27 28 24.5 31.5 27 26.42<br />30.5 27 28.75 26 31 27 26.42<br />31 27 29 27 29 27 27.5<br />31 25 28 22 30.5 26 25.12<br />29 26 27.5 25 31 26.5 26.8<br />29.5 26.5 28 21 30 22.5 23.6<br />30.5 25.37 28.65 24.8 29.85 24.72 26.32<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 11. Data kelelembaban Udara di Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Januari 2009<br />RH 06 00 RH 09 .00 RH 12 .00 RH 15 .00 RH 18 .00 RH 21 .00 RH 24 .00 RH 03 .00 RH X siang RH X malam RH X rata-rata<br />91 86 75 65 71 86 85 92 78.5 83.8 81.3<br />85 87 78 64 70 87 86 91 78 83.6 80<br />84 87 79 63 70 87 87 93 82 84.4 81<br />85 87 77 62 70 87 88 92 77 84.6 71.8<br />86 85 73 68 69 85 90 91 79.5 85.4 80.3<br />87 89 74 65 68 89 91 91 78 85.4 80.9<br />88 88 75 63 67 88 90 86 76.5 83.8 78.29<br />90 86 76 64 65 86 89 83 77 82.8 79.4<br />91 87 77 65 67 85 87 82 81 82.2 79.9<br />90 80 78 64 65 84 87 91 77.5 83.2 79.54<br />89 91 79 62 68 85 85 92 77 84.4 71.9<br />92 85 80 68 69 86 89 90 80 85 82<br />91 84 75 65 66 87 88 91 78 85 80.4<br />93 85 75 63 68 88 86 92 78 85.2 81.1<br />92 86 78 64 69 90 87 92 78 85.8 81.9<br />91 87 73 65 70 91 86 89 78 85.4 81.5<br />91 88 74 64 64 90 89 88 77.6 83 71.5<br />84 90 75 62 65 89 88 89 76 82.8 79.1<br />83 91 76 68 68 87 86 90 79.5 82.6 80<br />82 90 77 65 63 87 85 90 76.5 83.2 78.4<br />91 89 78 63 67 85 84 91 77 82.1 80.6<br />84 87 79 64 66 89 85 91 77.5 83.2 79.5<br />85 87 80 65 56 88 86 92 74 81.6 78<br />86 85 75 64 53 86 87 93 73 87.2 76.8<br />87 89 75 62 68 87 88 94 78 87.2 80.5<br />88 88 78 68 69 85 90 90 79 84.8 81.3<br />90 86 70 65 70 86 91 92 78.5 85.6 80.8<br />91 87 71 63 64 85 90 96 79.5 85 80.2<br />90 86 72 64 65 86 89 92 78 84.2 79.9<br />89 88 73 63 68 87 87 95 79 85.6 80.7<br />88.2 87.4 75.83 64.33 66.6 86.87 87.53 90.63 63.89 84.24 -<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 12. Data evapotranspirasi pada kelompok 1<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Mangga<br />(Mangifera indica) 1,8 kg 2,25 kg 2,25 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg<br />1,9 kg<br />1,89 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 13. Data evapotranspirasi pada kelompok 2<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1. <br /><br /><br /><br /><br /><br /> Nangka<br />(Arthocarpus integra) 2 kg<br /> 2,25 kg 2,25 kg<br />2 kg<br />1,98 kg<br />1,98 kg<br />1,996 kg<br />1,995 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 14. Data evapotranspirasi pada kelompok 3<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Rambutan<br />(Nephelium lappaceum) 2,5 kg<br /> 2,6 kg 2,6 kg<br />2,4 kg<br />2,2 kg<br />2 kg<br />1,8 kg<br />1,8 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 15. Data evapotranspirasi pada kelompok 4<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Durian<br />(Durio ziberthinus) 2,2 kg 2,35 kg 2,35 kg<br />2,3 kg<br />2,1 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,98 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Tabel 16. Data evapotranspirasi pada kelompok 5<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /> Jambu monyet<br />(Eugenia spp) 1,5 kg 2,2 kg 2,2 kg<br />2,1 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg<br />1,9 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 17. Data evapotranspirasi pada kelompok 6<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Alpukat<br />(Persea Americana) 1,9 kg 1,95 kg 1,91 kg<br />1,89 kg<br />1,89 kg<br />1,89 kg<br />1,86 kg<br />1,85 kg<br /> 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 18. Data evapotranspirasi pada kelompok 7<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Kueni<br />(Mangifera odorata) 1,7 kg 2,23 kg 2,23 kg<br />2,2 kg<br />2,2 kg<br />2 kg<br />2 kg<br />1,95 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 19. Data evapotranspirasi pada kelompok 8<br />NO. JENIS BERAT BIBIT WAKTU ( MENIT )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> ALPUKAT<br />(PERSEA AMERICANA) 1,75 kg 1,9 kg 1,9 kg<br />1,88 kg<br />1,87 kg<br />1,86 kg<br />1,86 kg<br />1,86 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br /><br />Tabel 20. Data evapotranspirasi pada kelompok 9<br />No. Jenis Berat Bibit Waktu ( menit )<br /> BK BA BB <br />1.<br /><br /><br /><br /><br /><br /> Sukun<br />(Arthocarpus communis) 1,9 kg 2,25 kg 2,25 kg<br />2,20 kg<br />2,15 kg<br />2 kg<br />1,98 kg<br />1,98 kg 10<br />20<br />30<br />40<br />50<br />60<br />Tabel 21. Data curah hujan pada ketinggian 1,2 m di atas tanah<br /><br />No. <br />Tanggal <br />Waktu Lama Hujan (jam) Curah Hujan Intensits Curah Hujan Volume<br />Hujan Volume Kumulatif<br />1. 17-03-2009 09.00 3 12 4 240 240<br />2. 18-03-2009 09.00 1,5 7 4,7 140 380<br />3. 19-03-2009 09.00 2 7,25 3,6 145 525<br />4. 20-03-2009 09.00 1 5,5 5,5 110 635<br />5. 21-03-2009 09.00 2 7 3,5 140 775<br />6. 22-03-2009 09.00 1,5 5,5 3,7 110 885<br />7. 23-03-2009 09.00 2 6 3 120 1005<br /><br /><br />Tabel 22. Data curah hujan di tanah<br /><br />No. <br />Tanggal <br />Waktu Lama Hujan (jam) Curah Hujan Intensits Curah Hujan Volume<br />Hujan Volume Kumulatif<br />1. 17-03-2009 09.00 3 12,5 4,1 250 20<br />2. 18-03-2009 09.00 1,5 7,5 5 150 400<br />3. 19-03-2009 09.00 2 7,25 7,6 145 545<br />4. 20-03-2009 09.00 1 6 6 120 665<br />5. 21-03-2009 09.00 2 7 3,5 140 805<br />6. 22-03-2009 09.00 1,5 6 4 120 925<br />7. 23-03-2009 09.00 2 6 3 130 1055<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> <br /><br /><br /><br />Tabel 24. Data Curah Hujan Bulanan di Stasiun Gunung Mas Tahun 1989-2001<br /><br />Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jumlah JBK JBB<br />1989 500 525 363 268 407 237 194 262 86 280 287 484 3893 0 12<br />1990 402 309 176 295 199 141 149 226 137 129 143 411 2117 0 12<br />1991 896 462 195 267 256 157 149 284 188 178 145 547 3724 0 12<br />1992 465 681 307 574 192 151 203 264 327 422 239 483 4308 0 12<br />1993 511 265 372 349 146 242 59 166 49 225 348 426 3158 2 10<br />1994 600 294 304 362 168 41 7 43 101 114 377 321 2732 3 9<br />1995 495 659 466 274 127 221 20 0 121 316 460 357 3516 2 10<br />1996 545 229 30 40 69 81 139 133 296 260 357 453 3732 2 8<br />1997 646 312 194 380 286 8 10 28 0 36 333 641 2874 5 7<br />1998 813 753 946 214 101 76 78 85 177 250 437 602 4568 0 9<br />1999 595 184 238 327 237 133 101 110 80 322 478 321 2926 0 11<br />2000 757 591 313 454 456 116 170 39 77 39 393 408 3816 2 9<br />2001 815 919 570 495 272 163 124 51 193 451 475 70 4598 1 10<br />Rataan 605 483,3 344,1 330,1 224,3 135 107,9 130 144,6 232,4 346,7 424,9 2981,9 1,3 10<br />BK/BB 0 1/12 1/12 0 2/9 2/8 4/8 5/7 2/8 2/11 0 0 - - 10<br />Keterangan : BK/BB : Bulan Kering/Bulan Basah<br /> JBK : Jumlah Bulan Kering<br /> JBB : Jumlah Bulan Basahharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-26929720960184216652010-06-03T17:26:00.000-07:002010-06-03T17:27:20.188-07:00PERBAIKAN SPEKTRAL PADA CITRA SATELITOELH HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br />Penginderaan jauh mempunyai keunggulan dibanding dengan survai terrestrial secara langsung. Dari penginderaan jauh dapat dihemat baik biaya, tenaga maupun waktu karena beberapa parameter dari data dapat disadap secara langsung dari citra. Dari penginderaan jauh didapat pula kemudahan pengambilan sampel di lapangan untuk data-data yang belum dapat disadap oleh citra, yaitu dengan cara melihat gambaran wilayah secara umum daerah cakupan citra dan membuat zona-zona tertentu yang mempunyai karakteristik yang sama. Teknologi penginderaan jauh mempunyai peranan yang penting dalam hal ini.<br />Pada dasarnya, teknologi berbasis satelit ini menyajikan informasi awal kondisi wilayah. Keunggulan utamanya adalah menyajikan informasi aktual dan akurat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek. Data satelit punya keunggulan dibandingkan peta atau foto udara, karena bisa menyajikan informasi tentang karakteristik spektral obyek di permukaan bumi yang tidak dapat ditangkap oleh mata telanjang (Sutanto, 1986).<br />Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya. Dalam interpretasi citra terdapat tiga rangkaian kegiatan yang diperlukan yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi adalah pengamatan atas adanya suatu objek. Identifikasi adalah upaya mencirikan objek yang telah dideteksi degan menggunakan keterangan yang cukup. Sedangkan deteksi berarti penentuan ada atau tidaknya suatu objek pada citra. Interpreter memerlukan beberapa unsur-unsur interpretasi untuk dapat melakukan interpretasi. Unsur-unsur ini mampu mempermudah interpreter ke arah analisa yang tepat. Unsur-unsur tersebut antara lain (Sutanto, 1986).<br />Pengolahan data citra satelit tidak lepas dari sistem informasi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis. Pengolahan data citra lebih banyak mengacu kepada kelas penutup dan penggunaan lahan. Penggunaan lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannya dengan lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra, sedangkan penutup lahan merupakan gambaran kostruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Pemetaan penggunaan lahan dilakukan berdasarkan sistem klasifikasi lahan USGS (United States Geological Survey) yang telah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. Secara urut proses pemetaan penggunaan lahan dapat diawali dimelalui software ER-Mapper Load data, Visualisasi, Rektifikasi, Cropping citra dan Transformasi dengan melalui Arc View dan Arc Info dengan mengklasifikasi, deliniasi, digitasi, konversi polyline, pemasukan database, layout dan pencetakan peta (Purwadhi dan Sri, 2001).<br />Analisis menggunakan citra satelit lebih banyak dilakukan daripada foto udara, karena citra satelit memiliki beberapa nilai lebih seperti : a) Mencakup area yang lebih luas, sehingga memungkinkan dilakukan analisis dalam skala regional, yang seringkali menguntungkan untuk memperoleh gambaran geologis area tersebut, b) Pengambilan data dapat dilakukan sewaktu-waktu (multi temporal) karena orbit satelit yang mengitari bumi, dan c) Memiliki kemungkinan penerapan sensor pendeteksi multispektral dan hiperspektral yang nilainya dituangkan secara kuantitatif (disebut derajat keabuan atau digital number dalam remote sensing), sehingga memungkinan aplikasi otomatis pada komputer untuk memahami dan mengurai karakteristik material yang diamati (Danoedoro, 1996).<br /><br /><br />Tujuan<br />Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam melakukan teknik perbaikan spektral dengan menggunakan software Erdas pada citra Landsat yang telah disediakan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /> NDVI atau Normalized Difference Vegetation Index merupakan metode standar dalam membandingkan tingkat kehijauan vegetasi pada data satelit. Formula untuk menghitung nilai NDVI adalah:<br />(kanal NIR – kanal Red) / (kanal NIR + kanal Red)<br />Nilai index mempunyai rentang -1.0 hingga 1.0. Nilai yang mewakili vegetasi pada rentang 0.1 hingga 0.7 sedangkan di atas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan vegetasi. Beberapa data dari bermacam sensor satelit yang dapat digunakan dalam formulasi ini, antara lain:<br />• Landsat TM/ETM — kanal 3 (0.63-0.69 µm) dan 4 (0.76-0.90 µm)<br />• NOAA AVHRR — kanal 1 (0.58-0.68 µm) dan 2 (0.72-1.0 µm)<br />• Terra MODIS — kanal 1 (0.62-0.67), dan 2 (0.841-0.876)<br />NDVI dapat digunakan sebagai indikator biomasa dan tingkat kehijauan (greenness) relatif (Sutanto, 1986).<br />Perhitungan perbandingan sifat respon obyek terhadap pantulan sinar merah dan NIR dapat menghasilkan nilai dengan karakteristik khas yang dapat digunakan untuk memperkirakan kerapatan atau kondisi kanopi/kehijauan tanaman. Tanaman yang sehat berwarna hijau mempunyai nilai indeks vegetasi tinggi. Hal ini disebabkan oleh hubungan terbalik antara intensitas sinar yang dipantulkan vegetasi pada spektral sinar merah dan NIR (Purwadhi dan Sri, 2001).<br />Resolusi atau resolving power adalah kemampuan suat sistem optik elektronik untuk membedakan informasi yang secara spasial berdekatan atau secara spektral. Ada beberapa jenis resolusi yang umum diketahui dalam Penginderaan Jauh yaitu resolusi spasial, resolusi spektral, resolusi temporal, dan resolusi radiometrik, yang dijelaskan sebagai berikut : <br />1. Resolusi spasial yaitu ukuran objek terkecil yang mampu direkam, dibedakan dan disajikan pada citra. Resolusi spasial menunjukkan level dari detail yang ditangkap oleh sensor. Semakin detail sebuah studi semakin tingi resolusi spasial yang diperlukan.<br />2. Resolusi spektral yaitu daya pisah objek berdasarkan besarnya spectrum elektromagnetik yang digunakan untuk merekam data. Resolusi spectral menunjukkan lebar kisaran dari masing–masing band spektral yang diukur oleh sensor. Semakin banyak jumlah saluran atau kanal–kanalnya semakin tinggi kemampuannya dalam mengenali objek. <br />3. Resolusi temporal menunjukkan waktu antar pengukuran, atau dalam kata lain kemampuan suatu sistem untuk merekam ulang daerah yang sama. Satuan resolusi temporal adalah jam atau hari. <br />4. Resolusi radiometrik adalah kemampuan sensor dalam mencatat respons spektral objek atau kemampuan sensor untuk mendeteksi perbedaan pantulan terkecil<br />(Danoedoro, 1996).<br /> Data yang diolah pada SIG ada dua macam yaitu data geospasial atau yang biasanya disebut data spasial dan data non-spasial. Data spasial adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi misalnya sungai, wilayah administrasi, gedung, jalan raya dan sebagainya. Seperti yang telah diterangkan pada gambar diatas, data spasial didapatkan dari peta, foto udara, citra satelit, data statistik dan lain-lain (Murni, 1992).<br />Hingga saat ini secara umum persepsi manusia mengenai bentuk representasi kesatuan ruang adalah konsep raster dan vektor. Sedangkan data non-spasial adalah selain data spasial yaitu data yang berupa teks atau angka. Biasanya disebut dengan atribut. Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar untuk menggambarkan data spasial. Dari data nonspasial ini nantinya dapat dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan peta penyebaran penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari masing-masing daerah (data non-spasial), dari data tersebut nantinya kita dapat menggambarkan pola penyebaran penduduk untuk masing–masing daerah. Data spasial merupakan data yang paling penting dalam SIG. (Prahasta, 2002).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />METODOLOGI<br /><br />Waktu dan Tempat<br /> Praktikum Penginderaan Jarak Jauh dengan judul Perbaikan Spektral ini dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Maret 2010 pukul 12.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang 203 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Citra Landsat Belawan (Sumatera Utara)<br /> Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:<br />- Laptop<br /> - Software ERDAS<br /><br />Prosedur<br />1. Buka aplikasi ERDAS IMAGINE 8.5 pada komputer atau Laptop.<br />2. Klik Interpreter<br />3. Klik Spectral Enhancement<br />4. Klik Indicies<br />5. Masukkan file belawan 1 ke dalam kolom input dan tempat serta nama file yang akan disimpan ke dalam kolon output<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />6. Dipilih fungsi yang terdapat di kolom ”Select Function” seperti IR/R<br />7. Klik ok<br />8. Lakukan langkah-langkah tersebut untuk fungsi : SQRT, VEG. INDEKS, NDVI, TNDVI, IRON OXIDE, dan HIDROTHERMAL COMPOSITE.<br />9. Dibuka file NDVI untuk membuat peta NDVI<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />10. Klik Raster lalu klik Attribute Editor kemudian terbuka kotak dialognya<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11. Klik Edit lalu klik ”criteria” dan muncul kotak dialog ”Selection criteria”<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />12. Dimasukkan kriteria yang diinginkan<br />13. Klik Edit dan klik colour untuk member warna yang diinginkan.<br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br />Hasil <br />Gambar 1. NDVI Gambar 2. SQRT<br /> <br /><br /><br />Gambar 3. IR/R Gambar 4. IRON OXIDE<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 5. TNDVI Gmbar 6. VEG. INDEKS<br /> <br />Gambar 7. HYDROTHERMAL COMPOSITE<br /> <br />Tabel 1. Hasil Nilai Masing-Masing Fungsi Dari Berbagai Jenis Tutupan Pada Koordinat Yang Sama<br /> JENIS NILAI NILAI NILAI NILAI NILAI NILAI HYDROTHERMAL<br />NO TUTUPAN X Y IR/R SQRT VEG. NDVI TNDVI IRON KOMPOSIT<br /> INDEKS OXIDE 1 2 3<br />1 Badan Air 458.368.617.188 415.612.382.813 0,609 0,76 -9 -0,24 0,507 0,286 9 0,286 0,58<br />2 Pemukiman 454.289.671.120 425.674.886.719 0,383 0,619 -28 0,45 0,232 0,484 1,9 0,477 0,77<br />3 Lahan Kosong 462.270.657.438 421.684.488.044 2,767 1,142 -4 0,1 0,659 0,461 1,66 0,491 0,88<br />4 Sawah 472.421.483.631 411.110.853.961 0,556 0,745 -12 -0,29 0,463 0,363 2,2 0,31 0,56<br />5 Mangrove 467.171.127.930 420.860.205.580 1,655 1,604 44 0,44 0,718 0,333 4 0,289 2,62<br />6 Perkebunan 452.493.963.920 417.522.041.781 3,267 1,858 76 0,469 1,016 0,341 2,8 0,341 2,77<br /><br /><br /><br /><br />Data Nilai NDVI<br />Raster Attribute Editor<br /> <br /> Row Value Histogram <br /> --- ----------- ----------- --------- <br /> 0 -0.6 49 <br /> 1 -0.595036 245 <br /> 2 -0.590072 0 <br /> 3 -0.585109 588 <br /> 4 -0.580145 0 <br /> 5 -0.575181 686 <br /> 6 -0.570217 147 <br /> 7 -0.565253 1519 <br /> 8 -0.56029 1813 <br /> 9 -0.555326 735 <br /> 10 -0.550362 3234 <br /> 11 -0.545398 784 <br /> 12 -0.540434 1029 <br /> 13 -0.535471 3087 <br /> 14 -0.530507 1176 <br /> 15 -0.525543 5831 <br /> 16 -0.520579 735 <br /> 17 -0.515615 6272 <br /> 18 -0.510652 1470 <br /> 19 -0.505688 0 <br /> 20 -0.500724 7889 <br /> 21 -0.49576 294 <br /> 22 -0.490797 7546 <br /> 23 -0.485833 1470 <br /> 24 -0.480869 5782 <br /> 25 -0.475905 2156 <br /> 26 -0.470941 1764 <br /> 27 -0.465978 3822 <br /> 28 -0.461014 1862 <br /> 29 -0.45605 1323 <br /> 30 -0.451086 2842 <br /> 31 -0.446122 3626 <br /> 32 -0.441159 147 <br /> 33 -0.436195 1421 <br /> 34 -0.431231 2450 <br /> 35 -0.426267 294 <br /> 36 -0.421303 2352 <br /> 37 -0.41634 1176 <br /> 38 -0.411376 343 <br /> 39 -0.406412 1617 <br /> 40 -0.401448 588 <br /> 41 -0.396484 343 <br /> 42 -0.391521 1372 <br /> 43 -0.386557 245 <br /> 44 -0.381593 441 <br /> 45 -0.376629 98 <br /> 46 -0.371665 392 <br /> 47 -0.366702 1176 <br /> 48 -0.361738 0 <br /> 49 -0.356774 49 <br /> 50 -0.35181 1176 <br /> 51 -0.346846 49 <br /> 52 -0.341883 0 <br /> 53 -0.336919 833 <br /> 54 -0.331955 0 <br /> 55 -0.326991 49 <br /> 56 -0.322027 686 <br /> 57 -0.317064 490 <br /> 58 -0.3121 98 <br /> 59 -0.307136 196 <br /> 60 -0.302172 686 <br /> 61 -0.297208 49 <br /> 62 -0.292245 0 <br /> 63 -0.287281 147 <br /> 64 -0.282317 588 <br /> 65 -0.277353 98 <br /> 66 -0.272389 196 <br /> 67 -0.267426 784 <br /> 68 -0.262462 245 <br /> 69 -0.257498 147 <br /> 70 -0.252534 196 <br /> 71 -0.247571 147 <br /> 72 -0.242607 294 <br /> 73 -0.237643 98 <br /> 74 -0.232679 392 <br /> 75 -0.227715 196 <br /> 76 -0.222752 343 <br /> 77 -0.217788 294 <br /> 78 -0.212824 441 <br /> 79 -0.20786 343 <br /> 80 -0.202896 196 <br /> 81 -0.197933 245 <br /> 82 -0.192969 49 <br /> 83 -0.188005 343 <br /> 84 -0.183041 588 <br /> 85 -0.178077 245 <br /> 86 -0.173114 196 <br /> 87 -0.16815 294 <br /> 88 -0.163186 441 <br /> 89 -0.158222 294 <br /> 90 -0.153258 196 <br /> 91 -0.148295 539 <br /> 92 -0.143331 1127 <br /> 93 -0.138367 539 <br /> 94 -0.133403 539 <br /> 95 -0.128439 735 <br /> 96 -0.123476 343 <br /> 97 -0.118512 588 <br /> 98 -0.113548 833 <br /> 99 -0.108584 735 <br /> 100 -0.10362 833 <br /> 101 -0.0986566 637 <br /> 102 -0.0936928 686 <br /> 103 -0.088729 588 <br /> 104 -0.0837653 686 <br /> 105 -0.0788015 392 <br /> 106 -0.0738377 980 <br /> 107 -0.0688739 1127 <br /> 108 -0.0639101 931 <br /> 109 -0.0589463 1225 <br /> 110 -0.0539825 1127 <br /> 111 -0.0490187 735 <br /> 112 -0.0440549 882 <br /> 113 -0.0390911 588 <br /> 114 -0.0341273 539 <br /> 115 -0.0291635 686 <br /> 116 -0.0241997 735 <br /> 117 -0.0192359 833 <br /> 118 -0.0142721 1078 <br /> 119 -0.00930831 98 <br /> 120 -0.00434452 12348 <br /> 121 0.000619279 0 <br /> 122 0.00558307 392 <br /> 123 0.0105469 931 <br /> 124 0.0155107 637 <br /> 125 0.0204745 784 <br /> 126 0.0254383 833 <br /> 127 0.0304021 980 <br /> 128 0.0353658 1372 <br /> 129 0.0403296 637 <br /> 130 0.0452934 735 <br /> 131 0.0502572 637 <br /> 132 0.055221 882 <br /> 133 0.0601848 1225 <br /> 134 0.0651486 637 <br /> 135 0.0701124 1372 <br /> 136 0.0750762 882 <br /> 137 0.08004 931 <br /> 138 0.0850038 931 <br /> 139 0.0899676 882 <br /> 140 0.0949314 343 <br /> 141 0.0998952 1372 <br /> 142 0.104859 686 <br /> 143 0.109823 882 <br /> 144 0.114787 931 <br /> 145 0.11975 833 <br /> 146 0.124714 1029 <br /> 147 0.129678 1176 <br /> 148 0.134642 980 <br /> 149 0.139606 833 <br /> 150 0.144569 686 <br /> 151 0.149533 1029 <br /> 152 0.154497 1617 <br /> 153 0.159461 735 <br /> 154 0.164425 1372 <br /> 155 0.169388 1421 <br /> 156 0.174352 1274 <br /> 157 0.179316 1617 <br /> 158 0.18428 1029 <br /> 159 0.189244 980 <br /> 160 0.194207 735 <br /> 161 0.199171 1127 <br /> 162 0.204135 1568 <br /> 163 0.209099 1666 <br /> 164 0.214063 1666 <br /> 165 0.219026 1519 <br /> 166 0.22399 1813 <br /> 167 0.228954 1715 <br /> 168 0.233918 2107 <br /> 169 0.238881 1666 <br /> 170 0.243845 1911 <br /> 171 0.248809 2499 <br /> 172 0.253773 1813 <br /> 173 0.258737 2450 <br /> 174 0.2637 2695 <br /> 175 0.268664 2695 <br /> 176 0.273628 3087 <br /> 177 0.278592 2548 <br /> 178 0.283556 2744 <br /> 179 0.288519 2940 <br /> 180 0.293483 3381 <br /> 181 0.298447 2842 <br /> 182 0.303411 2597 <br /> 183 0.308375 3577 <br /> 184 0.313338 2842 <br /> 185 0.318302 4410 <br /> 186 0.323266 5929 <br /> 187 0.32823 0 <br /> 188 0.333194 5880 <br /> 189 0.338157 5096 <br /> 190 0.343121 4508 <br /> 191 0.348085 3675 <br /> 192 0.353049 4361 <br /> 193 0.358013 5096 <br /> 194 0.362976 4851 <br /> 195 0.36794 5439 <br /> 196 0.372904 5096 <br /> 197 0.377868 5684 <br /> 198 0.382832 5586 <br /> 199 0.387795 4704 <br /> 200 0.392759 5880 <br /> 201 0.397723 6370 <br /> 202 0.402687 6566 <br /> 203 0.407651 6321 <br /> 204 0.412614 6664 <br /> 205 0.417578 5194 <br /> 206 0.422542 7154 <br /> 207 0.427506 5831 <br /> 208 0.43247 6125 <br /> 209 0.437433 7105 <br /> 210 0.442397 6860 <br /> 211 0.447361 6272 <br /> 212 0.452325 6468 <br /> 213 0.457289 5488 <br /> 214 0.462252 6419 <br /> 215 0.467216 6909 <br /> 216 0.47218 6517 <br /> 217 0.477144 7105 <br /> 218 0.482107 7889 <br /> 219 0.487071 7301 <br /> 220 0.492035 7938 <br /> 221 0.496999 7105 <br /> 222 0.501963 6615 <br /> 223 0.506926 6860 <br /> 224 0.51189 8085 <br /> 225 0.516854 9065 <br /> 226 0.521818 9016 <br /> 227 0.526782 9065 <br /> 228 0.531745 8134 <br /> 229 0.536709 8624 <br /> 230 0.541673 8281 <br /> 231 0.546637 7301 <br /> 232 0.551601 8918 <br /> 233 0.556564 7938 <br /> 234 0.561528 6468 <br /> 235 0.566492 7497 <br /> 236 0.571456 5047 <br /> 237 0.57642 5390 <br /> 238 0.581383 4655 <br /> 239 0.586347 4459 <br /> 240 0.591311 3234 <br /> 241 0.596275 4312 <br /> 242 0.601239 2548 <br /> 243 0.606202 2058 <br /> 244 0.611166 2303 <br /> 245 0.61613 1421 <br /> 246 0.621094 1274 <br /> 247 0.626058 882 <br /> 248 0.631021 735 <br /> 249 0.635985 882 <br /> 250 0.640949 294 <br /> 251 0.645913 98 <br /> 252 0.650877 196 <br /> 253 0.65584 49 <br /> 254 0.660804 49 <br /> 255 0.665768 49 <br /><br /><br />Pembahasan<br /> Dari data nilai NDVI diperoleh bahwa tutupan lahan hijau lebih banyak persentasenya dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penampakan visualnya bila menggunakan kombnasi band 543 yang menunjukkan lebih banyak tutupan lahan hijau. Dengan demikian dapat diketahui bahwa peta Belawan 1 citra Landsat TM yang dianalisis memiliki tutupan lahan hijau yang dominan, yang berarti menunjukkan bahwa ketersediaan karbon dari tumbuhan hijau masih banyak. Data ini dapat membantu menganalisis luas tutupan hijau di Belawan dengan menggunakan NDVI.<br /> Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai 1, dimana nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah badan air. Nilai NDVI yang tinggi (positif) mengidentifikasikan wilayah vegetasi baik berupa padang rumput, semak belukar maupun hutan. Nilai NDVI mendekati 0 merupakan lahan kosongNilai index NDVI mempunyai rentang -1.0 hingga 1.0. Nilai yang mewakili vegetasi pada rentang 0.1 hingga 0.7, diatas nilai ini menggambarkan tingkat kesehatan tutupan vegetasi.<br />Dalam proses pembuatan peta NDVI yang dilakukan, tidak dapat memasukkan kriteria yang diinginkan dan tidak dapat memilih warna sebagai “start colour” dan “end colour”. Kriteria yang dimasukkan dapat mengklasifikasikan lahan sesuai dengan keinginan, begitu juga dengan penambahan warnanya juga tidak dapat dilakukan, oleh sebab itu perbedaan warna lahan yang ditampilkan hanya berwarna hitam dan putih yang smooth. Walau demikian nilai NDVI dapat diketahui sehingga dapat mengetahui tutupan lahan yang dominan.<br />NDVI dapat digunakan untuk menghitung tingkat biomassa dan tingkat kehijauan (greenness) secara relatif pada berbagai skala, mulai dari skala plot hingga global. Saat ini analisis NDVI telah berada pada tingkat yang sangat advanced (sangat kompleks). Artinya hingga saat ini, kegiatan RS/GIS tidak hanya sekedar melihat nilai NDVI saja tetapi juga mencakup bagaimana perubahan NDVI terhadap kegiatan manusia di dalamnya.<br /><br /> Dari hasil penampakan visual fungsi yang berbeda-beda di dalam ERDAS dapat diketahui rumus pencarian fungsi-fungsi tersebut antara lain:<br />IR/R = band 4 / band 3<br />SQRT = sqrt (band 4 / band 3)<br />VEG. INDEKS = band 4 - band 3<br />NDVI = band 4 - band 3 / band 4 + band 3<br />TNDVI = sqrt (( band 4 - band 3 / band 4 + band 3) + 0,5)<br />IRON OXIDE = band 3 / band 1<br />HIDROTHERMAL COMPOSITE = band 5 / band 7, band 3 / band 1, band 4 / band 3<br />Rumus di atas hanya berlaku pada citra Landsat TM, sedangkan pada citra lain harus disesuaikan antara band NIR (Near Infrared) dan band R (Red).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan<br />1. Dari data nilai NDVI diperoleh bahwa tutupan lahan hijau lebih banyak persentasenya dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya.<br />2. NDVI dapat digunakan untuk menghitung tingkat biomassa dan tingkat kehijauan (greenness) secara relatif pada berbagai skala, mulai dari skala plot hingga global.<br />3. Data ini dapat membantu menganalisis luas tutupan hijau di Belawan dengan menggunakan NDVI.<br />4. Nilai NDVI yang rendah (negatif) mengidentifikasikan daerah badan air.<br />5. Formula untuk menghitung nilai NDVI adalah:<br />(kanal NIR – kanal Red) / (kanal NIR + kanal Red)<br /><br /><br />Saran<br /> Sebaiknya praktikan lebih cermat dan teliti dalam melakukan analisis perbaikan spectral agar hasil yang diperoleh lebih akurat.harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-52838609606268419602010-06-03T17:23:00.000-07:002010-06-03T17:24:53.362-07:00PROSEDUR PEMECAHAN MASALAH DENGAN AHPoleh HARRY KURNIAWAN<br /><br />Prosedur Percobaan<br />1. Dicari permasalahan yang ingin dipecahakan dengan menggunakan metode AHP.<br />2. Dibuat struktur hierarkinya mulai sasaran utama, criteria, dan alternative pada setiap level struktur.<br />3. Dibuat table komparsai berpasangan dengan mempertimbangkan focus utama oleh responden 1 dan 2.<br />4. Dibuat table komparasi berpasangan dengan pertimbangan masing-masing criteria oleh responden 1 dan 2.<br />5. Dihitung nilai matrix komparsai berpasangan dengan focus utama, bobot relative dan eigen vector utama, CI, RI, CR dan pendapat gabungan dari responden 1 dan 2.<br /><br /> <br />Gambar 1. Contoh matrix pendapat komparasi focus utama<br />6. Dihitung nilai matrix komparsai berpasangan dengan pertimbangan masing-masing kriteria, bobot relative dan eigen vector utama, CI, RI, CR dan pendapat gabungan dari responden 1 dan 2.<br /> <br />Gambar 2. Contoh matrix pendapat komparsi pertimbanganharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-68097158365542002762010-06-03T17:21:00.000-07:002010-06-03T17:23:09.434-07:00prosedur perbaikan spektral dengan software ERDAS IMAGINE 8.5oleh HARRY KURNIAWAN<br /><br /><br />Prosedur<br />1. Buka aplikasi ERDAS IMAGINE 8.5 pada komputer atau Laptop.<br />2. Klik Interpreter<br />3. Klik Spectral Enhancement<br />4. Klik Indicies<br />5. Masukkan file belawan 1 ke dalam kolom input dan tempat serta nama file yang akan disimpan ke dalam kolon output<br /> <br /><br />6. Dipilih fungsi yang terdapat di kolom ”Select Function” seperti IR/R<br />7. Klik ok<br />8. Lakukan langkah-langkah tersebut untuk fungsi : SQRT, VEG. INDEKS, NDVI, TNDVI, IRON OXIDE, dan HIDROTHERMAL COMPOSITE.<br />9. Dibuka file NDVI untuk membuat peta NDVI<br /> <br /><br /><br />10. Klik Raster lalu klik Attribute Editor kemudian terbuka kotak dialognya<br /> <br />11. Klik Edit lalu klik ”criteria” dan muncul kotak dialog ”Selection criteria”<br /> <br />12. Dimasukkan kriteria yang diinginkan<br />13. Klik Edit dan klik colour untuk member warna yang diininkan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Hasil<br />NDVI<br /> <br />SQRT<br /> <br />IR/R<br /> <br />IRON OXIDE<br /> <br />TNDVI<br /> <br />VEG. INDEKS<br /> <br /><br />HYDROTHERMAL COMPOSITE<br /> <br /><br /><br />Tabel Hasil Nilai Masing-Masing Fungsi dari Berbagai Jenis Tutupan pada Koordinat yang Sama<br /> JENIS NILAI NILAI NILAI NILAI NILAI NILAI HYDROTHERMAL<br />NO TUTUPAN X Y IR/R SQRT VEG. NDVI TNDVI IRON KOMPOSIT<br /> INDEKS OXIDE 1 2 3<br />1 Badan Air 458.368.617.188 415.612.382.813 0,609 0,76 -9 -0,24 0,507 0,286 9 0,286 0,58<br />2 Pemukiman 454.289.671.120 425.674.886.719 0,383 0,619 -28 0,45 0,232 0,484 1,9 0,477 0,77<br />3 Lahan Kosong 462.270.657.438 421.684.488.044 2,767 1,142 -4 0,1 0,659 0,461 1,66 0,491 0,88<br />4 Sawah 472.421.483.631 411.110.853.961 0,556 0,745 -12 -0,29 0,463 0,363 2,2 0,31 0,56<br />5 Mangrove 467.171.127.930 420.860.205.580 1,655 1,604 44 0,44 0,718 0,333 4 0,289 2,62<br />6 Perkebunan 452.493.963.920 417.522.041.781 3,267 1,858 76 0,469 1,016 0,341 2,8 0,341 2,77<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Data Nilai NDVI<br /> Raster Attribute Editor <br /> Row Value Histogram <br /> --- ----------- ----------- --------- <br /> 0 -0.6 49 <br /> 1 -0.595036 245 <br /> 2 -0.590072 0 <br /> 3 -0.585109 588 <br /> 4 -0.580145 0 <br /> 5 -0.575181 686 <br /> 6 -0.570217 147 <br /> 7 -0.565253 1519 <br /> 8 -0.56029 1813 <br /> 9 -0.555326 735 <br /> 10 -0.550362 3234 <br /> 11 -0.545398 784 <br /> 12 -0.540434 1029 <br /> 13 -0.535471 3087 <br /> 14 -0.530507 1176 <br /> 15 -0.525543 5831 <br /> 16 -0.520579 735 <br /> 17 -0.515615 6272 <br /> 18 -0.510652 1470 <br /> 19 -0.505688 0 <br /> 20 -0.500724 7889 <br /> 21 -0.49576 294 <br /> 22 -0.490797 7546 <br /> 23 -0.485833 1470 <br /> 24 -0.480869 5782 <br /> 25 -0.475905 2156 <br /> 26 -0.470941 1764 <br /> 27 -0.465978 3822 <br /> 28 -0.461014 1862 <br /> 29 -0.45605 1323 <br /> 30 -0.451086 2842 <br /> 31 -0.446122 3626 <br /> 32 -0.441159 147 <br /> 33 -0.436195 1421 <br /> 34 -0.431231 2450 <br /> 35 -0.426267 294 <br /> 36 -0.421303 2352 <br /> 37 -0.41634 1176 <br /> 38 -0.411376 343 <br /> 39 -0.406412 1617 <br /> 40 -0.401448 588 <br /> 41 -0.396484 343 <br /> 42 -0.391521 1372 <br /> 43 -0.386557 245 <br /> 44 -0.381593 441 <br /> 45 -0.376629 98 <br /> 46 -0.371665 392 <br /> 47 -0.366702 1176 <br /> 48 -0.361738 0 <br /> 49 -0.356774 49 <br /> 50 -0.35181 1176 <br /> 51 -0.346846 49 <br /> 52 -0.341883 0 <br /> 53 -0.336919 833 <br /> 54 -0.331955 0 <br /> 55 -0.326991 49 <br /> 56 -0.322027 686 <br /> 57 -0.317064 490 <br /> 58 -0.3121 98 <br /> 59 -0.307136 196 <br /> 60 -0.302172 686 <br /> 61 -0.297208 49 <br /> 62 -0.292245 0 <br /> 63 -0.287281 147 <br /> 64 -0.282317 588 <br /> 65 -0.277353 98 <br /> 66 -0.272389 196 <br /> 67 -0.267426 784 <br /> 68 -0.262462 245 <br /> 69 -0.257498 147 <br /> 70 -0.252534 196 <br /> 71 -0.247571 147 <br /> 72 -0.242607 294 <br /> 73 -0.237643 98 <br /> 74 -0.232679 392 <br /> 75 -0.227715 196 <br /> 76 -0.222752 343 <br /> 77 -0.217788 294 <br /> 78 -0.212824 441 <br /> 79 -0.20786 343 <br /> 80 -0.202896 196 <br /> 81 -0.197933 245 <br /> 82 -0.192969 49 <br /> 83 -0.188005 343 <br /> 84 -0.183041 588 <br /> 85 -0.178077 245 <br /> 86 -0.173114 196 <br /> 87 -0.16815 294 <br /> 88 -0.163186 441 <br /> 89 -0.158222 294 <br /> 90 -0.153258 196 <br /> 91 -0.148295 539 <br /> 92 -0.143331 1127 <br /> 93 -0.138367 539 <br /> 94 -0.133403 539 <br /> 95 -0.128439 735 <br /> 96 -0.123476 343 <br /> 97 -0.118512 588 <br /> 98 -0.113548 833 <br /> 99 -0.108584 735 <br /> 100 -0.10362 833 <br /> 101 -0.0986566 637 <br /> 102 -0.0936928 686 <br /> 103 -0.088729 588 <br /> 104 -0.0837653 686 <br /> 105 -0.0788015 392 <br /> 106 -0.0738377 980 <br /> 107 -0.0688739 1127 <br /> 108 -0.0639101 931 <br /> 109 -0.0589463 1225 <br /> 110 -0.0539825 1127 <br /> 111 -0.0490187 735 <br /> 112 -0.0440549 882 <br /> 113 -0.0390911 588 <br /> 114 -0.0341273 539 <br /> 115 -0.0291635 686 <br /> 116 -0.0241997 735 <br /> 117 -0.0192359 833 <br /> 118 -0.0142721 1078 <br /> 119 -0.00930831 98 <br /> 120 -0.00434452 12348 <br /> 121 0.000619279 0 <br /> 122 0.00558307 392 <br /> 123 0.0105469 931 <br /> 124 0.0155107 637 <br /> 125 0.0204745 784 <br /> 126 0.0254383 833 <br /> 127 0.0304021 980 <br /> 128 0.0353658 1372 <br /> 129 0.0403296 637 <br /> 130 0.0452934 735 <br /> 131 0.0502572 637 <br /> 132 0.055221 882 <br /> 133 0.0601848 1225 <br /> 134 0.0651486 637 <br /> 135 0.0701124 1372 <br /> 136 0.0750762 882 <br /> 137 0.08004 931 <br /> 138 0.0850038 931 <br /> 139 0.0899676 882 <br /> 140 0.0949314 343 <br /> 141 0.0998952 1372 <br /> 142 0.104859 686 <br /> 143 0.109823 882 <br /> 144 0.114787 931 <br /> 145 0.11975 833 <br /> 146 0.124714 1029 <br /> 147 0.129678 1176 <br /> 148 0.134642 980 <br /> 149 0.139606 833 <br /> 150 0.144569 686 <br /> 151 0.149533 1029 <br /> 152 0.154497 1617 <br /> 153 0.159461 735 <br /> 154 0.164425 1372 <br /> 155 0.169388 1421 <br /> 156 0.174352 1274 <br /> 157 0.179316 1617 <br /> 158 0.18428 1029 <br /> 159 0.189244 980 <br /> 160 0.194207 735 <br /> 161 0.199171 1127 <br /> 162 0.204135 1568 <br /> 163 0.209099 1666 <br /> 164 0.214063 1666 <br /> 165 0.219026 1519 <br /> 166 0.22399 1813 <br /> 167 0.228954 1715 <br /> 168 0.233918 2107 <br /> 169 0.238881 1666 <br /> 170 0.243845 1911 <br /> 171 0.248809 2499 <br /> 172 0.253773 1813 <br /> 173 0.258737 2450 <br /> 174 0.2637 2695 <br /> 175 0.268664 2695 <br /> 176 0.273628 3087 <br /> 177 0.278592 2548 <br /> 178 0.283556 2744 <br /> 179 0.288519 2940 <br /> 180 0.293483 3381 <br /> 181 0.298447 2842 <br /> 182 0.303411 2597 <br /> 183 0.308375 3577 <br /> 184 0.313338 2842 <br /> 185 0.318302 4410 <br /> 186 0.323266 5929 <br /> 187 0.32823 0 <br /> 188 0.333194 5880 <br /> 189 0.338157 5096 <br /> 190 0.343121 4508 <br /> 191 0.348085 3675 <br /> 192 0.353049 4361 <br /> 193 0.358013 5096 <br /> 194 0.362976 4851 <br /> 195 0.36794 5439 <br /> 196 0.372904 5096 <br /> 197 0.377868 5684 <br /> 198 0.382832 5586 <br /> 199 0.387795 4704 <br /> 200 0.392759 5880 <br /> 201 0.397723 6370 <br /> 202 0.402687 6566 <br /> 203 0.407651 6321 <br /> 204 0.412614 6664 <br /> 205 0.417578 5194 <br /> 206 0.422542 7154 <br /> 207 0.427506 5831 <br /> 208 0.43247 6125 <br /> 209 0.437433 7105 <br /> 210 0.442397 6860 <br /> 211 0.447361 6272 <br /> 212 0.452325 6468 <br /> 213 0.457289 5488 <br /> 214 0.462252 6419 <br /> 215 0.467216 6909 <br /> 216 0.47218 6517 <br /> 217 0.477144 7105 <br /> 218 0.482107 7889 <br /> 219 0.487071 7301 <br /> 220 0.492035 7938 <br /> 221 0.496999 7105 <br /> 222 0.501963 6615 <br /> 223 0.506926 6860 <br /> 224 0.51189 8085 <br /> 225 0.516854 9065 <br /> 226 0.521818 9016 <br /> 227 0.526782 9065 <br /> 228 0.531745 8134 <br /> 229 0.536709 8624 <br /> 230 0.541673 8281 <br /> 231 0.546637 7301 <br /> 232 0.551601 8918 <br /> 233 0.556564 7938 <br /> 234 0.561528 6468 <br /> 235 0.566492 7497 <br /> 236 0.571456 5047 <br /> 237 0.57642 5390 <br /> 238 0.581383 4655 <br /> 239 0.586347 4459 <br /> 240 0.591311 3234 <br /> 241 0.596275 4312 <br /> 242 0.601239 2548 <br /> 243 0.606202 2058 <br /> 244 0.611166 2303 <br /> 245 0.61613 1421 <br /> 246 0.621094 1274 <br /> 247 0.626058 882 <br /> 248 0.631021 735 <br /> 249 0.635985 882 <br /> 250 0.640949 294 <br /> 251 0.645913 98 <br /> 252 0.650877 196 <br /> 253 0.65584 49 <br /> 254 0.660804 49 <br /> 255 0.665768 49 <br /><br /><br /><br /><br />Pembahasan<br /> Dari data nilai NDVI diperoleh bahwa tutupan lahan hijau lebih banyak persentasenya dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penampakan visualnya bila menggunakan kombnasi band 543 yang menunjukkan lebih banyak tutupan lahan hijau. Dengan demikian dapat diketahui bahwa peta Belawan 1 citra Landsat TM yang dianalisis memiliki tutupan lahan hijau yang dominan, yang berarti menunjukkan bahwa ketersediaan karbon dari tumbuhan hijau masih banyak. Data ini dapat membantu menganalisis luas tutupan hijau di Belawan dengan menggunakan NDVI.<br /><br /> Dalam proses pembuatan peta NDVI yang dilakukan, tidak dapat memasukkan kriteria yang diinginkan dan tidak dapat memilih warna sebagai “start colour” dan “end colour”. Kriteria yang dimasukkan dapat mengklasifikasikan lahan sesuai dengan keinginan, begitu juga dengan penambahan warnanya juga tidak dapat dilakukan, oleh sebab itu perbedaan warna lahan yang ditampilkan hanya berwarna hitam dan putih yang smooth. Walau demikian nilai NDVI dapat diketahui sehingga dapat mengetahui tutupan lahan yang dominan. <br /> <br /> Dari hasil penampakan visual fungsi yang berbeda-beda di dalam ERDAS dapat diketahui rumus pencarian fungsi-fungsi tersebut antara lain:<br />IR/R = band 4 / band 3<br />SQRT = sqrt (band 4 / band 3)<br />VEG. INDEKS = band 4 - band 3<br />NDVI = band 4 - band 3 / band 4 + band 3<br />TNDVI = sqrt (( band 4 - band 3 / band 4 + band 3) + 0,5)<br />IRON OXIDE = band 3 / band 1<br />HIDROTHERMAL COMPOSITE = band 5 / band 7, band 3 / band 1, band 4 / band 3<br />Rumus di atas hanya berlaku pada citra Landsat TM, sedangkan pada citra lain harus disesuaikan antara band NIR (Near Infrared) dan band R (Red).harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-26914337233419254942010-06-03T17:16:00.000-07:002010-06-03T17:20:57.902-07:00KOREKSI GEOMETRIS PADA CITRA LANDSAT TM 7oleh : HARRY KURNIAWAN<br /><br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br />Penginderaan jauh mempunyai keunggulan dibanding dengan survai terrestrial secara langsung. Dari penginderaan jauh dapat dihemat baik biaya, tenaga maupun waktu karena beberapa parameter dari data dapat disadap secara langsung dari citra. Dari penginderaan jauh didapat pula kemudahan pengambilan sampel di lapangan untuk data-data yang belum dapat disadap oleh citra, yaitu dengan cara melihat gambaran wilayah secara umum daerah cakupan citra dan membuat zona-zona tertentu yang mempunyai karakteristik yang sama. Teknologi penginderaan jauh mempunyai peranan yang penting dalam hal ini. Pada dasarnya, teknologi berbasis satelit ini menyajikan informasi awal kondisi wilayah. Keunggulan utamanya adalah menyajikan informasi aktual dan akurat tanpa adanya kontak langsung dengan obyek. Data satelit punya keunggulan dibandingkan peta atau foto udara, karena bisa menyajikan informasi tentang karakteristik spektral obyek di permukaan bumi yang tidak dapat ditangkap oleh mata telanjang (Sutanto, 1994).<br />Aplikasi data-data Penginderaan jauh lebih banyak dilakukan untuk identifikasi, deteksi, inventarisasi dan atau pemantauan sumber daya alam dan lingkungan tetapi aspek ketelitian geometris sebagai akibat proses koreksi geometris dan resampling jarang disinggung. Demikian juga untuk citra Landsat TM dan citra Radarsat. Untuk melakukan koreksi geometris citra diperlukan adanya titik-titik kontrol tanah yang dapat diidentifikasi pada citra. Tetapi jumlah titik kontrol tanah yang dibutuhkan untuk koreksi geometris agar menghasilkan ketelitian yang tinggi belum diketahui, demikian juga dengan metode transformasi yang dapat menghasilkan kesalahan yang minimal belum diketahui. <br />Peta merupakan sumber data yang banyak digunakan untuk berbagai kepentingan. Pemerintah membutuhkan peta sebagai data dasar dalam pembuatan rencana kerja mereka berkaitan dengan kebijakan yang menyangkut wilayah mereka. Untuk saat ini, banyak sekali wilayah Indonesia yang terpencil serta pulau-pulau kecil yang belum terpetakan. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu metode pengukuran yang dapat mengatasi masalah geografis salah satunya dengan memanfaatkan foto udara. Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan 3 metode yaitu polinomial linier, kuadratik, dan kubik. Metode resampling yang digunakan dalam proses pembuatan peta ortofoto adalah nearest neighbour. <br />Untuk meningkatkan resolusi spasial sebuah citra dapat dilakukan kombinasi antara citra beresolusi spasial rendah dengan citra beresolusi spasial tinggi. Citra kombinasi merupakan perpaduan antara dua citra yang memiliki resolusi spasial, spektral, radiometrik atau temporal yang berbeda. Dari hasil kombinasi citra tersebut didapatkan citra yang berubah resolusi spasialnya dari citra yang beresolusi spasial rendah menjadi sebuah citra yang beresolusi spasial tinggi. Sebelum pelaksanaan kombinasi, citra yang akan dipakai harus dilakukan koreksi geometri. Koreksi geometri citra merupakan proses pada tahap pra pengolahan yang memperbaiki sifat geometris citra. Setelah dilakukan koreksi geometri,dilanjutkan dengan kombinasi citra dengan bantuan sebuah <br />perangkat lunak khusus.<br />Setiap citra perlu dilakukan direktifikasi untuk mengkoreksi kesalahan geometri dalam proses pengambilan data, baik yang disebabkan oleh kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit, maupun kesalahan instrumen serta ketidakstabilan wahana, jika tidak dilakukan koreksi geometri maka tidak dapat dilakukan pengukuran panjang, keliling dan sebagainya (Lillesand, 1988).<br /><br />Tujuan<br /> Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa dalam melakukan pengkoreksian terhadap citra satelit sesuai dengan citra referensi yang telah disediakan.<br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Tujuan dari koreksi geometri adalah untuk memperbaiki distorsi geometrik dengan meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya, sehingga citra mempunyai kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di permukaan bumi sehingga dapat digunakan sebagai peta. Ada beberapa hal yang menyebabkan citra perlu dilakukan koreksi geometrik;<br />a. Citra hasil penginderaan jauh mengalami distorsi geometrik.<br />b. Citra hasil penginderaan jauh mengalami kesalahan digital number sebagai dampak dari gangguan atmosfir. <br />c. Banyaknya gangguan (noise) pada gambar seperti striping, bad line, line drop dan salt and paper yang dikarenakan keterbatasan pencitraan, seperti adanya gangguan signal digitazition ataupun kerusakan pada satelit.<br />(Arifin, 2008).<br />Menurut Helmi (2007) pemrosesan data digital citra Landsat TM meliputi perbaikan citra baik yang diakibatkan oleh sensor citra berupa kesalahan yang diakibatkan oleh gangguan atmosfer maupun kesalahan yang diakibatkan oleh kelengkungan bumi. Pemrosesan citra ini dilakukan dengan komputer yaitu meliputi koreksi radiometrik dan geometrik.<br />Uftori (2009) menyatakan bahwa koreksi radiometrik adalah koreksi pada citra dan kesalahan pada sensor yang diakibatkan oleh gangguan atmosfer. Gangguan ini mengakibatkan perubahan pada nilai piksel, karena akibat hamburan dan serapan radiasi gelombang elektromagnetik oleh atmosfer. Metode yang digunakan dalam koreksi radiometrik adalah penyesuaian histogram. Prinsip dasar dari metode ini adalah melihat nilai minimum dari masing-masing histogram yang dianggap sebagai nilai bias. Nilai yang telah terkoreksi adalah nilai asli dikurangi dengan nilai bias minimum.<br />Ada dua cara untuk melakukan koreksi geometri yang pertama adalah rektifikasi geometri. Rektifikasi geometri adalah mengubah aspek geometri pada citra dengan cara merujuk pada proyeksi peta yang baku, sehingga koordinat pada citra menjadi sama dengan koordinat pada peta yang digunakan sebagai data acuan. Proses yang digunakan dalam koreksi geometri dengan cara rektifikasi geometri adalah dengan transformasi koordinat dan resampling. Metode yang digunakan adalah dengan metode GCP (ground control point), yaitu membandingkan titik-titik kontrol pada citra dan titik-titik kontrol pada peta (Lindgren, 1985). <br />Helmi (2007) menyatakan bahwa pengambilan titik kontrol harus mewakili dan merata pada seluruh citra. untuk memudahkan dalam pengambilan titik kontrol, obyek yang dipilih sebagai titik kontrol adalah obyek yang mudah dikenali pada citra, seperti posisi jalan, sungai dan kenampakan obyek yang khas. Cara yang kedua adalah dengan registrasi citra yaitu dengan mendaftarkan koordinat citra yang belum terkoreksi dengan koordinat citra yang sudah terkoreksi yang mempunyai daerah yang sama, atau (map to map transformation).<br />Dalam koreksi geometrik, dilakukan koreksi pada masing-masing pixel pada citra yang sudah ada koordinatnya, oleh karena itu diperlukan GCP (Ground Control Point). GCP merupakan pasangan-pasangan titik pada citra awal (belum terkoreksi) dan referensi (peta, citra terkoreksi) untuk memperbaiki distorsi sistemik pada citra awal. Objek-objek yang dapat digunakan GCP adalah objek yang sama pada citra mentah maupun referensi. GCP idealnya diletakkan pada jalan, sungai, garis pantai, teluk, tanjung, atau kenampakan pada permukaan bumi lainnya yang dapat dikenali dengan kemungkinan perubahan yang relatif lambat/tetap (Arifin, 2008).<br />Penentuan titik GCP diusahan menyebar pada posisi terluar dari citra yang akan dilakukan koreksi geometri. Jumlah titik GCP minimal yang harus dibuat pada rektifikasi citra dengan metode polinomial orde 1 adalah 4 buah titik, jika pada orde 1 belum mendapatkan informasi, Maka dilajutkan pada orde 2, pada orde 2 titik GCP yang digunakan minimal 7 titik GCP. Penggunaan orde 1 dan dilajutkan ke orde 2, tergantung dari ketelitian koreksi geometrik (0.5 pixel), jika ketelitian yang diperoleh tidak 0.5 pixel, maka dipakai orde 2, nilai RMS yang ditoleran berkisar pada 0.5 - 0.9 (Uftori, 2009).<br /><br /><br /><br /><br />METODE PRAKTIKUM<br />Waktu dan Tempat<br /> Praktikum Koreksi Geometrik ini dilaksanakan pada hari Senin, 22 Februari 2010 di Ruang 304 Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Citra Landsat Kota Medan<br /> Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:<br />- Laptop<br />- Software ERDAS<br /><br />Prosedur<br />1. Buka aplikasi ERDAS IMAGINE 8.5 pada komputer atau Labtop.<br />2. Buka file medan1 di viewer #1 sebagai referensi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />3. Buka file Medan 2 di viewer #2 sebagai peta yang akan di koreksi<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />4. Ubah kedua band pada peta menjadi 543<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />5. Untuk melakukan koreksi geometrik, buka Raster – Geometrik corection<br />6. Pilih model polinomial pada tabel set geometrik model.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />7. Lakukan pengecekan di projection, pilih meter pada Map Unit<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />8. Ubah Categories Projection menjadi UTM WGS 84 north<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />9. Ubah projection ke UTM Zone 47 untuk kota Medan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />10. Pilih Exisiting Viewer lalu klik viewer yang akan menjadi acuan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />11. Ditetapkan 5 titik yang sama yang akan dijadikan acuan dalam pengkoreksian, gunakan untuk penetapan GCP.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />12. Dilihat Control Point Error untuk memastikan titik yang akan dikoreksi<br /><br /><br /><br /><br /><br />13. Selanjutnya lakukan langkah tersebut untuk 5 titik berikutnya. Sampai di dapatkan total RMS secara otomatis.<br />14. Setelah hasil didapatkan, dilakukan pengecekan citra yang telah dikoreksi dengan menggunakan Geolink, dengan cara View – Link – Geografikal – Klik pada citra<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br />Hasil<br /> Proses koreksi geometris pada citra landsat kota Medan yang telah dilakukan menghasilkan image sebagai berikut;<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 1. Citra Landsat kota Medan yang belum dikoreksi (band 543)<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 2. Citra Landsat Medan sebagai referensi (band 543)<br /> <br />Gambar3. Citra Landsat Medan yang sudah dikoreksi (band 432)<br /><br /> <br />Gambar 4. Hasil akhir dengan nilai total RMS error 0,2047<br /> Tingkat ketelitian citra hasil koreksi dapat dilihat dari besarnya nilai RMS error pada setiap titik kontrol yang dibuat. Dalam praktikum ini nilai RMS error yang dipakai adalah <0,5. Nilai RMS error pada setiap titik kontrol (GCP) dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut;<br /><br /><br /><br /><br />Tabel 1. Nilai RMS error pada setiap titik kontrol (GCP) yang telah dibuat<br />POINT X INPUT Y INPUT X REFERENSI Y REFERENSI RMS ERROR<br />GCP 1 469.043.027.123 400.500.609.132 468.947.670.216 400.293.747.898 0,212<br />GCP 2 468.858.302.458 394.831.293.533 468.736.233.258 394.655.009.525 0,118<br />GCP 3 461.626.613.457 400.382.231.189 461.505.907.831 400.173.460.171 0,047<br />GCP 4 464.417.135.482 394.173.567.817 464.277.228.319 393.999.043.876 0,111<br />GCP 5 467.885.192.864 397.936.751.670 467.774.567.864 397.743.626.670 0,369<br /><br /> Adapun nilai total RMS error yang diperoleh adalah sebesar 0,2047 dengan X (0,1532) dan Y (0,1358). Besarnya nilai tersebut telah memenuhi kriteria nilai total RMS error yang diinginkan, yakni <0,5. Semakin kecil nilai yang diperoleh maka ketepatan posisi pixel peta hasil pengkoreksian semakin mendekati peta referensi.<br /><br />Pembahasan<br /> Data mentah penginderaan jarak jauh umumnya mempunyai kesalahan geometris. Oleh sebab itu, sebelum mengolah data diperlukan suatu perlakuan yang disebut koreksi geometris. Tujuan dilakukan koreksi geometris tersebut adalah melakukan koreksi citra terhadap citra referensi yang dianggap telah mempunyai kordinat geometri yang benar.<br /> Lebih lanjut Arifin (2008) menyatakan bahwa tujuan dari koreksi geometri adalah untuk memperbaiki distorsi geometrik dengan meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang seharusnya, sehingga citra mempunyai kenampakan yang lebih sesuai dengan keadaan sebenarnya di permukaan bumi sehingga dapat digunakan sebagai peta.<br /> Untuk dapat melakukan koreksi geometris diperlukan suatu Titik Kontrol Tanah (Ground Control Point / GCP) dengan distribusi penyebaran titik harus merata. Berdasarkan proses pengoreksian yang telah dilakukan penulis terhadap citra landsat kota Medan yang telah dilaukan, maka dapat ditemui beberapa hal yang harus dipertimbangakan dalam pemilihan Titik Kontrol Tanah, antara lain;<br />1. Diusahakan agar distribusi titik yang dibuat harus tersebar merata dan mewakili cakupan citra.<br />2. titik yang dibuat haruslah terletak pada lokasi yang relatif stabil, tidak berubah (persimpangan jalan, pertemuan aliran sungai, danau dan sebagainya). Diusahakan agar tidak membuat titik pada garis pantai yang memiliki tingkat perubahan tinggi.<br /> Hal tersebut sejalan dengan Helmi (2007) yang menyatakan bahwa pengambilan titik kontrol harus mewakili dan merata pada seluruh citra. untuk memudahkan dalam pengambilan titik kontrol, obyek yang dipilih sebagai titik kontrol adalah obyek yang mudah dikenali pada citra, seperti posisi jalan, sungai dan kenampakan obyek yang khas.<br /> Lebih lanjut Arifin (2008) menyatakan bahwa dalam koreksi geometrik, dilakukan koreksi pada masing-masing pixel pada citra yang sudah ada koordinatnya, oleh karena itu diperlukan GCP (Ground Control Point). GCP merupakan pasangan-pasangan titik pada citra awal (belum terkoreksi) dan referensi (peta, citra terkoreksi) untuk memperbaiki distorsi sistemik pada citra awal. Objek-objek yang dapat digunakan GCP adalah objek yang sama pada citra mentah maupun referensi.<br /> Dibutuhkan sedikitnya empat buah titik kontrol (GCP) yang dibuat pada citra referensi dan citra baru. Namun dalam praktikum ini dipakai titik kontrol sebanyak lima buah. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ketelitian koreksi geometris yang dilakukan.<br /> Ketelitian koreksi geometris yang dilakukan dapat dilihat dari besarnya nilai total RMS error yang diperoleh (dengan menggunakan software ERDAS). Dalam praktikum ini nilai total RMS error yang ditolelir adalah <0,5. Setelah melakukan koreksi geometris pada citra landsat “medan2” penulis memperoleh nilai total RMS error sebesar 0,2047. Nilai tersebut dianggap sesuai dan memenuhi kriteria yang dipakai. Dengan begitu, citra “medan2” yang telah dikoreksi dianggap telah sesui dengan citra referensi, yakni “medan1”.<br /> Selanjutnya proses pengujian citra “medan2” hasil koreksi dengan citra “medan1” sebagai referensi dapat dilakukan dengan menggunakan tool link/unlink viewer pada ERDAS (view – link/unlink viewer – geographical). Hasil pengujian yang telah dilakukan penulis terhadap beberapa pixel pada citra “medan2” menunjukkan bahwa posisi pixel tersebut telah sama dengan posisi pixel serupa yang terdapat pada citra “medan1”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa citra “medan2” telah berhasil dikoreksi.<br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan<br />1. Nilai total RMS error yang diperoleh adalah sebesar 0,2047.<br />2. Semakin kecil nilai total RMS error yang diperoleh maka akan semakin kecil perbedaan posisi pixel antara citra baru (medan2) dengan citra referensi (medan1).<br />3. Semakin banyak titik kontrol (GCP) yang dibuat maka akan semakin memperbesar kemungkinan memperoleh nilai RMS error yang kecil.<br />4. Titik kontrol yang dibuat haruslah tersebar merata dan berada pada lokasi yang sama persis antara citra referensi dan citra baru agar memperoleh ketelitian posisi pixel yang akurat.<br />5. Pengujian terhadap beberapa pixel pada citra hasil koreksi mutlak diperlukan untuk melihat seberapa akurat posisi pixel yang sama pada citra referensi.<br /><br />Saran <br /> Hendaknya setiap praktikan lebih teliti dan cermat dalam menentukan titik kontrol (GCP) dan menyesuaikannya secara manual pada citra referensi dan citra baru agar nilai total RMS error yang diperoleh semakin kecil sehingga posisi pixel pada citra baru semakin akurat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Arifin. 2008. Koreksi Geometri Data Citra Raster. http://digilib.itb.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Februari 2010.<br /><br />Helmi, M. 2007. Koreksi geometri. http://digilib.its.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Februari 2010.<br /><br />Lillesand, K. 1988. Penginderaan jauh dan Interpretasi Citra. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.<br /><br />Lindgren, D.T.. 1985. Land use Planning and Remote Sensing. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.<br /><br />Sutanto. Penginderaan Jauh. 1994. Penginderaan Jauh. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.<br /><br />Uftori, Z. 2009. Koreksi Geometris pada Data Citra. www.uftoriwasit.blogspot.com. Diakses pada tanggal 26 Februari 2010.harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-69799169297314717002010-06-03T16:59:00.000-07:002010-06-03T17:02:03.091-07:00APLIKASI UJI TANDA PADA STATISTIK NONPARAMETRIK secara Manual dan Sofwareoleh harry kurniawan<br /><br /><br /><br />BAB I<br />TEORI UJI TANDA<br /><br /><br />Defenisi Uji Tanda<br /> Uji tanda adalah uji yang dilakukan bila seseorang atau peneliti hanya tertarik pada apakah terdapat perbedaan nyata atau tidak, tanpa memperhatikan perbedaan tersebut. Prosedur uji tanda didasarkan pada tanda negative atau positif dari perbedaan antara pasangan data ordinal. Pada hakikatnya pengujian ini hanya memperhatikan arah perbedaan dan bukan besarnya perbedaan tersebut.<br />Uji tanda boleh dikatakan uji statistik yang tertua dari semua uji statistik non-paramertik. Uji statistik ini disebut Uji Tanda, karena seperti yang akan dianalisis, data untuk analisis diubah manjadi serangkaian tanda plus “+” dan tanda minus “-“. Dengan demikian, statistik uji yang digunakan adalah jumlah tanda plus atau jumlah tanda minus. <br /> <br />Asumsi-asumsi Uji Tanda<br />1. Sampel yang tersedia untuk analisis adalah sampel acak dari suatu populasi dengan median M yang tidak diketahui. <br />2. Skala pengukuran yang digunakan sekurang-kurangnya skala ordinal. <br />3. Variabel-variabel acaknya kontinu. Semua nilai sampel yang berjumlah n berturut-turut diberi notasi : X1 , X2 , X3 , . . . , Xn <br /><br />Hipotesis-hipotesis Uji Tanda<br />a. (Dua Sisi) <br />H0 : M = M0 <br />H1 : M ≠ M0 <br />b. (Satu Sisi) <br />H0 : M = M0 atau M ≤ M0 <br />H1 : M > M0<br />c. (Satu Sisi) <br />H0 : M = M0 atau M ≥ M0 <br />H1 : M < M0<br /><br /><br />Statistik Uji Tanda<br />1. Hitung Xi - M0 dengan i = 1, 2, 3, . . . , n <br />2. Beri tanda plus “+” untuk : Xi - M0 > 0, Beri tanda minus “-” untuk : Xi - M0 < 0, dan Beri tanda nol “0” untuk : Xi - M0 = 0 <br />3. Hitung jumlah tanda plus (T+), jumlah tanda minus (T-) dan jumlah tanda nol (T0). <br />4. Jika terdapat T0 , maka banyaknya data (n) dikurangi T0 . <br />5. Untuk Hipotesis A (dua sisi) : Tentukan T dari T+ atau T- yang terkecil. Untuk Hipotesis B (satu sisi) : Tentukan T dari T- , jadi T = T- Untuk Hipotesis C (satu sisi) : Tentukan T dari T+ , jadi T = T+ <br />6. Hitung P(K ≤ T | n, 0,50) berdasarkan Tabel 1. Distribusi Peluang Binomial. Banyaknya n tergantung pada T0 , lihat langkah 4. <br /><br />Ketentuan Uji Tanda<br />Prosedur uji tanda didasarkan pada tanda negatif atau positif dari perbedaan antara pasangan data ordinal. Uji ini hanya memperhatikan arah perbedaan dan bukan besarnya perbedaan itu. Ada 2 macam uji tanda:<br />1. uji untuk sampel kecil ( n ≤ 30) , menggunakan uji binomial<br />2. uji untuk sampel besar (n> 30), menggunakan uji Z<br /><br />Prosedur Uji Tanda<br />1. Menyatakan hipotesis nol ( Ho) dan hipotesis alternatif (H1)<br />2. Memilih taraf nyata . Misalnya ά = 5%, 1%, 10 %<br />3. Menghitung frekuensi tanda <br />4. menentukan tanda beda antara pasangan observasi <br />5. menentukan probabilitas hasil sampel yg diobservasi.<br />6. Penarikan kesimpulan statistik tentang hipotesis nol <br /><br />Peraturan Pengambilan Keputusan Uji Tanda <br />Menerima Ho jika ά ≤ probabilitas sampel atau<br />Menolak Ho dan menerima H1 jika ά ≥ probabilitas sampel <br />- Dari contoh diatas, maka ά< Prob. sampel ( 0,05 < 0,1445)<br />- Kesimpulan : kita dapat menerima hipotesis nol (Ho) yang berarti adonan resep baru tidak dapat dikatakan sebagai perbaikan rasa atas resep lama. <br /><br />Uji Tanda untuk Sampel Besar<br />Untuk sampel cukup besar dan jika pendekatan normal dapat dipakai terhadap distribusi binomial, maka aturan pengambilan keputusan yg berlaku sesuai dg aturan distribusi Z dimana rasio kritis ( CR dari nilai Z), dg rumus sbb:<br />CR = 2R-n/ √n<br />R = jumlah tanda positiv <br />n = Jumlah pasangan responden yg relevan <br />Misal dari contoh tes ada 33 konsumen dg dats sbb :<br />Beda tanda + = 18<br />Beda tanda - = 12<br />Beda tanda 0 = 3<br />Total = 33 <br />Jumlah tanda pasangan responden yg relevan 18 + 12 = 30<br /><br />Peraturan pengambilan keputusan untuk sampel besar :<br />Menerima Ho jika CR ≤ probabilitas sampel atau<br />Menolak Ho dan menerima Hi jika ά ≥ prob.sampel <br />CR = 2R-n/ √n = (2 (18)-30)/ √3<br /> = 1,095<br />Z ά 5% = 1.96<br />- Karena CR ≤ probabilitas sampel <br /> 1,095 < 1.96 maka menerima Ho .<br />- Kesimpulan : tidak terdapat perbedaan nyata natara nilai rasa kedua resep tersebut.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />ILUSTRASI SOAL DAN JAWABANNYA <br /><br />Soal<br />PT. Rimba Raya ingin mengembangkan alat pemotong kayu baru untuk mengolah kayu pada industri hilirnya. Perusahaan tersebut ingin melihat apakah alat baru tersebut lebih bagus dari alat lama yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi penggunaan alat. 10 pekerja dipilih secara acak untuk menguji alat. Setiap pekerja yang menggunakan satu alat lama dan memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian pekerja disuruh menggunakan alat baru dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sanagat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kedua alat pemotong kayu tersebut?<br />Berikut Tabel Data Hasil Pengamatan:<br />PEKERJA A B C D E F G H I J<br />ALAT BARU 5 8 9 6 5 10 6 8 4 9<br />ALAT LAMA 6 5 1 7 6 4 3 8 7 7<br />TANDA BEDA - + + + - + + 0 - +<br /><br />Penyelesaian soal dengan Metode Perhitungan Manual<br />Dari table di atas diperoleh:<br />n = jumlah observasi yang relevan / jumlah tanda negatif + jumlah tanda positif<br /> = 3 + 6 = 9<br />r = jumlah tanda yang paling sedikit <br /> = 3<br />Prosedur Uji Tanda<br />1. Menyatakan hipotesis nol ( Ho) dan hipotesis alternatif (H1)<br />Ho : p = 0.5 ( alat baru tidak lebih bagus dari alat lama)<br />Hi : p > 0,5 (alat baru lebih bagus dari alat lama)<br />Dimana p adalah probabilitas adanya penggunaan alat yang lebih baik<br />2. Memilih taraf nyata . <br />taraf nyata adalah ά = 5%<br />3. Menghitung frekuensi tanda <br /> Dari data di atas diperoleh 6 tanda positif , 3 tanda negatif, dan 1 tanda 0<br />4. Menentukan tanda beda antara pasangan frekuensi<br />Untuk tanda beda ini sudah tertera pada Tabel Data Pengamatan<br />5. Menentukan probabilitas hasil sampel yg diobservasi <br />Dari data diperoleh n = 9 dan r = 3, maka dari table Binomial diperoleh hasil bahwa : <br />n = 9 pada ά = 0,5<br />r 0 = 0,0020<br />r 1 = 0,0176<br />r 2 = 0,0703<br />r 3 = 0,1641<br />total = 0,2540<br />6. Penarikan kesimpulan<br />Menerima Ho jika ά ≤ probabilitas sampel <br />Menolak Ho dan menerima Hi jika ά > prob.sampel <br />Dari hasil di atas diperoleh bahwa 0,05 < 0,2540, yang berarti terima H0. Maksudnya adalah alat pemotong kayu baru memiliki perbedaan nyata terhadap alat pemotong kayu yang lama atau dengan kata lain alat baru dapat layak atau dapat menggantikan alat baru. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Penyelesaian soal dengan Menggunakan Software SPSS<br /> Dari perhitungan menggunakan software SPSS diperoleh hasil sebagai berikut :<br /> <br />Dimana : Negatif differences adalah jumlah tanda negatif<br /> Positif differences adalah jumlah tanda positif <br /> Ties adalah jumlah tanda netral (0)<br /> Total adalah jumlah responden<br />Dari tes statistik diperoleh bahwa nilai sig lebih besar dari 0,05 atau 1 > 0,05, kesimpulannya adalah terima Ho. Hasil kesimpulan ini sama dengan hasil perhitugan secara manual. Maksudnya adalah alat pemotong kayu baru memiliki perbedaan nyata terhadap alat pemotong kayu yang lama atau dengan kata lain alat baru dapat layak atau dapat menggantikan alat baru. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />SOAL UJI TANDA DI BIDANG KEHUTANAN<br /><br />Soal-soal<br />1. PT. TPL ingin mengembangkan jenis pupuk baru sebagai pengganti pupuk lama untuk meningkatkan produktifitas. Perusahaan tersebut ingin melihat apakah pupuk baru tersebut lebih bagus dari jenis pupuk lama yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi dan manfaat jenis pupuk. 10 orang petani di wilayah tersebut dipilih secara acak untuk menguji pupuk . Setiap petani yang menggunakan pupuk lama memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian petani disuruh menggunakan pupuk baru dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sanagat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kedua pupuk tersebut?<br />Berikut table pengamatannya :<br />PETANI A B C D E F G H I J<br />PUPUK BARU 3 8 7 6 4 8 6 5 8 4<br />PUPUK LAMA 3 5 3 7 5 4 4 8 8 9<br /><br />2. Sebuah perusahaan swasta ingin mengembangkan citra satelit baru (ALOS) untuk mengelola kawasan hutan miliknya. Perusahaan tersebut ingin melihat apakah citra satelit baru (ALOS) tersebut lebih bagus dari citra satelit lama (LANDSAT) yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi penggunaan citra. 10 pegawai dipilih secara acak untuk menguji citra. Setiap pegawai yang menggunakan satu citra lama dan memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian pegawai disuruh menggunakan citra baru dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sanagat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kedua citra tersebut?<br /><br /><br />Berikut table pengamatannya :<br />PEGAWAI A B C D E F G H I J<br />CITRA BARU 5 8 3 6 7 8 4 5 5 4<br />CITRA LAMA 1 5 6 8 9 0 5 5 8 9<br /><br />3. Sebuah HPH ingin mengembangkan sistem tebang pilih sebagai pengganti sistem tebang habis untuk mengelola dan memanfaatkan kawasan hutannya. Perusahaan tersebut ingin melihat apakah sistem tebang pilih tersebut lebih bagus dari sistem tebang habis yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi penggunaan sistem. 10 manager dipilih secara acak untuk menguji sistem tersebut. Setiap manager yang mengelola satu sistem tebang habis dan memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian manager tersebut disuruh mengelola sistem tebang pilih dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sangat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kedua sistem tersebut?<br />Berikut table pengamatannya :<br />MNAGER A B C D E F G H I J<br />TEBANG PILIH 3 6 7 8 3 4 6 8 9 4<br />TEBANG HABIS 3 5 5 5 6 3 7 7 8 9<br /><br />4. Sebuah industri kehutanan ingin mengembangkan kayu lapis sebagai pengganti papan partikel untuk mengolah kayu pada industrinya. Perusahaan tersebut ingin melihat apakah kayu lapis tersebut lebih bagus dari papan partikel yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi penggunaan kayu. 10 manager dipilih secara acak untuk menguji papan tersebut. Setiap manager yang mengelola satu papan partikel dan memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian manager tersebut disuruh mengelola kayu lapis dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sangat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kayu lapis dan papan partikel tersebut?<br />Berikut table pengamatannya :<br />MNAGER A B C D E F G H I J<br />KAYU LAPIS 4 6 7 8 7 4 6 9 3 4<br />PAPAN PARTIKEL 4 5 3 5 6 3 7 4 7 2<br /><br />5. Kementrian Kehutanan ingin mengembangkan sistem agroforestri sebagai pengganti sistem monokultur untuk mengelola hutan pada wilayah kerjanya. Kementrian Kehutanan ingin melihat apakah sistem agroforestri tersebut lebih bagus dari sistem monokultur yang telah digunakan. Dalam hal ini perusahaan tidak tertarik pada tingkat efisiensi penggunaan lahan. 10 Kepala Dinas dipilih secara acak untuk menguji sistem tersebut. Setiap Kepala Dinas yang mengelola satu sistem monokultur dan memberikan nilai 1-10 dimana (1) sangat tidak bagus dan (10) sangat bagus. Kemudian Kepala Dinas tersebut disuruh mengelola sistem agroforestri dengan memberikan nilai 1-10, dimana (1) sangat bagus dan (10) sangat tidak bagus. Dari ilustrasi di atas apakah terdapat perbedaan nyata pada kedua sistem tersebut?<br />Berikut table pengamatannya :<br />KADIS A B C D E F G H I J<br />AGROFORESTRI 5 6 1 7 8 3 5 8 2 7<br />MONOKULTUR 1 9 3 7 1 5 8 5 8 4<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KATA PENGANTAR<br /><br />Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas praktikum Statistik Infrensia ini tepat pada waktunya.<br /> Adapun tugas praktikum Statistik Infrensia ini berjudul “Aplikasi Uji Tanda pada Statistik Nonparametrik”. Tugas ini berisikan tentang hal – hal yang didapat penulis dalam berbagai macam literatur tentang uji tanda, baik perhitungan manual maupun perhitungan dengan menggunakan software.<br /> Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Latifah S.Hut., M.Si. Ph.D. sebagai Dosen pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini. <br />Penulis berharap kiranya tugas ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian dalam lingkungan universitas khususnya dan masyarakat pada umumnya.<br /> Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tugas ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih. <br /><br /> Medan, Mei 2010<br /> <br />Penulis<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR ISI<br /><br /><br />KATA PENGANTAR i<br />DAFTAR ISI ii <br />BAB I. TEORI UJI TANDA<br /> Defenisi Uji Tanda 1<br /> Asumsi-asumsi Uji Tanda 1<br /> Hipotesis-hipotesis Uji Tanda 1<br /> Statistik Uji Tanda 2<br /> Ketentuan Uji Tanda 2<br /> Prosedur Uji Tanda 2<br /> Peraturan Pengambilan Keputusan Uji Tanda 2<br /> Uji Tanda untuk Sampel Besar 3<br /> Peraturan Pengambilan Keputusan untuk Sampel Besar 3<br /><br />BAB II. ILUSTRASI SOAL DAN JAWABANNYA<br /> Soal 4 Penyelesaian Soal dengan Metode Perhitungan Manual 4<br /> Penyelesaian Soal dengan Menggunakan Software SPSS 6 <br /><br />BAB III. SOAL UJI TANDA DI BIDANG KEHUTANAN<br /> Soal-soal 7<br /><br />DAFTAR PUSTAKA <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Black, J. A dan Dean J Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung<br /><br />Siegel, Sidney. 1999. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia. Jakarta.<br /><br />Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta<br /><br />Sudjana. 1989. Metoda Statistika. Penerbit Transito. Bandung<br />Sugiyono. 2001. Statistik Nonparametrik untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung<br />Walpole, R.E.1997. Pengantar Statistika Edisi 3. PT. Gramedia Pustaka Utama Jakartaharry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-45652070251401297892010-06-03T16:55:00.000-07:002010-06-03T16:58:15.844-07:00RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ALAM (HPH)oleh : Harry Kurniawan 071201001 Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara<br /><br /><br /><br />RENCANA PENGELOLAAN HUTAN SECARA UMUM<br /><br />Perencanaan hutan adalah suatu bagian proses pengelolaan hutan untuk memperoleh landasan kerja dan landasan hukum agar terwujud ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan hutan sehingga menunjang diperolehnya manfaat hutan yang optimal, berfungsi serbaguna dan pendayagunaan secara lestari.<br />Unit inventarisasi adalah provinsi untuk mendapatkan data tingkat nasional dilakukan oleh pemerintah pusat setiap 5 tahun informasi SDH yang didapat: tutupan vegetasi, penggunaan lahan, perkiraan tipe dan potensi SDH informasi SDH dipilah berdasarkan fungsi hutannya menurut RTGH atau RTRWP karena cakupan yg luas IHN menggunakan teknik sampling dengan memanfaatkan ketersediaan data penginderaan jauh, dan verifikasi kegiatan lapang yang diperoleh dengan pengamatan SDH pada PSP (permanent sample plots) atau TSP (temporary sample plots) IHN menghasilkan peta berskala 1:250.000<br />Inventarisasi Hutan untuk Rencana Pengelolaan (IHRP) dilakukan untuk untuk setiap unit atau sub-unit pengelolaan hutan seperti bagian hutan, HPH (hak pengusahaan hutan), HPHTI (hak pengusahaan hutan tanaman industri), areal rencana karya lima tahunan (RKL), dll IHRP dilakukan oleh instansi pemerintah, konsultan (yg diakui DEPHUT) dengan pengawasan BAPLAN dan instansi kehutanan daerah data dari IHRP digunakan untuk menyusun rencana karya pengelolaan tingkat unit pengelolaan dalam jangka waktu tertentu (jangka panjang atau menengah. informasi SDH meliputi: potensi kayu, kondisi permudaan, kondisi topografi, kondisi sosial ekonomi yang relevan. teknik IHRP dengan menggunakan teknologi yg mendukung agar dapat dilakukan dengan efisien dan hasilnya optimal <br />Inventarisasi Hutan untuk Rencana Operasional (IHRO) dikerjakan untuk keperluan operasional pengelolaan hutan dengan cakupan areal yang terbatas (blok atau bagian unit pengelolaan). IHRO digunakan sebagai dasarpenyusunan rencana kegitan operasional jangka pendek (1 tahun). IHRO utuk mendapatkan data: letak dan luas areal, tipe, komposisi, dan potensi hutan, kondisi topografi, jenis tanah dan geologi, pembukaan wilayah/ aksesibilitas kawasan untuk data volume kayu yang akan ditebang, pengukuran pohon secara sensus (100%) IHRO dilakukan oleh pengelola hutan dan diawasi oleh DEPHUT.<br />Inventarisasi Hasil Hutan Non Kayu (IHHNK) digunakan untuk mengumpulkan data / informasi tentang potensi dan sebaran hasil hutan non kayu yang bernilai ekonomi tinggi seperti rotan, bambu, sagu, dan nipah IHHNK dilakukan pada areal hutan yang mengandung hasil hutan no kayu murni ataupun merupakan bagian dari ekosistim hutannnya hasil IHHNK digunakan untuk menyusun perencanaan makro nasional dan operasional.<br />Dalam kegiatan perencanaan hutan, pemerintah menyusun rencana umum kehutanan (RUK) yang berisi: peruntukan penyediaan, pengadaan dan penggunaan hutan di seluruh wilayah Indonesia. Atas dasar RUK disusun rencana pengukuhan hutan, dan rencana penatagunaan hutan. <br />Untuk setiap provinsi, pengukuhan dan penatagunaan hutan dilaksanakan berdasarkan peta Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan (RPPH). Untuk luar Jawa peta RPPH adalah peta TGHK (Tata Guna Hutan Kesepakatan).<br />Dengan tersusunnya RTRWP dan RTRWK, dilakukan pemadu-serasian antara TGHK dengan RTRWP dan RTRWK, sehingga diperoleh TGH (Tata Guna Hutan) yang mempunyai kepastian hukum yang mantap dan menjadi bagian integral dari rencana tata ruang wilayah.Peta TGH menggambarkan deleniasi kawasan hutan berdasarkan fungsi-fungsi hutan yang disusun secara teknis berdasarkan data dan informasi yang tersedia.<br /><br />Tujuan :<br /> Adapun tujuan pembuatan laporan ini adalah:<br />Agar mahasiswa mengetahui konsep rencana pengelolaan hutan berdasarkan wilayah, jangka waktu dan fungsi rencana.<br /><br /><br /><br /><br /><br />RENCANA PENGELOLAAN HUTAN ALAM<br /><br />Hutan adalah suatu lapangan yang bertumbuhkan pohon-pohon yang merupakan suatu kesatuan hidup alam hayati bersama alam lingkungannya sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Pokok Kehutanan (UUPK) No. 5 Tahun 1967. Selanjutnya dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, definisi hutan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. <br />Wilayah Indonesia dengan jumlah pulau 17.508 pulau ini memiliki 57% dari luas daratannya berupa hutan atau seluas 108.573.300 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (34 juta hektar), Irian Jaya (33 juta hektar), Sumatera (20 juta hektar) dan sisanya tersebar di berbagai pulau lainnnya (Anonim, 1997). Namun angka itu berbeda dengan laporan World Bank bahwa setelah 35 tahun terjadi deforestasi, hutan Indonesia tinggal 57 juta hektar dan 15% diantaranya terletak di dataran rendah, sisanya di lapangan yang sulit dijangkau dan kawasan payau alluvial (Iskandar, 2000). Fungsi hutan dalam pemeliharaan kualitas lingkungan, yaitu dalam pengaturan tata air, kesuburan tanah, iklim dan kualitas udara, biodiversity (flora dan fauna), tipe vegetasi dan ekosistem. Sifat khas hutan yang lain adalah serbaguna. Secara ekonomis hutan bermanfaat memberi bahan industri kayu, sumber devisa, membuka lapangan kerja dan menaikkan pendapatan nasional. Hutan juga bermanfaat secara ekologis dengan ekosistemnya yang beragam sebagai tempat hunian hewan dan tumbuhan, serta manfaat sosial budaya yang telah dimanfaatkan manusia sejak keberadaannya. <br />Kelompok yang berkepentingan dengan hutan sebagai sumber ekonomi adalah pemegang HPH, industriawan kayu, pejabat pemerintah yang mengelola instansi perindustrian, perdagangan, pertambangan, trasmigrasi, pemukiman penduduk dan Sistem Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah salah satu sistem pengusahaan hutan di Indonesia dengan para pemegang HPH sebagai pelaksana utama, diatur dalam <br />Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1970 dan ditujukan untuk pengusahaan hutan alam. Sedangkan manajemen hutan adalah upaya teknis terhadap sekelompok hutan dalam peningkatan manfaat dari fungsi hutan secara lestari. Walaupun pada saat ini banyak anggapan bahwa manajemen hutan seolah-olah tidak dapat dipisahkan dari sistem HPH, tetapi melalui suatu pengaturan dalam mekanismenya kedua hal itu dapat berjalan secara terpisah. Pada dasarnya sistem HPH merupakan bentuk antisipasi pemerintah setelah dibukanya kran penanaman modal dengan telah dikeluarkannya Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman modal Asing dan Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, melalui pengaturan pemberian konsesi HPH. Dengan adanya penanaman modal besar (asing dan nasional) untuk eksploitasi hutan, sebagaian besar areal hutan akan dipungut hasilnya oleh perusahaan besar. Untuk menjaga pengusaha kecil dan menengah tidak dimatikan usahanya, Dirjen Kehutanan menetapkan kebijaksanaan dalam pemberian konsesi HPH, bahwa luas areal hhutan yang dieksploitasi di setiap propinsi 70-80% diberikan kepada pengusaha besar sebagai konsesi, dan 20-30% diberikan kepada pengusaha kecil dengan ijin tebang dan persil tebangan . <br /> Rencana Pemanfaatan Hutan (RPH) adalah suatu rencana strategis yang menyediakan konsep untuk rencana operasional berikutnya. Rencana ini merupakan rencana awal yang merupakan bagian dari sistem perencanaan 3-tingkat yang diperlukan untuk mendapatkan Kesepakatan Akhir Pemanfaatan Hutan. Ini adalah rencana jangka panjang yang menguraikan gambaran areal secara umum, sumber daya alam dan masyarakat. Rencana jangka panjang ini dibuat untuk mengatur antara lain mengenai Jatah Tebang Tahunan (JTT), menetapkan mekanisme pemantauan dan kontrol serta termasuk penilaian ekonomis yang sederhana. Pembagian hutan didasarkan pada jenis hutan, siklus kerja dan blok penebangan yang digunakan sebagai referensi perencanaan selanjutnya (Peta Pemanfaatan Hutan). <br />Selanjutnya RPH berisi rencana rinci untuk jangka waktu ujicoba 3 tahun. Pada akhir jangka waktu masa ujicoba akan dilakukan evaluasi ekternal, dan berdasarkan pada hasil evaluasi tersebut Forest Agreement dapat diterbitkan.<br />Tujuan pengelolaan keanekaragaman hayati adalah untuk menemukan keseimbangan optimum antara konservasi keanekaragaman hayati dengan kehidupan manusia yang berkelanjutan. Untuk mendukung program pembangunan berkelanjutan, pemerintah, masyarakat, organisasi-organisasi di kalangan usaha, harus bekerja sama untuk mendapatkan cara guna mendukung proses-proses alam esensial yang sangat tergantung pada keanekaragaman hayati. Memelihara sebanyak mungkin keanekara-gaman hayati merupakan tujuan sosial dan merupakan komponen strategis utama dalam pembangunan berkelanjutan. <br />Proses perencanaan pengelolaan keanekaragaman hayati harus mampu mengidentifikasi kaitan vital antara keanekaragaman hayati, kesehatan lingkungan dan manusia, sumberdaya alam yang menjadi basis kelestarian kehidupan, serta mampu memberikan pilihan baru bagi pembangunan ekonomi dan sosial. Tahapan dalam penyusunan perencanaan strategis pengelolaan keanekaragaman hayati adalah: <br />a. Pengorganisasian: <br />menetapkan kerangka kerja kelembagaan, merancang kepemim-pinan, menciptakan pendekatan partisipatif, membentuk tim interdisiplin dan intersektoral, serta mengalokasi pendanaan. <br />b. Penilaian: <br />kumpulkan dan evaluasi informasi mengenai status dan kecenderungan sumberdaya keanekaragaman hayati dan sumberdaya biologis nasional, hukum, kebijakan, organisasi, program, dana, dan sumberdaya manusia yang tersedia. Kembangkan tujuan dan sasaran awal, identifikasi kesenjangan, lakukan upaya untuk menutup kesenjangan tersebut dan perkirakan secara kasar biaya dan manfaat serta kebutuhan yang terkait dengan program keanekaragaman hayati nasional. <br />c. Pengembangan Strategi: <br />Tetapkan sasaran dan tujuan operasional, lakukan analisis dan pilih tindakan khusus yang dapat menutupi kesenjangan yang diidentifikasi dalam proses penilaian; lakukan proses konsultasi pada pihak terkait (stakeholders) hingga tercapai <br />konsensus pada target dan mekanisme yang dapat diterima; identifikasi kapasitas pihak-pihak terkait dan apa yang dapat dilakukannya; tuliskan pernyataan mengenai strategi tersebut, meliputi aksi dan investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati; pada tingkat ini lakukan konsultasi intensif dengan perencana/sektor konservasi dan pembangunan, termasuk melakukan dialog nasional dengan seluruh pihak yang tertarik. <br />d. Pengembangan Rencana Aksi: <br />Tetapkan organisasi (swasta atau LSM) yang akan bertanggungjawab dalam implementasi aktivitas spesifik yang telah ditetapkan dalam strategi, dimana, apa tujuannya dan dengan sumberdaya apa (SDM, kelembagaan, fasilitas dan dana). Tetapkan jangka waktu pelaksanaannya. <br />e. Implementasi:<br /> Lakukan implementasi aktivitas tersebut. Pihak yang menanggung jawabi implementasi kegiatan disebut sebagai "pelaksana kegiatan keanekaragaman hayati" yang penetapannya telah disepakati. <br />f. Pemantauan dan Evaluasi: <br />Tetapkan kriteria dan indikator keberhasilan, tetapkan organisasi yang akan memantau implementasi kegiatan. Pemantauan harus diarahkan untuk mengetahui status dan kecenderungan keanekaragaman hayati (spesies, gen, habitat dan lansekap), implementasi peraturan perundang-undangan, implementasi aksi strategis khusus dan investasi, serta pengembangan kapasitas yang diperlukan (SDM, kelembagaan, fasilitas<br />g. Pelaporan: <br />Tetapkan jenis laporan yang diperlukan, siapa yang bertanggungjawab dalam pelaporan, serta sepakati format, isi dan tata waktu pelaporan. Tipe-tipe laporan antara lain: laporan tahunan, kajian nasional, strategi nasional, program aksi, laporan lima tahunan dsb. <br />Skema sertifikat PHPL Mandatory Menteri Kehutanan merupakan amanat PP Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, yaitu : Penjelasan pasal 81 ayat (3) : Keberhasilan pengelolaan hutan lestari dicerminkan dengan kinerja pengelolaan hutan yang diukur dengan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari yang dibuktikan dengan sertifikat pengelolaan hutan lestari oleh Lembaga Penilai Independen yang diakreditasi oleh Menteri <br />Berdasarkan PP Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, Penjelasan pasal 125 ayat (3) : Keberhasilan pengelolaan hutan lestari dicerminkan dengan kinerja pengelolaan hutan yang diukur dengan kriteria dan indikator pengelolaan hutan lestari yang dibuktikan dengan sertifikat pengelolaan hutan lestari oleh Menteri, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Lembaga Penilai Independen. <br />Tujuan Penilaian Kinerja PHAPL dengan skema penilaian mandatory ada 3 (Kepmenhut 208/Kpts-II/2003) : <br />a. tujuan sertifikasi <br />b. tujuan perpanjangan ijin IUPHHK <br />c. tujuan pemberian ijin baru <br />Profesionalisme tenaga LPI-Mampu memang masih perlu ditingkatkan sehingga seluruh tenaga yang akan melakukan penilaian kinerja PHAPL harus mendapat akreditasi dari LEI; Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dengan Direktur Eksekutif LEI telah ditandatangani 12 Juli 2006. <br />Kemajuan pelaksanaan Penilaian Kinerja PHAPL Mandatory sejak 2002 s.d 2008 sbb : <br />a. Penilaian kinerja PHAPL dalam rangka sertifikasi telah dilakukan untuk 201 IUPHHK dengan perincian sbb : <br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br />IDENTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN BERDASARKAN WILAYAH, WAKTU, DAN FUNGSI PERENCANAAN<br /><br />Penatagunaan hutan adalah kegiatan perencanaan tata guna hutan, pemanfaatan hutan dan pengendalian pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsinya; yaitu sebagai: Suaka alam ( suaka margasatwa dan cagar alam) kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam) kawasan hutan taman buru kawasan hutan lindung kawasan hutan produksi (hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan hutan produksi yang dapat dikonversi).Rencana penatagunaan hutan adalah rencana yang memuat kegiatan penatagunaan hutan.<br />Penataan hutan adalah kegiatan penyusunan Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang telah ditata untuk jangka waktu tertentu dalam rangka pemanfaatan hutan secara ekonomis dan berdasarkan asas kelestarian.<br />Peta RPPH, peta TGHK, peta TGH atau peta yg lain adalah peta makro sebagai dasar dalam proses pengukuhan hutan hingga penetapan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya. kriteria penunjukan sebagai kawasan hutan: bervegetasi hutan belum dibebani hak pertimbangan biogeofisik berperanan dalam perlindungan tata air dan kawasan di bawahnya pertimbangan fenomena alam, perlu dijadikan kawasan konservasi. pertimbangan lain aspek sosial-ekonomis aspek legalitas/ hukum yang berkaitan dengan penguasaan dan penggunaan lahan aspek hankam berbagai kondisi lahan untuk penunjukan dapat dianalisa dengan bantuan data penginderaan jauh, peta rupabumi, peta topografi, peta JOG, peta vegetasi, peta landuse, dan berbagai peta thematik lainnya, data statistik, informasi masyarakat atau aparat pemerintah berbagai hal berkaitan dengan RPPH, dan TGH, pemaduserasian disiapkan oleh tim teknis BPKH yang berada dibawah BAPLAN (Badan Planologi Kehutanan)<br />Penunjukan wilayah hutan yang tergambar dalam peta RPPH, TGHK, TGH; dengan surat keputusan menteri. mengacu pada pedoman Kepmenhut no 339/Kpts-II/1990 dan no634/Kpts-II/1996. Panitia tatabatas dibentuk mengacu pada Kepmenhut no 400/Kpts-II/1990 dan no 635/Kpts-II/1996 tahapan kegiatan: penyusunan rencana kerja dan peta kerja deleniasi batas mengadakan rapat Panitia Tata Batas (PTB) pemancangan patok batas inventarisasi dan penyelesaian hak pihak ketiga berkait dengan trayek batas dan hutan yangdikukuhkan pengumuman trayek batas pengukuran dan pemetaan serta pemasangan pal batas pembuatan dan penandatanganan berita acara tata batas kegiatan persiapan dan pelaksanaan di lapangan dilaksanan oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH). untuk P Jawa dan Madura oleh Biro Perencanaan Hutan Perhutani. <br />Ruang lingkup: aspek administratif meliputi wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/ kota secara terpadu berdasarkan fungsi utama kawasan hutan.<br />Penatagunaan hutan memperhatikan lingkungan buatan, alam, sosial dan interaksinya. Kemampuan pembiayaan pembangunan dan kelembagaan<br />dilakukan oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat. Perencanaan tataguna hutan: dilakukan dengan proses dan prosedur atas dasar perundangan yg berlaku. Rencana ditinjau lagi minimal 5 tahun sekali sesuai dengan jenis perencanaan mengikuti tata ruang wilayah yang bersangkutan: RTGH Nasional, berjangka 25 tahun RTGH Propvinsi, berjangka 15 tahun RTGH Kabupaten/Kota, berjangka 10 tahun.<br /> Kriteria penetapan fungsi kawasan hutan: kawasan hutan Cagar Alam: dijumpai keanekaragaman jenis dan ekosistem mewakili formasi biota tertentu atau unit penyusunnya kondisi fisik dan biota asli mempunyai ciri khas kawasan. Suaka Margasatwa: habitat margasatwa yang memerlukan konservasi keanekaragaman satwa yang tinggi bagian habitat satwa migran<br />luasannya mencukupi kawasan taman nasional luasan cuku mendukung proses ekologi secara alami jenis tumbuhan, satwa, gejala alam yang unik, utuh dan alami secara materi atau fisik tidak dapat diubah karena ekonomi atau <br />pendudukan manusia masih asli atau alami untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam memungkinkan adanya zonasi (inti, pemanfaatan, penyangga dll) yang mendukung pelestarian ekosistem di dalamnya. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Bahruni, Suhendang, E dan Soerianegara, I. 1993. Menguak Permasalahan Pengolahan Hutan Alam Tropis di Indonesia. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. <br /><br />Fujo, 1998. Upaya Pengembangan HPH Bina Desa pada PT. Kiani Lestari Kabupaten Kutai. Universitas Winaya Mukti. <br /><br />Golar, 1999 Perencanaan Partisipatif Masyarat dalam Pembangunan Sektor Kehutanan (studi kasus Pembangunan Hutan Kemasyarakatan di Kecamatan Tombolo Pao Kabupaten Dati II Gowa) (Tesis S2) Universitas Hasanuddin Ujung Pandang .<br /><br />ITTO, 1992. ITTO Guidelines for the Sustainable Management of Natural Tropical Forest. ITTO Policy Development Serie 1. Yokohama, Japan.<br /><br />Mubyarto, dkk. 1994. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal. Aditya Media Yogyakarta.<br /><br />Priyono, D. J. 2001. Manfaat Ekonomi, Pengembangan Teknologi dan Peningkatan Moral: Tiga pilar penyangga Kelestarian Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-12833953600933174402010-06-03T16:49:00.000-07:002010-06-03T16:53:52.036-07:00Resume Beberapa Paper tentang Pengolahan Komoditi Agroindustri di IndonesiaTEKNOLOGI PENGOLAHAN METE<br />Jambu mete (Anacardium occidentale L) merupakan komoditi perkebunan yang tersebar di berbagai provinsi di Indonesia. Luas areal perkebunan jambu mete di Indonesia seluas 560.813 Ha. Produksi gelondong jambu mete pada tahun 1991 adalah 57.247 Ton meningkat pada tahun 2000 menjadi 92.390 Ton.<br />Namun komoditi mete sulit masuk ke pasar Internasional yang disebabkan oleh monopoli India dan juga karena rendahnya daya kompetisi industri pengacipan di Indonesia. Dilain pihak gelondong mete belum dapat mencukupi kebutuhan bahan baku dalam negeri. Di pasar Internasional kontribusi ekspor mete Indonesia baru mencapai 10,10 % dan ekspor kacang mete baru mencapai 0,98 % yang seluruhnya ditujukan ke India.<br />Jambu mete dapat diolah menjadi beberapa jenis makanan dan minuman yang dapat meningkatkan nilai tambah, antara lain : pengolahan gelondong mete, pengolahan kacang mete, pengolahan buah semu, pengolahan sirup sari buah, pengolahan anggur mete, pengolahan manisan kering, pengolahan selai mete dan pengolahan jem jambu mete. <br />Dari jenis-jenis pengolahan jambu mete tersebut, pengolahan gelondong mete adalah pengolahan yang sering dilakukan dalam sekala besar dan merupakan ekspor terbesar menurut total ekspornya yng mencapai 10,10 % dibandingkan dengan ekspor kacang mete yang hanya 0,98 %. Sedangkan pengolahan jenis lain hanyalah sebagai pemenuh kebutuhan dalam negeri dalam skala yang lebih kecil.<br />Adapun proses pengolahan gelondong mete adalah : pemisahan gelondong, pengeringan gelondong, pengepakan dan penyimpanan. Pemisahan gelondong adalah pemilihan gelodong berdasarkan ukuran, kekilapan dan buah semu. Pengeringan merupakan kegiatan penjemuran atau pengeringan gelondong yang telah disortasi selama 2-3 hari. Pengepakan dan pengeringan merupakan kegiatan setelah penjemuran dengan mengangin-anginkan selama 24 jam yang kemudian dilakukan proses pengepakan dalam karung goni. Apabila gelondong akan disimpan, maka perlu disimpan dalam kaleng kedap udara.<br /><br /><br /><br />TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUKUN SEBAGAI <br />BAHAN PANGAN ALTERNATIF<br />Sukun (Artocarpus Altilis) merupakan tanaman tahunan yang tumbuh baik pada lahan kering (daratan), dengan tinggi pohon dapat mencapai 10 m atau lebih dan mempunyai cabang-cabang yang melebar ke samping dengan tajuk sekitar 5 meter. Pohon sukun membentuk percabangan mulai dari ketinggian sekitar 1,5 meter dari tanah. Daunnya berbentuk oval panjang dengan belahan daun simetris yang ditunjang dengan tulang daun yang menyirip simetris pula. Sukun dikenal dengan nama Hatopul di Sumatera Utara.<br />Banyak pemanfaatan yang bisa dilakukan pada bagian-bagian sukun antara lain adalah buah, bunga, daun, getah, kayu dan serat kulit kayu. Dari banyaknya bagian sukun yang dapat dimanfaatkan berarti memungkinkan sukun untuk dikembangkan di Indonesia. Selain itu sukun juga dapat diolah menjadi banyak bentuk makanan yang dapat menjadi makanan alternatif. <br />Berikut jenis olahan sukun yang dimanfaatkan di Indonesia:<br />A. Produk sukun sebagai bahan pangan olahan yang lebih lanjut<br />Adapun jenis produknya adalah Gaplek sukun, Tepung sukun dan Pati sukun.<br /><br />B. Pangan yang diolah langsung dari buah sukun segar<br />Adapun jenis pangannya adalah Bregedel Sukun, Bronoreo Sukun, Kering Sukun, Rendang Sukun, Sayur Lodeh Sukun, Sambal Goreng Sukun, Apem Sukun, Bolu Cup, Cimplung Sukun, Donat Sukun, Cake Sukun, Dodol Sukun, Getuk Sukun, Kolak Sukun, Kroket, Kolak Sukun dan Klepon Sukun.<br /><br />C. Pangan yang diolah dari produk olahan primer sukun<br />Adapun bahan pangannya adalah Bolu Sukun, Bubur Sumsum, Kue Lapis Kukus Sukun, Kukis Sukun, Pastel Basah Tepung Sukun, Fresh Role Cake dan Roti Tart Tepung Sukun.<br />Potensi pemanfaatan sukun sangat besar dan memilki vitamin yang dibutuhkan tubuh, maka pengembangan sukun di Indonesia harus secara intensif agar tersebar merata, sehingga proses produksi terdistribusi normal sampai ke daerah pedalaman.<br />NASI INSTAN UBI JALAR<br /><br /> Ubi jalar merupakan makanan pokok dari sebagian masyarakat Irian Jaya yang ditanam secara tradisional dengan skala kecil dan berpindah-pindah. Namun dengan berkembangnya teknologi budidaya maka ketersediaan ubi jalar dalam skala besar sudah dapat dilakukan.<br /> Karena sifat ubi jalar yang realtif tidak tahan lama, maka diperlukan pengolahan setengah jadi (instan) sehingga dapat sisimpan dalam waktu yang realtif lama. Salah satunya adalah pengolahan ubi jalar menjadi nasi instan, yang memiliki rasa yang sama dengan ubi jalar segar yang direbus. Semua jenis ubi jalar dapat digunakan, namun ubi jalar yang tidak terlalu tua dipanen lebih baik digunakan.<br /> Proses pembuatan nasi instan ubi jalar adalah dicuci ubi jalar, dipilih ubi jalar yang bebas dari serangan hama boleng yang mempengaruhi hasil, dikukus selama 30 menit, setelah matang dikupas kulitnya dan diiris-iris, dicetak dalam bentuk butiran dengan alat penggiling daging, lalu dikeringkan dan dijemur dipanas matahari.<br /> Cara penyajiannya adalah direndam nasi instan ubi jalar kering dalam air dingin selama kira-kira 5 menit, lalu ditiriskan dan kukus hingga lunak dan siap dikonsumsi. Dalam penyajiannya nasi instan ubi jalar ini berbentuk butiran, apabila diolah menjadi produk makanan kecil, hancurkan butiran-butiran tersebut dengan menggunakan sendok sehingga siap diolah menjadi panganan lain, <br />membentuk suatu adonan.<br /> Cara penyimpanannya adalah simpan nasi instan ubi jalar kering dalam kantong plastik, kaleng tertutup atau karung plastik.<br /> Dengan adanya nasi instan ubi jalar ini dapat mengurangi konsumsi beras yang selama ini di impor dari luar negeri seperti dari Thailand. Selain itu dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah sebagai suatu proses produksi yang menciptkan lapangan kerja dan mengembangkan sector agroindustri di Indonesia.<br /><br /><br />BIJI RAMBUTAN SEBAGAI ALTERNATIF MAKANAN BARU<br /> Rambutan (Neplhelium lappaceum) memiliki penyebaran mulai dari Cina bagian selatan (Yunnan dan Hainan) melalui Thailand, Malaysia, Indonesia sampai ke Filipina. Rambutan dibudidayakan hampir di seluruh daerah tropik basah Asia dan dalam jumlah yang kecil dijumpai di daerah tropik basah Amerika, Afrika, dan Australia. Buahnya sangat populer. Dagingnya banyak mengandung sari buah, dapat dibuat makanan kaleng atau dioleh menjadi selei, namun sebagian cita rasanya akan hilang. Bagi kesehatan bermanfaat untuk mengencangkan otot, obat sakit perutdan obat cacingan; akarnya diseduh untuk obat demam; kulit batangnya untuk mengobati penyakit di lidah; daunnya untuk tapal sebagai obat pusing kepala. Sedangkan kulit buah rambutan mengandung saponin beracun.<br /> Selain itu setelah dilakukan beberapa pengujian diperoleh bahwa bji rambutan dapat dimanfaatkan sebagai pembuatan emping. Biji rambutan yang digunakan adalah jenis Nephelium lappaceum yang masih mentah. Adapun pengujian yang dilakukan adalah hidrolisis biji rambutan, uji HCN, uji kualitatif terhadap (karbohidrat, protein, dan lemak), uji protein, dan uji kuantitatif terhadap glukosa dan protein.<br /> Diperoleh hasil dari uji coba terhadap biji rambutan bahwa biji rambutan tidak beracun, mengandung karbohidrat, lemak dan protein, maka biji tersebut dapat dibuat makanan berupaemping. Prosesnya adalah sebagai berikut :<br />1. Pilih biji rambutan yang segar kemudian dikeringkan.<br />2. Keluarkan biji rambutan tersebut dari kulitnya.<br />3. Biji rambutan digoreng tanpa minyak agar suhunya menjadi panas, kemudian<br /> digepengkan.<br />4. Setelah gepeng dijemur lagi sampai kering.<br />5. Sebelum digoreng rendam dulu dengan air garam dan bawah putih.<br />6. Digoreng dan siap dimakan.<br /> Dari pengetahuan tersebut maka biji rambutan yang selama ini terbuang dengan sia-sia dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Dengan adanya proses produksi dari pembuatan emping biji rambutan ini dapat mengembangkan sector agroindustri di Indonesia.<br /><br /><br />PENGOLAHAN KRIPIK BUAH SIRSAK <br />Buah sirsak (Annona muricata L) adalah buah tropis yang memilki banyak potensi untuk dikembangkan. Kelebihan buah sirsak antara lain adalah rasa dan aroma yang khas. Permasalahan utama produksi buah sirsak adalah daya simpannya yang sangat pendek dan bentuk pengolahannya yang relatif terbatas pada produk basah yaitu sari buah dan pencampur es. Untuk itu perlu dikembangkan produk lain yang dihasilkan dari pengolahan dari buah sirsak. Kripik sirsak merupakan salah satu produk kering yang dihasilkan dari buah sirsak yang sama halnya dengan kripik nangka.<br /> Namum dalam proses pembuatannya dibutuhkan peralatan khusus yang mahal dan kondisi penggorengan harus terkendali dan vakum udara. Untuk mendapatkan kripik sirsak yang berkualitas yang perlu diperhatikan adalah : tingkat kematangan buah, kadar Na metabisulfit yang ditambahkan, suhu penggorengan dan tekanan vakum yang digunakan dalam penggorengan.<br /> Dari sebuah percobaan diperoleh bahwa tingkat kematangan buah sirsak 50 % dan penggunaan Na metabisulfit 500 ppm merupakan perlakuan terbaik dalam mengolah kripik buah sirsak. Selain itu penggunaan suhu penggorengan 100 0C dan tekanan vakum 630 mm Hg merupakan kondisi pengolahan terbaik dalam pembutan kripik buah sirsak. Kripik buah sirsak yang dihasilkan memiliki rasa asin yang pekat, oleh karena itu diperlukan upaya pemerian bumbu agar rasanya lebih disukai oleh masyarakat.<br /> Adapun proses pembuatan kripik buah sirsak adalah dari buah sirsak segar dengan kematangan 50 %, buah sirsak dukuliti, lalu diiris-iris dengan tebal 4-5 mm, kemudian ditambahkan Na metabisulfit 500 ppm, lalu ditiriskan selama 15 menit yang kemudian dibekukan selama 24 jam, dan pada akhirnya dogoreng dengan suhu 100 0C.<br /> Dengan terobosan yang unik tentang pembutan kripik buah sirsak ini diharapkan dapat menumbuhkan proses produksi terutama untuk produksi buah sirsak dalam bentuk kripik. Dengan demikian alur aspek agroindustri dapat berjalan dengan lancar dengan berbagai jenis produk. <br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Anonimous. 2010. Pedoman Teknologi Pengelolaan Mete. www.hasilbumi.co.id. Di akses pada tanggal 920 Mei 2010].<br /><br />Departemen Pertanian. 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun sebagai Bahan Pangan Alternatif. Direktorat Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hortikultura. Jakarta.<br /><br />LIPTAN. 1999. Membuat Nasi Instan Ubi Jalar. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian. Jaya Pura.<br /><br />Polanditya, P. 2007. Biji Rambutan Sebagai Alternatif Makanan Baru. Ilmu Kimia FMIPA Universitas Islam Indonesia.<br /><br />Susanto W.H. dkk. 2000. Studi Pengolahan Kripik Buah Sirsak (Annona muriata L.) pada Skala Industri Kecil. Jurnal Ilmu-ilmu Teknik vol.12 no.2 oktober 2000. Fakultas Teknologi Pertanan Universitas Brawijaya.harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-57892632291345601242009-12-17T03:11:00.002-08:002009-12-17T03:16:52.622-08:00KOMPARASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT DI PEGUNUNGAN YUNNAN (CHINA) DAN GUNUNG BETUNG LAMPUNG (INDONESIA)KOMPARASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT <br />DI PEGUNUNGAN YUNNAN (CHINA) DAN <br />GUNUNG BETUNG LAMPUNG (INDONESIA) <br /><br />oleh<br />Harry Kurniawan<br />071201001<br />Manajemen Hutan<br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN<br />DEPARTEMEN KEHUTANAN<br />FAKULTAS PERTANIAN<br />UNIVERSITAS SUMATERA UTARA<br />2009<br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />Latar Belakang<br />Pentingnya hutan terhadap kesejahteraan masyarakat tersebut sudah semestinya menjadi perhatian yang sangat serius oleh pemerintah khususnya dan masyarakat luas umumnya, sehingga perlu adanya sistem yang menangani agar tetap menjaga kelestarian hutan,namun juga tidak mengindahkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan khususnya serta masyarakat luas umumnya. Sistem tersebut melibatkan peran serta langsung masyarakat dengan didampingi oleh pihak pemerintah dalam hal pengelolaan hutan yang ada disekitar mereka. Sistem tersebut dinamakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), perkataan berbasis masyarakat mempunyai makna bahwa dalam banyak istillah yang digunakan oleh banyak pihak yang selama ini mendorong akses masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu community forestry , social forestry, farm atau atau agro forestry, Kehutanan Masyarakat, Sistem Hutan Kerakyatan, Hutan Kemasyarakatan dan lain-lain.<br />Istilah Kehutanan Sosial (Social Forestry) sudah muncul sejak tahun 1978 ketika Kongres Kehutanan Sedunia Ke-8 dilaksanakan di Jakarta dengan tema besar Hutan untuk Rakyat (Forest for People). Pada awal social forestry diperkenalkan sebagai bentuk dari pemikiran “berbasis masyarakat”, sering mengacu kepada bentuk kehutanan Industrial (konvensional) yang dimodifikasi untuk memungkinkan distribusi keuntungan kepada masyarakat. Sedangkan community forestry lebih menekankan bahwa kehutanan harus dikontrol oleh masyarakat lokal (Gilmour dan Fisher, 1991 dalam Studi Kolaboratif FKKM 2000). Social Forestry umumnya digunakan sebagai istilah payung yang mencakup program-program dan kegiatan kehutanan yang sedikit atau banyak melibatkan peranan masyarakat atau rakyat lokal, atau dikembangkan untuk kepentingan masyarakat banyak. Dalam hal ini status lahan (lahan umum atau lahan milik individu) dijadikan dasar untuk membedakan praktik social forestry yang beragam.<br />Hutan sebagai fungsi sosial adalah sistem dan bentuk pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta berbagai pihak lain (berbagai unsur sosial) yang dapat dilakukan di mana saja, di lahan milik pribadi, umum atau di kawasan hutan yang diijinkan.<br />Sebagai fungsi sosial, hutan memberi perhatian bukan hanya peran dan hak masyarakat tetapi keterlibatan dan perhatian berbagai pihak atas pengelolaan sumberdaya hutan yang memadukan kegiatan perlindungan, kesejahteraan masyarakat lokal dan tujuan produksi yang lestari.<br /><br />Tujuan<br /> Adapun tujuan pembuatan tugas ini adalah <br />1. Untuk mengetahui pengolahan hutan kemasyarakatan di dalam dan luar negeri<br />2. Untuk mengetahui komparasi hutan sosial di dalam dan di luar negeri<br /><br /><br /><br /><br />KONDISI UMUM<br /><br />* Kondisi Umum Hutan di Pegunungan Yunnan (China)<br />Propinsi Yunnan, terletak di barat daya Cina, terhubung dengan Guangxi, Guezhou dan provinsi Sichuan atau daerah otonom di timur dan utara, dan berbatasan di Vietnam, Laos, dan Burma di selatan dan barat daya, mencakup bidang total 394, ooo kilometer persegi dihuni oleh penduduk dari 40 juta, dan 127 kabupaten atau kotamadya. Sebagai provinsi pegunungan khas, Yunnan memiliki jangkauan ketinggian dari yang tertinggi 6.740 m di barat laut dan yang terendah 76,4 m di tenggara tetapi rata-rata ketinggian sekitar 2000 m. <br />Daerah pegunungan account 94% dari total luas areal, dan 6% nya adalah lembah dataran. Secara umum, sebagian besar daerah di Yunnan memiliki cuaca subtropis dengan dua musim: musim kemarau di musim dingin dan musim hujan di Musim Panas, di bagian selatan provinsi dan beberapa lembah-lembah sungai, terdapat tipe iklim tropis. Yunan memiliki keberagam topografi dan kondisi cuaca yang menyediakan habitat yang berbeda untuk berbagai tipe vegetasi dengan lebih dari 17.000 spesies tanaman yang lebih tinggi di provinsi ini. <br />Di sisi lain, di antara 40 juta penduduk, 70% dari penduduk hidup di daerah pegunungan, dan hanya seluas 2,8 juta ha yang cocok untuk tanaman budidaya, yang 67% terletak di daerah pegunungan. Karena masih memakai system pengelolaan hutan secara tradisional , maka masih banyak didapati kekurangan informasi dan sulitnya transportasi, serta populasi penduduk yang terus meningkat cepat sehingga adanya penurunan sumber daya hutan, kerusakan lingkungan dan kehidupan petani di bawah standar di beerapa pegunungan daerah. <br /><br />*Kondisi Umum Hutan di Gunung Betung Lampung Selatan (Indonesia)<br />Gunung betung memiliki iklim tipe A, dengan kelembaban sepanjang tahun. Dan memiliki curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37°C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember-Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). <br />Mayoritas penduduk (85%) yang hidup di daerah ini hanya mengandalkan dari sektor pertanian (atau sebagai petani). Hal ini menunjukkan bahwa keterikatan masyarakat dengan lahan di kawasan hutan sangat tinggi. Ketergantungan masyarakat sekitar hutan terhadap hutan juga nampak pada sedikitnya jumlah penduduk (10%) yang bekerja di bidang non petani seperti sebagai buruh, membuka warung kecil di rumah, tukang kayu, tukang batu, berdagang hasil pertanian, wiraswasta (membuka pabrik penggilingan kopi), menyadap aren berternak ayam secara tradisional, tukang ojek.<br />Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa kegiatan di sektor pertanian, merupakan tumpuan hidup sebagian besar keluarga di daerah ini. Kegiatan usaha di bidang pertanian sebagai upaya untuk menjamin keperluan hidup keluarga, dilakukan melalui produksi subsisten. Meskipun sudah mulai ada perkembangan ke arah diversifikasi usaha (meskipun sangat terbatas), namun kegiatan ekonomi ini juga masih dalam batas produksi subsisten. Sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat bahwa berbagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dilakukan melalui distribusi tugas rumah tangga antara suami, istri, dan anak-anak, serta keluarga yang tinggal serumah. Potensi tenaga kerja keluarga yang tersedia seringkali merupakan faktor pembatas bagi luas lahan yang diolah dan menghambat intensitas usaha. Tenaga kerja upahan jarang dipakai, karena keterbatasan kemampuan keluarga dan karena luas lahan yang diolah sudah cukup dikerjakan dengan tenaga kerja keluarga sendiri saja. Kadang-kadang anggota keluarga petani kecil dalam waktu tertentu bekerja di luar usaha sektor pertanian keluarga, agar dapat membantu menambah penghasilan keluarga (misalnya dengan berdagang pakaian, sepatu, sandal, tas, dompet). <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />MODEL PERHUTANAN SOSIAL<br /><br />* Model Kehutanan Masyarakat di Pegunungan Yunnan (China)<br />Meskipun produksi kehutanan memiliki karakteristik siklus hidup panjang dan menghasilka keuntungan yang lama, tetapi jika pengelolaan yang diterapkan adalah tumpangsari, maka kelemahan dari siklus yang panjang dan lama mendapatkan keuntungan dapat dihndari. <br />Salah satu bentuk pengeloaan hutan di daeah pegunungan Yunnan adalah pengembangan tanaman kenari di Yangbi oleh masyarakat, yaitu dengan cara :<br />- pembuatan rencana terpadu pengembangan berdasarkan klasifikasi umum tanah dan kondisi fisik dan sosial ekonomi.<br />- pemilihan jenis dan standarisasi khusus penanaman: Rencana & desain, benih dan bibit, kerapatan dan ukuran, dan manajemen dll<br />- pembangunan basis, meningkatkan masukan dan ditingkatkan pada skala mengelola<br />- peningkatan penggunaan lahan dan sistem agroforestry seperti tanaman-pohon,<br />- peningkatan, hutan-tanaman obat dll<br />- peningkatan sistem manajemen, memperkenalkan sistem kontrak<br />- tanggung jawab dan penghargaan dan hukuman<br />- pengembangan industri hasil hutan, melaksanakan rencana "satu kota, satu varietas atau spesies, satu produk. "<br />Yunnan memiliki keuntungan yang luar biasa untuk mengembangkan pariwisata . Pada tahun 1994, ada adalah 22 taman hutan nasional dan hampir 10 cagar alam terbuka untuk orang luar. Jadi banyak hutan yang berada si sekitar pegunungan Yunnan digunakan sebagai areal wisata dengan memberdayakan masyarakat sekitar, demi menjaga keutuhan hutan di Yunnan.<br />Pengembangan daerah hijau di sekitar gunung Yunnan adalah sebagai metode penyelesaian krisis energi di pedesaan, serta meningkatkan lingkungan ekologidalam pembangunan gunung Yunnan. Dalam pengelolaannya harus didasarkan pada status sumber daya kehutanan, lokal kondisi fisik dan sosial ekonomi, kebutuhan masyarakat lokal untuk sumber daya kehutanan dan lain-lain untuk membuat rencana untuk mengembangkan hutan perkebunan seperti kayu, dan pohon buah-buahan, agar melindungi hutan.<br /><br />* Model Kehutanan Masyarakat di Gunung Betung Lampung Selatan (Indonesia)<br />Penduduk yang bertempat tinggal bersama di sekitar kawasan hutan Gunung Betung, hanya sedikit memiliki lahan garapan di luar kawasan hutan. Sehingga mereka memiliki ketergantungan secara ekonomi atas sumber daya hutan lindung yang ada di sekitarnya. Ketergantungan penduduk terhadap sumber daya hutan Gunung Betung dapat dilihat dari dua hal, pertama sumber pendapatan utama penduduk berasal dari hasil yang diperoleh dari kebun garapan mereka di kawasan hutan, kedua mayoritas penduduk tidak memiliki lahan garapan di luar kawasan hutan, kecuali lahan yang dipergunakan untuk pemukiman, terbentuk komunitas lokal/setempat yang terdiri dari berbagai suku bangsa (Sunda, Jawa, Palembang, Lampung).<br />Keadaan ini menunjukkan adanya ketergantungan masyarakat terhadap hutan lindung sangat tinggi. Keberadaan hutan lindung sangat bermanfaat bagi masyarakat, mereka mendapatkan berbagai sumber kehidupan untuk mempertahankan kehidupan mereka. Oleh sebab itu program Hutan Kemasyarakatan yang memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mengelola hutan sangat disambut dengan antusias, meskipun dengan beban yang tetap harus memperhatikan kelestarian hutan. Yang menarik adalah sebanyak 48% yang menguasai lahan berasal dari warisan, 50% menguasai lahan yang diperoleh bukan karena warisan, dan 2% yang masih hidup dari lahan milik orang tua. Cara untuk memperoleh lahan dilakukan dengan beberapa cara, sebagaimana kebiasaan masyarakat yang berasal dari daerah asalnya, sebagian besar masyarakat di sekitar Gunung Betung memperoleh tanah dengan cara warisan. Pada umumnya mereka masih mempergunakan sistem kekeluargaan bilateral, yang sudah ada jaminan agar tanah terbagi secara merata diantara anak tanpa menghiraukan jenis kelamin anak. Kecenderungan pewarisan tanah tanpa melihat status tanah akan berakibat pada penurunan kualitas hutan. Masyarakat di sekitar Gunung Betung selama ini melakukan pewarisan tanah tidak hanya pada tanah di luar hutan lindung, namun juga yang ada di dalam kawasan hutan lindung.<br />ASPEK DAN DAMPAK<br /><br /><br />Aspek<br />* Aspek Kehutanan Masyarakat di Pegunungan Yunnan (China)<br />Di daerah pegunungan, hutan tidak hanya menyediakan kayu bakar, kayu untuk bangunan rumah dan pembuatan mebel, tetapi juga sumber utama makanan, pakan ternak, pendapatan dan lain-lain. Dalam periode pendek pasokan biji-bijian, petani mengambil berbagai tunas liar, daun, bunga, buah dan akar di hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga. Pada musim hujan, mereka mengumpulkan jamur di hutan untuk dikonsumsi keluarga atau yang dijual ke pasar lokal. Selain itu, masyarakat setempat mengambil feed untuk ternak dan tanaman obat untuk mengobati jenis penyakit. Sementara itu, di banyak tempat Yunnan, ada beberapa contoh yang menguntungkan petani dan menjadi kaya dengan menanam tanaman obat atau jamur di hutan.<br /><br />* Aspek Kehutanan Masyarakat di Gunung Betung Lampung Selatan (Indonesia)<br />Kesalahan paradigma pembangunan kehutanan yang selama ini menjadi panutan kegiatan pembangunan kehutanan salah satunya adalah menganggap bahwa masyarakat sekitar hutan memiliki karakteristik yang sama seperti masyarakat lain. Akibatnya berbagai program pembangunan yang dirancang secara deduktif oleh pemerintah tidak banyak bermanfaat bagi masyarakat, bahkan banyak yang ditolak oleh masyarakat. Salah satu program yang dirancang pemerintah untuk melestarikan hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan adalah program Hutan Kemasyarakatan (HKM). Program ini di satu sisi mengadopsi aspirasi banyak pihak termasuk pemerintah untuk melestarikan lingkungan dan juga aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.<br />Kenyataan yang ada selama in menunjukkan bahwa program pembangunan kehutanan yang dilakukan pemerintah tidak selalu melibatkan masyarakat local secara partisipatif dalam pengelolaan sumber daya alam. Pemerintah bahkan sering kurang bersahabat, kurang tanggap dengan masyarakat local di sekitar hutan, di dalam upayanya untuk melestarikan hutan. Padahal sebagian besar masyarakat yang berdomisili di sekitar dan di dalam hutan telah beratus tahun secara turun temurun hidup dan mengetahui secara jelas tentang bagaimana cara mengelola hutan tanpa merusak, tanpa mengeksploitasinya. Selama in usaha pemerintah untuk memanfaatkan dan mengelola hutan belum menunjukkan saling keterkaitannya dengan kepentingan masyarakat yang menggantungkan hidupnya kepada hutan. Kelemahan in diasumsikan menjadi penyebab rendahnya tingkat keberhasilan pembangunan kehutanan di Propinsi Lampung.<br />Upaya penyelesaian berbagai kasus pertanahan di Propinsi Lampung hingga kini memang belum menampakkan hasil yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya persoalan pertanahan yang belum terselesaikan hingga saat ini, bahkan seiring dengan masa reformasi in muncul berbagai permasalahan pertanahan yang baru. Bidang kehutanan permasalahan tentang kesempatan masyarakat setempat/lokal untuk bisa mengambil dan mengelola sumber daya produktif hutan, baru sebagian kecil yang sudah terselesaikan, dalam arti masyarakat mulai diberi kesempatan untuk mengambil dan mengelola sumber daya produktif hutan melalui program HKM (Hutan Kemasyarakatan). Program ini di satu sisi mengadopsi aspirasi banyak pihak termasuk pemerintah untuk melestarikan lingkungan, dan juga aspirasi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. Tulisan mengenai profil masyarakat di sekitar hutan Gunung Betung melihat kesesuaian program dengan kondisi sosial ekonomi serta budaya masyarakat setempat.<br />Perihal tingkat pendidikan keluarga pada masyarakat di daerah ini, mayoritas penduduk (70%) memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar (SD), sementara itu sebanyak 25% berpendidikan SLTP, dan hanya 5% berpendidikan SLTA. Namun pada saat ini kondisinya telah banyak mengalami perubahan, menurut data terakhir (2006) telah ada beberapa anak yang telah sekolah keluar daerah, bahkan ada yang telah kuliah (baik di Bandar Lampung maupun di Bandung). Namun berdasarkan pengamatan di lapangan nampaknya tidak ada kaitan secara langsung antara tingkat pendidikan dengan jenis pekerjaan, tidak selalu seseorang yang telah memiliki tingkat pendidikan tinggi kemudian lepas atau keluar dari pekerjaan di bidang/sektor pertanian, demikian juga sebaliknya.<br /><br />Dampak<br />* Dampak Kehutanan Masyarakat di Pegunungan Yunnan (China)<br />Perkebunan kenari telah dikembangkan sebagian besar dan punya efek yang sangat baik di kabupaten dan prefektur sekitarnya. Banyak petani telah menyingkirkan 'topi kemiskinan' dan telah diperkaya melalui pengembangan budidaya pohon kenari. Menurut survei di 17 prefektur di 1994, area total output dan pendapatan tahun kasus dan pohon buah perkebunan di Yunnan telah mencapai 812.000 ha, 781.4 juta kg, 1,3 miliar yuan masing-masing. Dalam situasi ini dan dikombinasikan dengan karakteristik dari kaya sumber daya dalam panas dan air, tanah kehutanan, dependensi yang lebih tinggi sumber daya kehutanan, memiliki beberapa pengalaman dan fundamental dalam budidaya pohon, skala yang besar perkebunan kenari membuat pemerintah Yunnan memberikan prioritas pembangunan kehutanan dan membuat rencana umum pengembangan kehutanan dan perkebunan pohon buah-buahan kas yang pendapatan kehutanan dan wilayah total kas dan pohon buah perkebunan akan mencapai 10 miliar yuan dan masing-masing 1.33 juta ha sampai 2000 dalam rangka untuk mengentaskan kemiskinan di pegunungan Yunnan.<br />Wisata Hutan tidak hanya membuat orang menjadi sehat, tetapi manfaat ekonomi jangka panjang dengan tidak perlu merusak pohon atau sumber daya lain jauh lebih baik dibandingkan dengan pemanenan kayu, kayu bakar atau mengambil jenis produk non-kayu. Sejak 1960-an, khususnya 1980-an, hutan wisata sebagai industri khusus yang muncul dengan cepat. Karena kaya sumber daya alam, pemandangan alam yang indah, adanya adat istiadat minoritas, Yunnan memiliki keuntungan yang luar biasa untuk mengembangkan pariwisata hutan. Sejak 1990 Yunnan pemerintah lebih memperhatikan pariwisata hutan. Hingga 1994, ada adalah 22 taman hutan nasional dan hampir 10 cagar alam terbuka untuk orang luar. Berdasarkan faktor-faktor seperti geologi, transportasi, akomodasi dan lain-lain, hutan pariwisata dikembangkan perlahan-lahan di bagian barat laut Yunnan termasuk di Dali dan Lijiang.<br /><br />* Dampak Kehutanan MAsyarakat di Gunung Betung Lampung Selatan (Indonesia)<br />Persepsi, sikap dan perilaku yang eksploitatif terhadap hutan ini semakin menjadi-jadi ketika terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Ada pendapat sebagian warga masyarakat yang menyatakan bahwa hutan menjadi tumpuan hidup masyarakat agar tetap bisa bertahan hidup, ketika terjadi krisis. Selain itu rusaknya hutan di sekitar Gunung Betung, menurut sebagian warga disebabkan karena adanya pembukaan hutan, namun tidak diikuti oleh penanaman kembali (reboisasi). Sebagian warga masyarakat mengatakan bahwa kerusakan hutan disebabkan karena menjadikan hutan sebagai areal perladangan, selebihnya menyatakan bahwa kerusakan hutan disebabkan oleh erosi.<br />Pemahaman masyarakat yang sangat beragam mengenai keberadaan hutan dan fungsi hutan ini di satu sisi akan menjadi kekayaan bagi masyarakat yang bersangkutan, di dalam mengembangkan program Hutan Kemasyarakatan. Namun di sisi lain akan menjadi hambatan di dalam pengembangan program Hutan Kemasyarakatan. Hambatan untuk program Hutan Kemasyarakatan akan terjadi apabila pemahaman masyarakat tentang hutan dan fungsi hutan lebih terarah pada hutan sebagai tumpuan hidup, tanpa ada keseimbangan untuk melestarikannya. Untuk itu perlu diupayakan berbagai pembaharuan sosial agar persepsi masyarakat terhadap hutan dan fungsinya, mengarah pada tujuan program Hutan Kemasyarakatan.<br /><br /><br />PEMBELAJARAN<br /><br /> Metode yang digunakan dalam pengelolaan hutan di Pegunungan Yunnan adalah dengan penanaman pohon Kenari dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan. Dari hasil usaha masyarakat tersebut dapat menurunkan angka kemiskinan . selain dari penanaman pohon kenari masyarakat yang berada di daerah pegunungan Yunnan juga mengelola hutan wisata, dengan memanfaatkan pemandangan dan alam yang asri, dari pemanfaatan hutan wisata ini, hutan dapat terjaga kelestariannya. Pengelolaan hutan wisata ini telah mendapat dukungan besar dari pemerintah, sehingga pengelolaan hutan wisata oleh masyarakat dapat berjalan dengan lancar dengan banyaknya pengunjung yang secara langsung dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar pegunungan Yunnan.<br /> Sedangkan metode yang digunakan dalam pengelolaan hutan di gunung Betung (Lampung Selatan) adalah dengan memanfaatkan daerah kawasan hutan lindung yang telah dimanfaatkan sebagai areal pertanian atau perkebunan oleh warga, pengelolaan hutan oleh masyarakat yang intensif atau tidak membuka areal baru sebagai areal perladangan. Adanya peran masyarakat dalam mengidentifikasikan, merumuskan, dan menerapkan berbagai alternatif pemecahan yang dihadapinya dapat menumbuhkan hubungan yang antara pemerintah dengan masyarakat sekitar guung betung yang berada dalam kawasan hutan lindung. Sehingga kesejahteraan masyarakat akan terjamin dengan adanya kehutanan masyarakat yang mendapat dukungan dari pemerintah tentang bagaimana meningkatkan ekonomi penduduk dengan mengelola hutan yang lestari secara intensif. Selain meningkatkan ekonomi, kerusakan hutan yang selama ini erus terjadi akan berkurang karena selama ini masyarakat terus mengambil hasil hutan dan menggarap lahan hutan untuk memenuhi keutuhan hidupnya. Dengan mengikutsertakan masyarakat secara aktif di dalam berbagai program kehutanan, maka masyarakat akan merasa memiliki (sense of belonging) yang tinggi. Oleh karena itu masyarakat setempat/lokal akan ikut bertanggungjawab secara aktif di dalam upaya untuk kebersihan program, di mana masyarakat setempat/lokal turut terlibat secara aktif.<br /> Dari penjelasan di atas maka dapat diambil perbandingan antara hutan yang dikelola masyarakat di pegunungan Yunnan (China) dan di gunung Betung (Lampung Selatan) yaitu pada pengelolaan hutan di pegunungan Yunnan sudah banyak terealisasi dan menunjukkan dampak yang sangat positif, karena mampu menurunkan angka kemiskinan penduduk di sekitar hutan. Sedangkan pengelolaan hutan di gunung Betung masih membutuhkan banyak perbaikan, karena masih banyak masalah yang dihadapi dalam pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat.<br /> Adapun hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat di gunung Betung adalah persoalan pendapatan keluarga yang tidak pasti, budaya masyarakat yang memiliki kecenderungan hanya beradaptasi dan kurang menonjolkan adanya suatu pembaharuan, pewarisan lahan secara turun temurun lahan yang terletak di dalam kawasan hutan lindung, kebiasaan pewarisan lahan dengan cara dibagi ke ahli waris, dalam jangka panjang akan menjadi masalah tersendiri dalam pelaksanaan program kehutanan masyarakat, persepsi, sikap dan perilaku yang eksploitatif terhadap hutan. Sedangkan hambatan pada pengelolaan hutan di pegunungan Yunnan adalah belum adanya teknik yang baik dalam pengembangan tanaman baru yang sesuai dengan kondisi pegunungan Yunnan. Dari penjelasan tersebut diketahui bahwa pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat akan lebih baik dan lebih berjalan lancar di pegunungan Yunnan (China) daripada di gunung Betung (Indonesia), bila dilihat dari hambatan pelaksanaannya.<br /> Adanya kebiasaan dan dukungan masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari lebih tinggi dukungan massyarakat di pegunungan Yunnan daripada masyarakat di gunung Betung. Hal ini dilihat dari kebiasaan masyarakat di gunung Betung yang mengeksploitasi hutan untuk hidup, dan masih kurangnya kemauan untuk maju, sedangkan masyarakat yang berada di pegunungan Yunnan sudah mulai mempunyai kebiasaan menanam pohon di areal kosong dan areal kritis, jadi pembangunan hutan yang lestari lebih maju di pegunungan Yunnan daripada di gunung Betung.<br /> Dukungan pemerintah dapat menjadi penentu berkembngnya pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Di Yunnan pemerintah memberikan dukungan lebih dalam pengembangan budidaya kenari, terlebih lagi dalam pengelolaan hutan wisata, yang merupakan sumber pendapatan Negara. Sedangkan di Indonesia, dukungan pemerintah masih sebatas teori, namun dalam prakteknya masih banyak penyelewengan demi tercapainya tujuan tertentu.<br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br /> Hubungan antara manusia dengan lingkungan sosial, serta dengan lingkungan fisiknya bersifat timbal balik. Selama ini tindakan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar hutan, dalam memanfaatkan hutan dilakukan melalui aturan-aturan tradisional yang mengandung nilai-nilai bagi kelestarian hutan. Para petani di desa-desa yang perbatasan dengan hutan, melihat hutan di sekelilingnya selain sebagai sumber penghidupan, juga sebagai cadangan bagi perluasan lahan usaha tani, saat terjadinya kerawanan struktural seperti pertumbuhan penduduk yang begitu cepat. Hutan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya juga merupakan sumber ketahanan pangan, karena masyarakat bisa mendapatkan pangan, makanan ternak, kayu bakar, pekerjaan pada sektor kehutanan, obat-obatan/ramuan tradisional untuk kesehatan mereka. Semua itu untuk memperoleh persediaan pangan di dalam rumah tangga, serta pendapatan keluarga sehingga status gizi keluarga dapat terpenuhi.<br /> Dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat di gunung Betung masih banyak hal yang harus dibenahi seperti kebiasaan masyarakat mengeksploitasi hutan tanpa memikirkan akibatnya, dan pewarisan tanah yang berada di kawasan hutan lindung. Selain dari sisi masyarakat, pemerintah juga harus mengambl kebijakan yang benar dalam pengelolaan hutan ini, sebab banyak sudah peraturan yang dibuat namun banyak yang tidak dijalankan, maka perlu adanya penegakan hukum.<br />Ada baiknya masyarakat gunung Betung dalam mengelola hutan melihat dan meniru kebiasaan masyarakat yang berada di sekitar pegunungan Yunnan, yang giat dalam mengembangkan ekonominya demi mengentaskan kemiskinan di daerahnya, dimana dalam pengelolaannya masyarakat memiliki kesadaran akan fungsi hutan baik dari segi ekonomi dan segi ekonomi yang diterapkan dengan kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan areal kosong dan kritis untuk ditanami pohon yang berguna untuk masyarakat.<br /><br />Saran<br /> Adapun saran untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini adalah tercapainya hubungan yang baik antara pemerintah dengan masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan hutan. Sehingga dalam pelaksanaannya tidak ada timpangtindih masalah pengelolaan. Selain itu peraturan dan kebijakan pemerintah yang mementingkan masyarakat dalam pengelolaan hutan sangat mendkung tercapainya pengelolaan hutan yang lestari, sebab dengan demikian masyarakat merasa mamiliki hutan dan terus menjaganya untuk kesejahteraan hidupnya. <br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Anonimous. 1999. Cases on the integrated mountain development of Yunnan Lai Qingkui Social Forestry Division, Department of Forestry, Kunming, P.R. China .Sumber : http://mtnforum.org/oldocs/158.pdf.<br /><br />Hadikusuma, Hilman, dkk. Adat Istiadat Daerah Lampung. Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Daerah Lampung. Bandar Lampung. 1996.<br />Harsono, TB. Profil Masyarakat di Sekitar Hutan Gunung Betung Kelompok Pengelola dan Pelestarian Hutan Lampung Selatan. Sumber : (http://bpsnt-bandung.blogspot.com/2009/07/profil-masyarakat-di-sekitar-hutan.html)harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-1660073031877269462009-12-16T06:24:00.000-08:002009-12-16T06:28:27.965-08:00Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Luar dan Dalam NegeriKOMPARASI PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT <br />DI DESA PASIWARU (BANTEN, INDONESIA) DAN NEGARANEPAL<br /><br />Oleh:<br />Harry Kurniawan<br />071201001<br />Manajemen Hutan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN<br />DEPARTEMEN KEHUTANAN<br />FAKULTAS PERTANIAN<br />UNIVERSITAS SUMATERA UTARA<br />2009<br /><br /><br /><br /><br />PENDAHULUAN<br /><br /><br />Latar Belakang<br />Pembangunan kehutanan yang dilakukan di negara-negara berkembang telah melahirkan berbagai persoalan akut. Mulai dari kerusakan ekologis berupa peng-hancuran hutan alam hingga termarjinalnya masyarakat lokal yang hidupnya tergantung pada sumberdaya hutan. Wajah pem-bangunan kehutanan yang eks-ploitatif inilah yang kemudian banyak dikritik setelah melihat berbagai akibat buruk yang diha-dapi banyak negara berkembang.<br />Social forestry sebagai suatu strategi pembangunan kehutanan hingga saat ini belum mendapat rumusan final dan kata sepakat dari para pihak dan para ahli baik di manca negara maupun di tanah air. Dalam perkembangannya, konsep social forestry menemukan bentuk dan istilah yang beragam di banyak negara.<br />Banyak program pembangunan masyarakat yang diperkenalkan oleh pemerintah terutama di lahan hutan lindung dalam rangka rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, termasuk yang dimintakan untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak swasta, (BUMS) , badan usaha milik negara (BUMN) dihutan produksi. Pada hakekatnya semua program tersebut diarahkan untuk kelestarian fungsi hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar dan dalam hutan. Dalam konteks tersebut akan diteliti model-model yang diperkenalkan oleh masing-masing pelaku pembangunan kehutanan yaitu oleh swasta (BUMS), Perhutani (BUMN) dan Pemerintah<br />Kehutanan sosial merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan profesionalisme rimbawan yang tujuan khususnya terletak pada peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam penge-lolaan hutan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan menga-komodir aspirasi mereka ke dalam pembangunan kehutanan. Foley dan Barnard memberi nama ke-hutanan sosial sebagai Farm and Community Forestry dan mem-punyai tujuan membantu meme-cahkan masalah pemenuhan ke-butuhan kayu pada masyarakat, memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan memelihara lingkungan dimana mereka hidup, dengan jalan menanam pohon pada lahan pertanian mereka yang ada di sekitar desa mereka.Program kehutanan sosial adalah suatu upaya mempercepat tindakan perubahan budaya dalam kaitan dengan tingkah laku sejumlah besar masyarakat, dengan kewajiban mematuhi menanam dan melindungi pohon-pohon.<br />Kehutanan Masyarakat (Community Forestry) Kehutanan masyarakat atau community forestry (CF) adalah sebuah strategi pembangunan kehutanan yang lahir karena kesadaran akan dampak sosial industrialisasi kehutanan yang cenderung merugikan masyarakat desa hutan. Yang menarik penggagas CF justru ekonom kehutanan yang merasa bersalah karena terlibat dalam inisiatif industrialisasi kehutanan. Orang itu adalah Jack Westoby (Munggoro, 1998). Ia memberikan pernyataan yang menarik sehubungan dengan industrialisasi kehutanan, “Saya sadar bahwa harapan untuk memperoleh keuntungan dan manfaat dari eksploitasi hutan sejak akhir tahun 60 an dan awal 70 an tidak menghasilkan apa-apa. Makin banyak uang terlibat dalam bisnis kehutanan, makin banyak laba yang didapat dan makin banyak pula kondisi hutan buruk (baca : rusak). Praktek demikian ini, seringkali hanya menguntungkan segelintir orang. Keadilan tidak menyebar dan masyarakat sekitar hutan kondisinya masih saja miskinâ€. Jack Westoby kemudian tercatat sebagai salah seorang yang banyak berperan dalam gagasan tema pokok Kongres Kehutanan Dunia VIII yang diselenggarakan pada tahun 1978 di Jakarta: Forest for People. CF didedikasikan sebagai gagasan untuk meningkatkan keuntungan langsung sumber daya hutan bagi masyarakat pedesaan yang miskin. <br /><br /><br />Tujuan<br /> Adapun tujuan pembutan makalah ini adalah sebagai berikut:<br />1. Untuk membandingkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat anatara hutan di Indonesia (Banten) dan hutan di Nepal.<br />2. Untuk mengetahui cara pengelolaan hutan berbasis masyarakat di dalam dan luar negeri<br />3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kehutanan Masyarakat<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KONDISI UMUM<br /><br /><br />Kondisi Umum Hutan Kemasyarakatan di sekitar Desa Pasirwaru (Banten) <br />Desa Pasirwaru terletak di Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Desa ini merupakan salah satu desa hutan yang secara aktif ikut dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) di kabupaten Serang. Tingkat interaksi masyarakat desa Pasirwaru dengan hutan negara sangat tinggi karena sebagian dari wilayah desa ini merupakan hutan negara yang dikelola Perhutani.<br />Menurut monografi desa terakhir, luas desa adalah 863.556 ha yang terdiri atas: 469 Ha kawasan permukiman, 170.559 ha kawasan pertanian, perkebunan, fasilitas umum serta 224 ha hutan negara yang terdiri dari 15 kampung, 15 RT, 4 RW.<br />Jumlah penduduk keseluruhan adalah 3.981 orang terdiri dari 907 KK dengan mata pencaharian utama dari sektor pertanian dan perkebunan. Dan ada juga beberapa yang bekerja di luar daerah, 10 orang menjadi TKI di Malaysia dan Arab serta 50 orang bekerja di Jakarta, Tangerang, dan Serang.<br />Hutan di sekitar desa Pasirwaru adalah hutan pegunungan dataran rendah dengan ketinggian antara 150 – 600 m dpl yang dikelola Perhutani RPH Gunung Pinang, KPH Banten. Hutan Pangkuan Desa Pasirwaru adalah seluas 257,80 ha berada di petak 2 dan 3 dengan kelas hutan TK (Tanah Kosong), KU III, dan HLT (Hutan Lindung Terbatas). Kawasan hutan lindung ini ditetapkan ± sejak tahun 1984 dan pada kawasan ini tidak pernah dilakukan penebangan (produksi kayu). Penetapan status kawasan lindung di wilayah hutan pangkuan desa ini sangat meresahkan masyarakat yang sudah sejak lama menggantungkan hidupnya pada hutan.<br />Mayoritas penduduk Pasirwaru (± 80%) bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun. Rata-rata kepemilikan lahan masyarakat desa Pasirwaru berkisar 600 - 700 m2/KK sehingga mereka tidak dapat mengandalkan hidupnya dari hasil lahan milik. Dan satu-satunya kawasan yang dapat diandalkan adalah kawasan hutan negara berstatus kawasan lindung dengan topografi wilayah berkelas kelerengan landai - curam dan kondisi lapangan yang berbukit-bukit.<br />Kondisi Umum Hutan Kemasyarakatan Nepal<br />Nepal sekarang memiliki sekitar 12,000 Kelompok Pengguna Hutan (FUGs) yang telah terbentuk selama periode 14 tahun dengan hampir 1,2 juta anggota rumah tangga, kira-kira 20% dari penduduk negara itu memiliki tanggung jawab untuk mengelola sekitar 850,000 ha kawasan hutan, hampir 16% dari total lahan hutan negara (DOF, 2002). <br />Pada saat ini di Nepal, rata-rata dua FUGs terbentuk setiap hari dan mereka diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengelola dan menggunakan sumber daya hutan nasional. The Greater Mekong adalh salah satu daerah di Nepal sebagai Sub-wilayah utama penerima udara dan air dari monsun, dan termasuk beberapa keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Daerah ini sangat beragam dalam hal budaya, pengelolaan sumber daya, pemerintahan dan tekanan. <br />Hutan masyarakat di dataran rendah dari Nepal <br />sebagai program kehutanan masyarakat dapat memperbaiki kondisi hutan dan hasil hutan. Ada enam kelompok masyarakat pengguna hutan di Kailali Kanchanpur dan dataran rendah di Nepal. Kelompok tersebut memiliki pengalaman dalam hutan konservasi dan distribusi produk. Beberapa kelompok mempunyai kearifan lokal dalam hal ketersediaan produk hutan dari hutan alam. Lain dengan produk hutan tanaman langka dari mereka sendiri dan bergantung pada hutan yang dikelola pemerintah dan sumber lain untuk memenuhi tuntutan mereka. Peran pemerintah yang bersangkutan dan federasi kelompok akan berperan untuk menganalisis permintaan dan penawaran, dan membuat ketentuan untuk distribusi hasil hutan dalam dan di luar kelompok dan kabupaten. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />MODEL KEHUTANAN MASYARAKAT<br /><br /><br />Model Kehutanan Masyarakat di sekitar Desa Pasirwaru (Banten) <br />Pembangunan kehutanan yang ada di kawasan ini banyak mengalami kegagalan akibat pencurian, adapun tanah kosong berupa semak belukar biasanya merupakan bekas pembukaan ladang lahan kering yang sudah ditinggalkan. Kondisi lingkungan dan fungsi kawasan lindung ini telah banyak terbantu dengan adanya tanaman MPTS (Multi Purpose Tree Species) masyarakat di lahannya yang biasanya merupakan jenis tanaman keras penghasil buah. Data sementara Desa Pasirwaru, dari 265 pesanggem yang menggarap lahan seluas 115 ha membudidayakan jenis tanaman : melinjo, cengkeh, petai, durian, pisang, kopi, dan jengkol.<br />Sejak tahun 2002, di Banten sudah dilakukan penetapan kawasan lindung sebesar 43% berdasarkan Perda RTRWP No. 36/2002, dan alokasi 30 % wilayah sebagai kawasan hutan berdasarkan Perda Pengurusan Hutan No. 41/2002. Secara legalistik upaya konservasi ini memberikan harapan yang baik di kawasan hutan lindung dan produksi yang memungkinkan diperluasnya utility terutama bagi komunitas desa yang memiliki hutan pangkuan. Sayangnya hal ini belum diimbangi dengan praktek yang berlangsung di lapangan.<br />Berangkat dari persoalan itu, masyarakat menginginkan adanya model pengelolaan kawasan lindung yang pro-petani dimana inti model pengelolaan tersebut adalah masyarakat bisa turut aktif dalam pengelolaan hutan dan masyarakat bisa mempunyai lahan garapan<br />Desa Pasirwaru mencoba menerapkan sistem jual-beli berbasis telekomunikasi melalui Kelompok LMDH Sinar Pahoman dengan pertimbangan bahwa usaha yang mereka lakukan sebenarnya sudah berjalan, hanya saja dalam sistemnya perlu pembenahan serta penguatan-penguatan dalam jaringan. Adapun pengelolaanya adalah anggota kelompok yang telah mendapat SK dari kepala Desa.<br /><br /><br /><br />Pengelolanya adalah:<br />1. PHD (Pendamping Hutan Desa); sebagai pengelola langsung HHBK Tel<br />2. Kerewed; pemasok dan penginventarisir komoditi<br />3. Petani hutan; anggota dari sistem HHBK Tel<br />4. PKKL Banten ; mitra kelompok untuk pemasaran hasil produk<br />Peran para pihak yang terkait dalam pengembangan hutan yang berbasis masyarakat ini adalah sebagai bagian dari mitra yang punya kepentingan sama serta menunjang proses kelancaran skema HHBK Tel ini maka peranan dari para pihak sangat dibutuhkan. <br /><br />a. Model Hutan Kemasyarakatan di Nepal<br />Kehutanan masyarakat telah berkontribusi dalam perbaikan kondisi hutan dan mata pencaharian masyarakat yakni melalui tiga cara yaitu; <br />- Pembentukan Modal dalam masyarakat pedesaan; <br />- Kebijakan dan reformasi tata pemerintahan berbagai organisasi dan lembaga;<br />- Kontribusi dalam proses pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial. <br />Kehutanan masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan kelestarian, sosial, manusia, dan keuangan. Kehutanan masyarakat telah meningkat kohesi sosial, yang telah Meningkatkan modal sosial dari mereka yang sudah tidak berdaya, tertinggal di Isolasi dan dikecualikan dari arus utama proses politik dan sosial. <br />Banyak FUGs telah melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan masyarakat mereka sendiri. Pembangunan jalan desa, jembatan kecil, membangun masyarakat, sekolah dan Kuil-Kuil adalah contoh yang baik dari modal fisik diciptakan melalui program kehutanan masyarakat. <br />Kehutanan masyarakat adalah satu-satunya program nasional di negara di mana ribuan Pembentukan Kelembagaan di tingkat komunitas lokal (yaitu FUGs) dan terus menerus membangun kapasitas mereka Sebagai lembaga-lembaga lokal yang telah layak mungkin. Selain itu, perusahaan seperti kelompok bersarang pengguna jaringan dan Federasi Kelompok Pengguna Hutan telah dibentuk untuk menjaga hak-hak dan tanggung jawab pengguna hutan. Penyedia layanan tambahan seperti LSM, badan-badan lokal, badan-badan Sektor swasta telah muncul. Lembaga-lembaga ini sudah mulai untuk berkolaborasi dan Bekerja bersama-sama<br />Kehutanan masyarakat telah menjadi kendaraan dalam membawa perubahan dalam proses-proses sosial memberdayakan masyarakat miskin dan anggota masyarakat kurang mampu. Dalam beberapa FUGs dibangkitkan kesadaran akan keikutsertaan kelompok yang terpinggirkan dalam mengelola hutan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus kehutanan masyarakat telah membuat kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan partisipasi dari beberapa bagian yang terpinggirkan dari masyarakat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />ASPEK DAN DAMPAK<br /><br /><br />Aspek Kehutanan Masyarakat di Hutan Lindung Desa Pasiwaru (Banten) <br />Sejak tahun 2002, di Banten sudah dilakukan penetapan kawasan lindung sebesar 43% berdasarkan Perda RTRWP No. 36/2002, dan alokasi 30 % wilayah sebagai kawasan hutan berdasarkan Perda Pengurusan Hutan No. 41/2002. Secara legalistik upaya konservasi ini memberikan harapan yang baik di kawasan hutan lindung dan produksi yang memungkinkan diperluasnya utility terutama bagi komunitas desa yang memiliki hutan pangkuan. Sayangnya hal ini belum diimbangi dengan praktek yang berlangsung di lapangan.<br />Berangkat dari persoalan itu, masyarakat menginginkan adanya model pengelolaan kawasan lindung yang pro-petani dimana inti model pengelolaan tersebut adalah masyarakat bisa turut aktif dalam pengelolaan hutan dan masyarakat bisa mempunyai lahan garapan.<br />Inisiatif model pengelolaan ini diusulkan melalui LMDH dengan pendampingan dari PKKL-Asketik Banten. Dengan seringnya pertemuan yang dilakukan akhirnya pihak Perhutani memperbolehkan masyarakat untuk ikut mengelola kawasan yang tertuang dalam Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Masyarakat dengan Perhutani. Sebagai langkah awal Perhutani membuat demplot penanaman mahoni dengan luas 50 Ha. Sedangkan mekanisme pembagian lahan garapan diserahkan ke LMDH.<br />Jarak tanam yang ditetapkan oleh Perhutani untuk tanaman pokok kehutanan adalah 8 x 8 m tapi kemudian jarak tanam ini diganti 6 x 6 m. Dengan adanya perubahan penetapan jarak tanam ini sebenarnya masyarakat merasa sangat keberatan, karena dengan jarak tanam yang diperkecil berarti jumlah tanaman MTPS akan lebih sedikit. Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan penggarap karena hasil HHBK dari tanaman MPTS tersebut tidak seluruhnya menjadi hak penggarap dengan adanya skema bagi hasil antara petani penggarap, LMDH dan Perhutani dengan perbandingan 75:12,5:12,5.<br /><br /><br /><br />Aspek Kehutanan Masyarakat di Nepal<br />Sejak pengoperasian Program Kehutanan Masyarakat sejumlah pelatihan, Lokakarya dan pemaparan kunjungan telah dilakukan untuk sejumlah organisasi dan individu di tingkat masyarakat, pemerintah dan organisasi non pemerintah yang telah meningkatkan tingkat pengetahuan dan Keterampilan yang berkaitan dengan Silvikultur hutan, pengembangan masyarakat, organisasi manajemen dan pengembangan Kepemimpinan,semua yang pada dasarnya adalah modal masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan. <br />Ribuan FUGs telah ditanam dan dilindungi di bukit-bukit gundul, dilaksanakan silvikultur pengelolaan hutan dan operasi, dimanfaatkan dan dipasarkan berbagai hasil hutan untuk mata pencaharian mereka. Kehutanan masyarakat adalah satu-satunya program nasional di negara di mana ribuan pembentukan Kelembagaan di tingkat komunitas lokal (yaitu FUGs) dan terus menerus membangun kapasitas mereka sebagai lembaga-lembaga lokal yang telah layak mungkin. Selain itu, perusahaan seperti kelompok bersarang pengguna jaringan dan Federasi Kelompok Pengguna Hutan telah dibentuk untuk menjaga hak-hak dan tanggung jawab pengguna hutan. Penyedia layanan tambahan seperti LSM, badan-badan lokal, badan-badan Sektor swasta telah muncul. Lembaga-lembaga ini sudah mulai untuk berkolaborasi dan bekerja bersama-sama. <br />Pejabat dan staf pemerintah, lembaga penyedia layanan, anggota masyarakat dan pemangku kepentingan menjadi semakin sadar tentang isu-isu keadilan. Semua pemangku Kepentingan yang terlibat dalam kehutanan masyarakat harus mulai menyadari Perlunya partisipasi aktif dari kelompok-kelompok marjinal dalam semua tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan, keterlibatan karena mereka akan memiliki efek langsung pada sistem hutan dan masyarakat miskin 'kesejahteraan. Selanjutnya, sebagai peran sebagai pengelola hutan mereka mulai untuk meningkatkan dan dihargai, dampak sistem pada hutan semakin positif. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Dampak<br />Dampak Kehutanan Masyarakat di sekitar Desa Pasiwaru (Banten) <br />Adanya pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Desa Pasiwaru Banten ini sangat membuka akses pemasaran hasil hutan yang berdampak positif dalam pertubuhan ekonomi di desa tersebut. Kemudian dengan adanya bantuan-bantuan dari pihak-pihak yang mendukung seperti pihak pemerintah dan pihak swasta pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dapat berkembang, seperti dari pemerintah yang menediakan lahan sebesar 50 ha dan penyediaan bibit mahoni melalui Perhutani akan dapat menghijaukan lahan yang kosong dan hasilnya dapat dinikmati masyarakat walau dalam jangka waktu yang relative panjang. Dari Dishutbun mampu mendukung dalam penyediaan mesin sabut kelapa<br />Bahan baku yang melimpah tidak ditunjang teknologi maka kapasitas petani dalam menghasilkan produk akan selalu kalah bersaing, melalui pendanaan APBN Hutbun propinsi memberikan bantuan 1 unit mesin sabut kelapa.<br />Tidak hanya dari pihak Pemerintah yang mendukung kegiatan ini, dari pihak swasta seperti PT. Dian Niaga memfasilitasi hasil-hasil komoditi petani serta memberikan pelatihan-pelatihan praktis, sehingga terciptanya sumber daya manuasia yang baik dan dapat beradaptasi dalam berbagai kondisi.<br />Banyak dampak positif yang akan diperoleh apabila pengelolaan hutan berbasis masyarakat dapat berjalan dengan lancar. Karena apabila masyarakat telah turun tangan untuk mengelola hutan dengan sasaran kesejahteraan dan kelestarian, maka masyarakat akan merasa memiliki hutan dan akan menjaganya dengan baik, karena hutan tersebut merupakan sumber penghasilan yang berharga dalam kehidupan masyarakat.<br />Dampak Kehutanan Masyarakat di Nepal<br />Proses kehutanan masyarakat telah meningkat kohesi sosial, yang telah meningkatkan sisi sosial dari mereka yang sudah tidak berdaya, dan terisolasi oleh kehidupan politik dan sosial. Sejak pengoperasian Program Kehutanan Masyarakat sejumlah pelatihan, Lokakarya dan pemaparan kunjungan telah dilakukan untuk sejumlah organisasi dan individu di tingkat masyarakat, pemerintah dan organisasi non pemerintah yang telah Meningkatkan tingkat pengetahuan dan Keterampilan yang berkaitan dengan Silvikultur hutan, pengembangan masyarakat, organisasi manajemen dan pengembangan Kepemimpinan<br />program kehutanan masyarakat sangat membantu dalam akses ekonomi seperti pembangunan jalan desa, jembatan kecil, membangun masyarakat, sekolah dan Kuil-Kuil. Semuanya itu berawal melalui program kehutanan masyarakat. Kehutanan masyarakat telah menjadi kendaraan dalam membawa perubahan dalam proses-proses sosial memberdayakan masyarakat miskin dan anggota masyarakat kurang beruntung. Kehutanan masyarakat telah membuat kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan partisipasi dari beberapa bagian yang terpinggirkan dari masyarakat.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PEMBELAJARAN<br /><br />Dalam pengembangan hutan di Desa Pasiwaru (Banten), peran serta masarakat sangat memberikan kontribusi yang besar, mulai dari pengelolaan hutan sampai pelestarian hutan. Semuanya itu tercapai dengan dukungan Pemerintah dan pihak-pihak swasta yang dapat memberikan pengetahuan dan kelengkapan sarana dan prasarana dalam pengelolaan hutan di Desa Pasiwaru (Banten). Dengan adanya pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini diharapkan dapat meningkatkan kepemilikan lahan masyarakat dan adanya akses bagi masyarakat sehingga tidak terjadinya interaksi yang negatif antara masyarakat dengan hutan.<br /> Sama halnya dengan pengelolaan hutan kemasyarakatan yang berada di dataran rendah Nepal yang dapat meningkatkan kemauan dan kemampuan masyarakat dalam mengelola hutan secara lestari dengan mempertimbangkan sisi ekonominya. Di Nepal, kehutanan masyarakat telah meningkat kohesi sosial, yaitu mampu mengajak dan menarik masyarakat yang terkucil atau terisolasi dari proses politik dan sosial untuk dapat mengelola bersama hutan untuk kesejahteraan bersama. Selain itu adanya dukungan pemerintah dalam memfasilitasi proses pengelolaan hutan mulai dari pelatihan lokakarya, pengetahuan usaha, keterampilan dalam budidaya tanaman, pengembangan masyarakat, serat organisasi dan kepemimpinan sangat menjadi factor tercapainya pengelolaan hutan yang lestari.<br /> Pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Nepal dan di Banten memiliki pola pengelolaan yang hampir sama, sebab dalam pelaksanaannya memerlukan suatu partisipasi masyarakat dan dukungan pemerintah dalam tercapainya hutan yang lestari.<br /> Namun pada realitanya pengelolaan hutan berbasis masyarakat di Indonesia masih banyak mengalami hambatan ata masalah-masalah diantaranya dari berbagai aspek:<br />a. Sosial<br />- Tidak ada akses penggarapan di lahan Negara<br />- Kawasan hutan yang rawan adanya pencurian<br />- Tanah hutan sekitar desa subur tapi tidak bermanfaat bagi masyarakat<br />b. Ekonomi<br />- Minimnya penndapatan dan kesejahteraan masyarakat<br />- Pengolahan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang kurang maksimal<br />- HHBK belum bisa memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan<br />c. Ekologi<br />- Kondisi hutan yang tidak termanfaatkan<br />- Kekuatiran adanya bencana alam<br />- Masih banyak lahan kosong (tidak ada tanaman pokok kehutanan)<br />- Keadaan lahan rata-rata merupakan lahan rawan bencana<br />- Kegagalan penanaman yang dulu dilakukan<br />Jadi dalam pengembangan hutan berbasis masyarakat di Banten masih memerlukan perbaikan-perbaikan di beberapa sisi agar tercapai pelaksanaan yang baik.<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br /><br />Kesimpulan<br /> Pengelolaan hutan berbasis masyarakat harus memperhatikan situasi dan kondisi suatu daerah, baik dari sisi peraturan pemerintah, politik, keadaan sosial masyarakat sekitar hutan, serta keadaan kesuburan tanah. Bila system pengelolaan dapat meminimalisir dampak negative, maka diyakini pengelolaan htan berbasis masyarakat dapat berjalan dengan lancar.<br /> Di Nepal kehutanan masyarakat sudah menjadi peraturan pemerintah yang harus ditaati dan pemerintah Nepal memberikan fasilitas dalam proses pengelolaan tersebut, sehingga pengelolaan hutan berjalan dngan lancar. Sedangkan di Banten masih banyak peraturan pemerintah yang belum terealisasi denga baik, sehingga menjadi salah satu hambatan dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat.<br /> Di Banten dan di Nepal mempunyai proses pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang hampir sama, yakni meningkatkan sarana dan prasarana yang menunjang kelancaran pengeloaan, yang didapatkan dari dukungan masyaakat, pemerintah, dan swasta. Namun di Banten masih banyak hal yang perlu diperbaiki, karena masih banyak hambatan yang berhubungan dengan status lahan dan peraturan pemerintah yang belum terealisasikan.<br /> Di Banten pengelolaan hutan berbasis masayarakat masih belum berjalan dengan semestinya karena masih banyak kebiasaan masyarakat akibat pencurian kayu yang berasal dari hutan lindung, terkadang masyarakat hanya sebagai mesin bagi para makelar kayu yang bersembunyi di balik masyarakat. Selain daripada tu masih ada banyak tanah kosong berupa semak belukar biasanya merupakan bekas pembukaan ladang lahan kering yang sudah ditinggalkan, sebenarnya lahan kosong ini merupakan peluang besar untuk membudidayakan tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat dan ekologis. Sedangkan di Nepal, kehutanan masyarakat telah meningkatkan kohesi sosial, yaitu mampu mengajak dan menarik masyarakat yang terkucil atau terisolasi dari proses politik dan sosial untuk dapat mengelola bersama hutan untuk kesejahteraan bersama. Selain itu adanya dukungan pemerintah dalam memfasilitasi proses pengelolaan hutan mulai dari pelatihan lokakarya, pengetahuan usaha, keterampilan dalam budidaya tanaman, pengembangan masyarakat, serat organisasi dan kepemimpinan sangat menjadi factor tercapainya pengelolaan hutan yang lestari.<br /> <br />Saran<br /> Dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang benar adalah dengan melibatkan peran yang aktif dari masyarakan dan pemerintah, saling mendukung dan saling melengkapi, tidak berselisih paham, serta adanya kejelasan status lahan dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Dengan demikian tidak ada lagi keraguan dalam mengelola hutan Negara bagi masyarakat di sekitar hutan. Bila hutan telah dikelola dengan baik, maka banyak manfaat yang dapat diperoleh diantaranya adalah pemanfaatan hasil hutan yang memenuhi persyaratan dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar hutan dengan tidak mengeksploitasi hutan secara besar-besaran, hal dapat berdampak langsung bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sktiar hutan, sehingga dapat menghilangkan anggapan bahwa masyarakat sekitar hutan kurang mendapat perhatian pemerintah. Yang lebih penting lagi adalah kelestarian hutan dapat terjaga, bila hutan telah terjaga maka banyak manfaat yang dapat diperoleh diantaranya adalah siklus hidrologi yang sempurna sebagai pengatur tata air, pengurangan dampak global, pencegah bencana akibat kerusakan hutan, bahkan kedepannya aka ada penjualan karbon ke Negara-negara maju, tetapi saat ini masih dalam proses. Bila hutan dapat dikelola oleh masyarakat secara lestari, maka dari sisi ekonomi dan sisi ekologi akan terjaga dengan baik, demi keutuhan sebuah Negara.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Anonimous. 2009. Kawasan Lindung yang Bermanfaat bagi Masyarakat (Desa Pasirwaru, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten. Sumber : (http://www.infojawa.or). <br />DOF (2002) Community Forestry Programme in Nepal (Samudayik Van Vikas Karyakram) in Our Forests (Hamro Van). Annual Progress Report of the Department of Forests, Kathamdnu, Nepal.<br />Gilmour, D.A. and R.J. Fisher (1991) Villagers, Forest and Foresters: The Philosophy, Process and Practice of Community Forestry in Nepal Kathmandu: Sahayogi Press.<br />Pokharel, B.K. Contribution of Community Forestry to People's Livelihoods <br />and Forest Sustainability: Experience from Nepal. Sumber :(http://www.wrm.org.uy/countries/Asia/Nepal.html).harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-225170124072084389.post-70481734396656782972009-12-06T02:15:00.001-08:002009-12-06T02:57:19.702-08:00AGRIBISNIS GULA AREN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg42E1glu_ZLkp-w0lSv-GEdTBu77zjksD30kO1wNlY2YZRmMaOZmBcP-WX47EzoBgVRRuwAZqQwtNPuSlr3i1XhtsA3s45C62b5hz4PeanccE79-JgjE7T7go88a49ZKBhPdIDcR4exu0/s1600-h/editan.JPG"><img style="float:left; margin:0 10px 10px 0;cursor:pointer; cursor:hand;width: 186px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg42E1glu_ZLkp-w0lSv-GEdTBu77zjksD30kO1wNlY2YZRmMaOZmBcP-WX47EzoBgVRRuwAZqQwtNPuSlr3i1XhtsA3s45C62b5hz4PeanccE79-JgjE7T7go88a49ZKBhPdIDcR4exu0/s320/editan.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412066802896773682" /></a><br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAxioo%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAxioo%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAxioo%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:36.0pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt; margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast {mso-style-priority:34; mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-type:export-only; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:36.0pt; mso-add-space:auto; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:2135369804; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1591664930 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:none; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt; mso-para-margin-top:0cm; mso-para-margin-right:0cm; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Usaha gula aren di Indonesia memiliki prospek yang menjanjikan untuk dikembangkan. Ini dapat diketahui dari tingginya permintaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri, khususnya untuk jenis gula semut, yang seringkali sulit dipenuhi. Berdasarkan survei, sebuah industri kecil dalam sebulan dapat memperoleh pesanan sebesar 15 – 25 ton. Pesanan tersebut sampai saat ini belum mampu dipenuhi akibat keterbatasan pasokan dan kurangnya modal. Terkait dengan permintaan dalam negeri, kebutuhan gula semut terbesar datang dari industri makanan dan obat yang tersebar di sekitar Tangerang. Sementara untuk pasar lokal, permintaan tertinggi terjadi pada saat dan menjelang bulan puasa Ramadhan. Sedangkan untuk permintaan ekspor, banyak datang dari Jerman, Swiss dan Jepang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Selain itu, aren termasuk pohon serbaguna. Mirip kelapa karena hampir semua bagiannya bisa dimanfaatkan. Sebut saja mulai dari tandan bunga, buah, daun, batang, akar sampai ijuknya, dan yang dijadikan bahan baku gula cetak dan gula semut adalah tandan bunga jantan yang disadap niranya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Keunggulan lain dari gula aren ini adalah merupakan produk sehat dan aman untuk dikonsumsi sehari-hari ketimbang gula pasir misalnya. "Kadar manisnya 80% lebih rendah dibandingkan dengan gula pasir.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Persaingan antar usaha gula aren di lokasi penelitian relatif masih rendah karena jumlah pengusaha gula aren tidak terlalu banyak. Dengan demikian, jumlah penawaran masih lebih rendah dibanding permintaannya, terutama pada saat permintaan tinggi yaitu pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri, dimana pengusaha seringkali tidak mampu memenuhi permintaan pasar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Harga gula aren ditentukan oleh musim, dimana musim hujan saat produksi nira melimpah harga turun, sebaliknya saat musim kemarau saat produksi nira sedang berkurang harga naik. Secara umum fluktuasi harga per kg untuk gula aren cetak berkisar antara Rp3000,- - Rp9000,-, sedangkan gula aren semut berkisar Rp7000,- - Rp.10.000,-. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kendala pemasaran yang masih dihadapi oleh pengusaha dalam pemasaran produk gula aren, antara lain:<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">a.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kurangnya akses terhadap informasi pasar, terutama tentang harga, sehingga pengrajin sangat tergantung pada harga yang diberikan oleh pengumpul (posisi tawar pengrajin rendah).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: -18pt; line-height: 150%;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="">b.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Masyarakat masih kurang mengenal produk gula aren semut sebagai subtitusi gula pasir tebu.Hal ini menyebabkan gula aren semut lebih dikenal untuk keperluaan industri daripada untuk konsumsi. Padahal, peluang pasar untuk memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar konsumsirelatif besar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 150%; font-family: "Times New Roman","serif";">Kendala pemasaran tersebut akan hilang dengan berjalannya waktu dan berkembangnya pengetahuan masyarakat. Jadi bisnis gula aren mempunyai prospek yang menjanjikan, selain dari keuntungan materi dari sisi ekonomi, budidaya aren sebagai sumber bahan baku juga dapat memberikan fungsi lingkungan sebagai daerah hijau dari sisi ekologi.<o:p></o:p></span></p> harry kurniawanhttp://www.blogger.com/profile/07941494166269805920noreply@blogger.com2