Kamis, 03 Juni 2010

PKM HUTAN TANAMAN RAKYAT

OELH : HARRY KURNIAWAN











PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA


JUDUL PROGRAM :
PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT (HTR) SEBAGAI METODE PENGEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN




BIDANG KEGIATAN :
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA GAGASAN TERTULIS(PKM-GT)




DISUSUN OLEH :

NAMA NIM
Harry Kurniawan 071201001
Satria Fadillah 071201052


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
HALAMAN PENGESAHAN



A. JUDUL PROGRAM
PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN RAKYAT (HTR) SEBAGAI METODE PENGEMBANGAN EKONOMI DAN LINGKUNGAN

B. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan salah satu ekosistem sumberdaya alam hayati yang dapat diperbaharui, mempunyai peran penting dalam perekonomian nasional dan berfungsi pula sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. Oleh karena itu keberadaan hutan sangat strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadaan seperti ini hanya dimungkinkan bila hutan dikelola secara lestari dengan mendasarkan pada karakteristik dan sistem mekanisme internal hutan sebagai ekosistem.
Sejalan dengan tuntutan reformasi, pengelolaan hutan dilakukan dengan menggunaka paradigma berbasis masyarakat agar diperoleh rasa kebersamaan, pemberdayaan dan keadilan, seluruh komponen masyarakat merasa memilik dan ikut menjaganya. Upaya ini dharapkan dapat menjadikan hubungan yang harmonis antara hutan, pengelola hutan, dan pemerintah. Arah yang dituju adalah semangat untuk lebih mensejahterakan masyarakat sekitar hutan, dan menjadi lebih berdaya. http://perhimpunanshorea.org/artikel
Pembagnunan kehutanan dipengaruhi oleh rezim politik pemerintah. Pada masa orde baru sumber daya alam termasuk di dalamnya sumber daya hutan, telah mendapat tekanan dan eksploitasi untuk menghasilkan devisa dalam rangka pebangunan nasional. Dampak dari kebijakan tersebut adalah hancurnya sumber daya dan ketidakseimbangan lingkungan seta terjadi tingkat penggundulan hutan yang sangat besar.
Dampak dari pengelolaan hutan tanpa memperhatikan keseimbangan lingkungan antara lain adalah meningkatkan kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar pertahun, dan konflik kepemilikan lahan hutan di antara pemerintah dan masyarakat lokal.
Saat ini, salah satu yang berkembang dan menjadi kebijakan nasional dalam rangka pengembalian dan peningkatan fungsi hutan adalah program hutan tanaman rakyat. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan. HTR merupakan salah satu alternatif dalam mendukung revitalisasi sektor kehutanan yang perlu dipercepat untuk meningkatkan kontribusi kehutanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan (pro-growth, pro- job, pro-poor).
Departemen Kehutanan telah mengalokasikan hutan produksi tidak produktif untuk usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 5,4 juta ha. Hutan produksi tersebut tersebar di 8 Propinsi yang ada di 102 Kabupaten di daratan Sumatera dan Kalimantan. Pemerintah melibatkan 360.000 kepala keluarga dengan luasan 15 hektar per kepala keluarga dalam Program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). (Seminar)





Perumusan Masalah
Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2005 penduduk Indonesia berjumlah 219,9 juta jiwa, sekitar 48,8 juta jiwa atau 22% tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Dari data tersebut Pemerintah telah mencoba melakukan perubahan paradigma dalam pengurusan dan pengelolaan hutan yang lebih seimbang antara kepentingan ekonomi, ekologi, sosial dan budaya masyarakat sekitar hutan, yang semula dipandang seagai ancaman terhadap kelestarian hutan mulai dilihat sebagai potensi atau asset yang dapat menjaga keestarian hutan.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses untuk meningkatkan aspek dan kemampuan masyarakat, terutama pedesaan dan yang terpinggirkan menuju keswadayaan dan kemandirian. Proses pemberdayaan bertumpu pada upaya penyadaran (conscientization), peningkatan kapasitas (capacity building) self organization, akses kepada sumber daya, serta pengembangan kemampuan advokasi, yang diharapkan secara bertahap mampu menginisiasi perubahan yang mendasar dalam tata kehidupan.
Pemberdayaan masyarakat yang dalam kelompoknya berorientasi pada collective – self – empowerment mempunyai sasaran ganda antara lain :
1. Meningkatkan keswadayaan masyarakat untuk keluar dari belenggu rantai ketertinggalan
2. Mendorong perubahan intuisi dan kebojakan public yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Pemberdayaan masyarakat yang dibarengi dengan good governance inilah yang diharapkan berperan strategis dalam menggempur ketertinggalan tersebut.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Periode 2010-2014, Koperasi dan UKM menempati posisi strategis untuk mempercepat perubahan structural dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, koperasi diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbukannya.(seminar)

Tujuan dan manfaat
Tujuan:
1. Mengendalikan tekanan penduduk terhadap hutan
2. Perlindungan yang lebih baik pada system ekologi di daerah hulu
3. Pengurangan laju deforstasi dan degradasi lahan
4. Mengurangi laju aliran permukaan
5. Perbaikan kondisi iklim mikro
6. Mengurangi isi co2
7. Perbaikan struktur tanah

Manfaat:
1. Meningkatkan ketersediaan kayu untuk (industry, konstruksi, sumber energi), pangan, pakan ternak, dan pupuk hijau.
2. Meningkatkan nilai produksi lahan dengan diversifikasi tanaman (tanaman hutan, pangan, dan hortikultura).
3. Meningkatkan optimalisasi pemanfaatan ruang hidup biologis yang efektif dan efisien.
4. Potensi karbon yang dapat diperdagangkan sebanyak 2 % setara 125 juta ton Co2 dengan asumsi haraga CER (certified emission reduction) di pasar Internasional sebesar 6 $ AS/ton CO2, maka nilai ekonomi diperoleh sekitar 750 juta % AS dari transaksi penjualan periode komitmen I(2008-2012). CER adalah bentuk pengurangan emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dari proyek MPB yang disertifikasi.



TELAAH PUSTAKA
Lahan krisis di daerah Toba pada dasarnya dapat dikembangkan menjadi HTR ( Hutan Tanaman Rakyat ). Program HTR bertujuan untuk menghijaukan tanah-tanah gersang di Toba sekaligus memperluas basis bahan baku industri pulp Porsea, TPL ( PT Toba Pulp ).
HTR merupakan pembangunan hutan ekaliptus ( hutan lestari ) di lahan masyarakat dengan prinsip kerjasama saling menguntungkan. Masyarakat cukup menyediakan lahan tidak produktif minimun dua hektar di lokasi yang memiliki akses jalan untuk ditanami hutan lestari untuk jangka waktu 14 tahun. Selanjutnya, TPL-lah yang bertanggung jawab membangun hutan lestari itu, mulai dari persiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan hingga penebangan termasuk bimbingan teknis.
Selama proses pembangunan itu para pemilik lahan mendapat prioritas menjadi mitra kerja atau menjadi pekerja dengan upah standar. Waktu panen pada usia tujuh tahun, pemilik lahan memperoleh bagian 40 persen dan seluruh hasilnya dijual kepada TPL berdasarkan harga yang ditetapkan oleh Gubernur. Misalnya, jika produksi per hektar mencapai 200 ton maka pemilik lahan memperoleh bagian 80 ton dan apabila harga per ton mencapai Rp: 37.500 maka pemilik lahan mengantongi Rp: 3 juta per hektar. Nilai yang dipeoleh TPL dari bagian 60 persen diinvestasikan kembali untuk membiayai penanaman kembani untuk daur selanjutnya.
Untuk itu, jarak HTR dengan pabrik di Porsea tidak melampaui 80 kilometer untuk menghemat biaya angkut dan karena itu kabupaten-kabupaten Tobasa, Taput, Humbang Hasundutan, Samosir dan Simalungun dengan potensi lahan lebih dari 7.000 hektar diprioritaskan. http://www.bainfokomsumut.go.id/detail.php?id=201
HTR adalah program Departemen Kehutanan yang digagas tahun 2007. Selain untuk merehabilitasi lahan kritis dan tidak produktif di kawasan hutan, program itu juga bertujuan memberdayakan ekonomi masyarakat sekitar hutan.
Masyarakat diberi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) HTR di suatu kawasan oleh Bupati atas nama Menteri Kehutanan.
Masyarakat dapat menanam, memelihara, dan memetik hasil hutan dari pohon yang mereka tanam di kawasan HTR. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu HTR itu berlaku selama 60 tahun dan dapat diperpanjang lagi selama 35 tahun. Tanaman pokok yang ditanam di HTR antara lain meranti, keruing, jati, sengon, sonokeling, akasia, durian, mahoni, dan kemiri.
Di sela tanaman pokok dapat ditanami tanaman sela (tumpang sari), seperti jagung atau padi, untuk menambah pendapatan. Dengan adanya izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu HTR, masyarakat memiliki jaminan hukum dalam mengelola dan memanfaatkan hasil hutan. ”HTR sekaligus dapat menjadi program terobosan dalam mengurangi lahan kritis. http://www.greencitizenindonesia.com/2009/07/dibangun-1744-hektar-hutan-tanaman.html
Sengon merupakan pohon serba guna atau memiliki beragam manfaat dari semua bagian pohonnya, mulai dari daun hingga perakarannya dapat dimanfaatkannya untuk beragam keperluan. Selain itu, saat ini sengon menjadi salah satu pohon alternative yang dapat ditanam secara ekstensif umtuk tujuan rehabilitasi lahan-lahan marginal.
Sengon merupakan pohon yang sangat cocok untuk dibudidayakan, baik dalam skala besar (Hutan Tanaman Industri) maupun dalam skala kecil (Hutan Rakyat). Peluang mengusahakan sengon dalam skala besar atau kecil semakin terbuka lebar mengngat permintaan ekspor yang kian meningkat dan para pengusaha dalam negeri pun masih terus mengeluh tentang kurangnya bahan baku kayu.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menanam sengon adalah sebagai berikut:
1. Masa masak tebang relative pendek
2. Pengelolaan relative mudah
3. Persyaratan tempat tumbuh tidak rumit
4. Kayunya serba guna
5. Permintaan pasar terus meningkat
6. Membantu menyuburkan tanah dan memperbaiki kualitas tanah (Siregar, 2008)



METODE PENULISAN





























ANALISIS DAN SINTESIS


Dengan adanya Hutan Tanaman Rakyat yang dikelola dengan baik



Hutan tanaman sengon monokultur maupun campuran perlu dikembangkan di daerah lahan yang kritis dan lahan yang terbuka, karena bermanfaat untuk memasok bahan baku kayu yang kekurangannya cukup besar, memberikan lapangan pekerjaan, dan secara tidak langsung dapat mengurangi kerusakan hutan alam, serta memperbaiki lingkungan hidup. Agar masyarakat tertarik untuk mengebangkan Hutan Tanaman Rakyat (HTR), insentif dan kemudahan perlu diberikan oleh pemerintah.

Rehabilitasi hutan tidak mungkin menghindari masyarakat, masyarakat harus dilibatkan secara aktif. Pemerintah menyadari kondisi tersebut. Oleh karena itu, sejak UU No.41/1999 keberpihakan kepada masyarakat dalam mengelola hutan dimulai dengan pemerintah menggulirkan program Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P23/Menhut-II/2007, yang dimaksud Hutan Tanaman Rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumberdaya hutan.
Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) diarahkan bagi pegembangan perekonomian desa dan pengentasan kemiskinan melalui pengolahan lahan dala kawasan hutan produksi oleh kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelembagaan koperasi. Melalui koperasi dapat memperoleh keuntungan ekonomi berupa peningkatan skala usaha, pemasaran hasil produksi anggota, pengadaan barang dan jasa, fasilitas kredit/pinjaman serta keuntungan sosial berupa keuntungan berkelompok, pendidikan, dan pelatihan dan program sosial lainnya.


















KESIMPULAN DAN SARAN













































DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar